"Mami dan Papi kok belum menghubungiku ya? Apa mereka sudah sampai ke rumah yang di kampung?" ucapan Kasandra dengan penuh kegelisahan sambil terus mencoba menghubungi kedua orang tuanya lewat ponsel yang ada di genggamannya.
"Seharusnya sih sudah sampai, apa mereka kelelahan dan langsung beristitahat?" dia memberhentikan mondar-mandirnya dan menjatuhkan tubuhnya di kasur.
Kini ia merasakan kesepian benar-benar kesepian. Ibu dan ayahnya berlibur mengunjungi keluarga di kampung. Kasandra dan Ivan tidak ikut karena alesan Ivan yang belum bisa mengambil cuti. Bahkan kini suaminya tak ada di rumah menemani dirinya.
Malam ini mata kasandra enggan menutup. Fikirannya menerawang ke masa kecilnya. Kedua orangtuanya yang sangat menyayanginya dan memanjakannyalah yang membuatnya bersemangat. Jika ia sadar bahwa dia tak memiliki sahabat sejak kecil. Bully-an sudah menjadi makanan sehari-harinya, walaupun sempat dia tak ingin pergi ke sekolah.
Kekuatan dan semangat hidup Kasandra terletak pada ayah dan ibunya. Entah bagaimana jadinya jika kedua orang-tuanya tidak ada untuk mendukung dirinya.
Air mata yang menetes dan senyuman yang terukir di wajah Kasandra kini memiliki banyak arti. Antara kesedihan dan kebahagiaan bercampur aduk. Pernikahan ini pun tak membuatnya merasa memiliki suami. Jangankan suami seorang kekasih pun rasanya tidak. Walaupun sebuah kecupan saja mampu membuatnya melayang tinggi.
Ketidakpulangan suaminya adalah hal yang biasa. Kecurigaan yang tertanam di hati Kasandra sudah bukan sebuah masalah. Perdebatan bukanlah jalan yang ia ambil. Diam dan memendam lalu bersikap tak ada apa-apa adalah pilihan.
***
Pagi pun menjelang, kini Kasandra duduk di meja makan seorang diri. Kabar dari orang-tuanya yang ia nanti-nantikan tak kunjung tiba. Kepulangan suaminya pun tak tercium sama sekali.
Nafsu makan Kasandra kini berkurang, hanya setengah porsi dari biasanya. Dia mengambil ponselnya dan segera menghubungi kedua orang-tuanya lagi.
"Hallo... Mi... " kebahagian tersirat di wajahnya ketika teleponnya ada yang mengangkat.
"Maaf, apa anda mengenal pemilik ponsel ini?" terdengar suara laki-laki asing yang tak dikenal oleh Kasandra.
"Itu ponsel milik Mamiku, kau siapa? Kenapa ponsel Mami ada pada kau?" terlihat kegelisahan dan emosi pada Kasandra.
" Maaf nona, semalam Ibu anda dan suaminya mengalami kecelakaan di jalan tol dan sekarang ada di rumah sakit. Saya harap nona segera datang."
Wajah shock dan sedih kini berbaur. Ponsel dalam genggamannya kini lepas dari kepalannya seraya dengan tubuh Kasandra yang terjatuh ke lantai. Diam tak bergeming, sedih tak menangis hanya itu yang kini tampak pada wanita malang ini.
"Non... Non... Kenapa Non?" Bi Sri berusaha menyadarkan Kasandra yang mematung di lantai.
"Non... " sambil menggoyangkan pundak majikannya itu.Setelah sekian menit Kasandra tersadar, dia memluk Bi Sri dan menangis.
"Ada apa Non? Kenapa?" Bi Sri sangat heran dengan sikap Kasandra yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri. Jelaslah, Bi Sri bekerja di keluaraga Pak Gunawan sejak Kasandra masih di dalam kandungan ibunya.
"Bi... Mami sama Papi..." dan Kasandra menangis lagi.
"Kenapa dengan Tuan dan Nyonya?" Bi Sri semakin penasaran.
" Mereka kecelakaan Bi..." Tangisan Kasandra kini semakin pecah.
"Ya Tuhan... Sekarang di mana? Kita harus segera ke sana Non." Bi Sri mencoba membantu Kasandra bangun. Mereka pun bergegas secepat mungkin untuk pergi ke rumah sakit yang sudah diberitahukan oleh laki-laki yang ada di balik ponsel ibunya.
