Bel tanda pelajaran usai sudah berbunyi beberapa saat tadi. Para murid mulai meninggalkan kelas mereka. Ada yang memutuskan untuk bermain di lapangan, kumpul di taman sekolah, membaca di perpustakaan, dll. Intinya sih, mereka melakukan kegiatan menyenangkan. Kecuali Radinka.
Saat ia keluar kelas tadi, Bara langsung menarik lengannya menuju taman sekolah yang terletak dibelakang. Dibandingkan taman samping dan depan, taman belakang sedikit tidak terawat dan sepi pengunjung karena matahari sangat menyorot. Dan juga lahan yang terlihat kosong.
"Gue ada tugas buat lo. Disana ada pupuk sama tanemannya. Lo harus tanem semuanya. Jangan ngasal. Gue anak LH. Gue tau gimana cara tanam pohon yang bener. Kalo lo gak bener kerjanya, gue bakal suruh lo gunting rumput pake gunting biasa." Radinka melongo mendengar ucapan Bara. Ia menyimpulkan bahwa Bara sosok yang tidak punya hati. Dengan perempuan saja ia bisa sekejam itu.
"Aldebaran deg-degan, lo tau gak sih? Itu banyak banget tanemannya."
"Iya gue tau. Kalau sedikit gak akan gue kasih ke lo." Jawab Bara santai sambil memainkan ponselnya.
"Trus lo ngapain? Cuma maen hp gitu?" Tanya Radinka.
"Iyalah. Gue kan gak pernah ngelanggar. Emangnya lo." Ingin rasanya Radinka menyumpal mulut Bara dengan pupuk kompos yang Radinka yakin bau.
"Udah cepet sana. Biar cepet selesai. Lo pikir gue gak mau pulang." Bara sudah mencari masalah dengan Radinka rupanya. Seenaknya saja ia menyuruh Radinka.
"Lo pikir gue babu lo. Gue gak mau ngelakuin itu semua." Protes Radinka. Bara hanya menaikkan alisnya sebelah dan itu terlihat menyebalkan bagi Radinka.
"Ini sebagai bentuk pertanggung jawaban lo karena udah sering banget ngelanggar peraturan sekolah. Jadi, kalo lo masih mau dibilang orang yang bertanggung jawab, silahkan kerjain ini semua tapi kalo lo mau dicap orang yang gak bisa tanggung jawab, silahkan lo pulang dan besoknya terima surat peringatan dari sekolah." Radinka yang sudah melangkahkankan kaki untuk pergi reflek menghentikan langkahnya.
"Heh! Lo itu siapa sih emang?. Lo tuh kayak seakan-akan sekolah ini punya lo, dan hidup gue punya lo. Emangnya hidup gue sama sekolah ini punya lo hah? Bukan!" Bara tidak berekspresi.
"Gue gak pernah bilang kayak gitu." Bara memang orang yang minim ekspresi. Saat Radinka berekspresi seperti orang gila, Bara tetap pada wajah datarnya. Tanpa emosi sedikitpun. Harus diapresiasi.
"Lo emang gak pernah bilang tapi lo bertindak kayak gitu! Puas!" Bukannya mengerjakan tugas masing-masing mereka malah berdebat. Harusnya kan Bara mengawasi Radinka dan Radinka mananam pohon.
"Gue gak pernah ngerasa bertindak kayak gitu. Mungkin itu cuma perasaan lo aja." Radinka menghela nafas untuk menenangkan dirinya. Ia bisa saja menelan Bara hidup-hidup lalu ia muntahkan kalau ia tidak bisa mengendalikan amarahnya.
"Bara! Emak lo ngidam apa sih waktu hamil lo? Hah?! Ngidam apa?! Ngidam batu ya?. Makanya anaknya keras kepala banget kayak lo. Greget banget gue!" Bara berpikir sebentar.
"Yang gue tau, nyokap gue ngidam jambu monyet waktu itu. Dia bilang katanya bentuknya lucu. Padahal biasa aja." Radinka menarik rambutnya sendiri karena kesal.
Radinka menghela nafas dan bergumam pelan "Pantes anaknya kayak monyet"
"Udah cepet lo tanam. Biar cepet selesai biar cepet pulang juga."
"Gue gak mau!"
"Ok. Lo gak mau. Besok su-"
"Ok. Bara. Ok. Ok. Ok. Gue kerjain! Puas lo!" Sedikit ekspresi muncul di wajah Bara saat Radinka mulai memegang sekopnya. Ekspresi yang mucul adalah ekspresi senang yang diungkapkan dengan senyum tipis yang sangat tipis. Hanya orang-orang beriman yang bisa melihat senyumnya itu. Dan anehnya, walau Radinka bukan orang beriman, ia bisa melihat senyum itu.
*
"Dasar batu. Keras, gak punya ekspresi, nyebelin. Gue sumpahin lo kesandung." Gumam Radinka saat sedang menggali tanah dengan sekopnya. Yang akan ia tanam adalah mawar.
"Pakein pupuknya jangan lupa." Ucap Bara. Radinka mendengus. Ia berdiri hendak mengambil pupuk tapi
Bruk.
"Kenapa lo?" Tanya Bara. Bara seperti tidak mempunyai penglihatan. Sudah jelas Radinka jatuh sampai terlungkup tapi masih bertanya.
"Astagfirullah Bara!! Mata lo mana?! Mata udah enam gitu masih nanya! Gue jatoh bloon! Sialan lo emang!" Antara kesal dan malu menjadi satu dalam diri Radinka. Ia kesal karena Bara yang tidak berekspresi. Dan malu karena Bara melihatnya terlungkup.
"Ohh jatuh. Gue tadi lagi fokus sama bacaan gue. Yaudah bangun. Lanjutin lagi." Radinka merasa senang tapi kesal. Ia senang karena Bara tidak mengejeknya tapi ia kesal karena Bara tetap pada ekspresi datarnya.
"Sabar Din. Sabar. Biar Allah yang bales." Gumam Radinka. Radinka mengambil pupuk dan mulai memupuk. Bara tetap fokus pada buku ditangannya..
Bara terlalu hanyut dalam buku yang ia baca dan Radinka terlalu sibuk dengan gerutuan dan pekerjaannya sampai mereka berdua tidak sadar sekolah telah sepi.
Bagaimana tidak sepi, jam sudah menunjukan pukul 16.30. Bara sudah biasa lupa waktu saat membaca. Tapi Radinka lupa waktu saat mengerjakan hukuman adalah hal yang luar biasa.
Hal luar biasa itu bisa terjadi karena sifat menjengkelkan Bara yang membuat Radinka menggerutu disepanjang gerakannya. Hanya menggerutu. Tanpa menyumpahi Bara. Radinka takut seperti tadi. Senjata makan tuan.
"Lanjut besok aja. Udah setengah 5." Radinka menghela nafas dan mengangguk. Kemudian terkejut.
"Apa?! Demi apa setengah lima?! Gara-gara lo sih." Bara bingung saat Radinka berteriak kepadanya.
Radinka mengambil tasnya dan berjalan meninggalkan Bara. Bara tidak perduli apa yang terjadi pada Radinka. Jadi ia mengambil tasnya kemudian berjalan menuju masjid sekolah. Ia belum sempat melaksanakan shalat ashar tadi karena lupa waktu.
Ia mendengat adzan tapi pikirannya menyuruh ia untuk menunda shalatnya. Niat menunda 10 menit, malah kebablasan.
"Belum pulang Bara?" Tanya Mang Abay yang merupakan petugas kebersihan sekolah.
"Belum. Mau sholat dulu." Bara yaa tetap saja Bara yang pelit senyum. Dulu, saat Bara baru saja menginjakan kakinya di sekolah ini, Mang Abay pernah tersinggung. Tapi setelah tau bagaimana Bara, ia memaklumi.
"Monggo Bar." Bara mengangguk kemudian duduk di kursi yang tersedia di depan masjid sekolah untuk melepas sepatu dan kaos kakinya.
Bara menggulung celananya lalu berjalan menuju tempat wudhu. Bara memulai wudhunya. Mang Abay hanya tersenyum saat melihat hal itu.
Dibalik sifat Bara yang mungkin menjengkelkan bagi orang lain, Bara adalah orang yang rajin ibadah. Bahkan sejak istri Mang Abay hamil 2 bulan lalu, ia selalu berdoa agar anaknya kelak rajin ibadah seperti Bara.
********
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M BR(OK)EN [COMPLETED]
Teen FictionRadinka selalu punya cara untuk merepotkan Bara. Mulai dari datang terlambat, bolos ditengah jam sekolah, dan lain-lain. Dan Bara tidak pernah kehabisan akal untuk membuat Radinka jera. Tapi tetap saja Radinka tidak mudah menyerah. ****** "Hidup...