"Semoga Mami dan Papi tak mengalami luka parah ya Bi?" tanya Kasandra memaksa.
"Semoga saja Non." Jawab Bi Sri agar bisa membuat Kasandra tenang. "Agak cepet pak bawa mobilnya." pinta Bi Sri pada Pa Yanto sopir pribadi Kasandra sedari kecil.
***
Sesampainya depan rumah sakit, Kasandra mendadak bisa berlari menuju resepsionis.
"Sus, yang kecelakaan semalam. Mmm... Pak Gunawan dan istrinya... Mmm... Ya Mami dan Papi ku... Di mana? Di mana Sust?" Kasandra terlihat sangat kacau.
"Tenang Bu, saya cek dulu." Suster tetap bersikap tenang.
Terlihat sekali kegelisahan Kasandra. Sehingga dia baru teringat dengan Ivan. Sambil menunggu Suster dia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Ivan.
"Maaf bu, Pak Gunawan Hendriyanto dan Ibu Intan Purwanti?" tanya suster kepada Kasandra.
"Iya betul sust, " Kasandra terlihat sangat bersemangat.
"Maaf bu, jenazahnya sudah ada di ruang mayat."
Perkataan suster bagaikan petir yang sedang menyambar. Kini Kasandra diam tak bergeming sedikitpun. Dan telepon yang sudah terangkat oleh Ivan pun dia lupakan.
"Tidak mungkin..." Bi Sri menangis saat dia datang bertepatan mendengar ucapan suster.
"Non... Non..." Bi Sri mencoba menahan Kasandra yang badannya terlemas dan akan terjatuh ke lantai.
"Ga mungkin.. Ga mungkin..." bagitu lemah nada bicara Kasandra. "Ini hanya mimpi kan? Ini tak nyata." ucapan Kasandra yang tak bisa menerima kenyataan yang baru saja menimpa dirinya.
"Katakan Bi, aku hanya mimpi!" senyuman yang dipaksakan meminta Bi Sri mengatakan apa yang dia inginkan. Namun, Bi Sri hanya bisa menangis tak bisa menjawab apa-apa.Para suster yang membantu membangunkan Kasandra pun hanya bisa diam. Mereka sudah paham betul, keadaan seperti ini bukan kali pertama bagi mereka. Memang berat jika ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi, terutama orang-tua.
Akhirnya Kasandra mau berjalan ke tempat orang-tuanya.
Tangisan Kasandra tak bisa dibendung lagi saat melihat jasad kedua orang-tuanya. Ketidakpercayaan dan ketidakrealaan tergambar jelas pada diri Kasandra." Mami... Papi... " teriakan dalam tangisannya membuat suasana begitu mengharukan.
"Kenapa? Kenapa kalian meninggalkanku? Harusnya bukan begini cara kalian pergi! Kalian berjanji akan kembali. Tapi..." kembali lagi Kasandra terhenyut dalam tangisannya.***
Acara pemakamanpun selesai. Kasandra terdiam di depan makam kedua orang tuanya. Tak ada yang tau apa yang ada di dalam hati Kasandra, yang jelas dia sangat sedih dan terpukul.
Sambil mengusap nisan Ibunya dia tersenyum, dan memejamkan matanya.
"Ayo Dra kita pulang, " ajak Ivan dan mencoba menuntun Kasandra pulang. Kasandra mengikuti tanpa berkata sepatah katapun dan matanya masih tertuju pada makam kedua orang-tuanya.
Suara ponsel Ivan berbunyi, dia lalu meninggalkan Kasandra untuk mengangkat teleponnya. Kasandra pun masuk mobil terlebih dahulu dan menunggu Ivan kembali.
"Ya sabar dong! Sudah dulu ya nanti kita sambung lagi." Ivan pun menutup panggilanya dan kembali ke dalam mobil.
***
AuthorDers makasih ya udah baca halaman ke 2-^
Like dan Voment-nya ditungga ya-^

KAMU SEDANG MEMBACA
JANDA DIGILIR CINTA
ChickLitPada kenyataannya martabat seorang janda begitu rendah di mata kalangan orang banyak. Bagaimana seorang janda dapat menemukan cinta sejatinya? jika para lelaki hanya memanfaatkan kesendiriannya. Takdir telah membawa Kasandra dalam jalan yang tak per...