Empat

23.9K 1.6K 35
                                    

Lain Bara, lain pula Radinka. Kalau Bara sedang menghadap tuhan, Radinka sedang menghadap iblis berwujud manusia tampan walau usianya sudah tidak muda lagi. Siapa lagi kalau bukan ayahnya.

"Kamu gimana sih hah? Kamu kira papa gak tau? Papa tau kamu pulang jam 2. Kenapa jam 5 baru sampai rumah hah? Kamu main?" Radinka hanya menundukkan kepala dan menggerutu dalam hati. Radinka tau ini tidak baik dan bisa membuatnya dicap sebagai anak durhaka karena menyumpah serapahi ayahnya sendiri.

"Aku dihukum Pahh." Jawab Radinka dengan nada pelan. Aksa, nama papa Radinka tambah meledak mendengar jawaban putrinya itu.

Ia langsung mencengkram lengan putrinya dan menariknya. "Kamu buat ulah apalagi hah? Apa? Belum cukup kamu bikin papa malu? Belum cukup?!" Radinka yang sudah kebal dengan segala perlakuan Aksa hanya diam dan memejamkan mata. Ia tidak ingin melihat wajah iblis yang sedang menyiksanya.

"Mau jadi apa kamu besar nanti kalau sering ngelanggar hukuman , gak bisa disiplin, ngebangkang mulu. Mau jadi apa? Mau jadi berandal? Berhenti sekolah aja kamu!" Cengkraman itu terlepas. Aksa langsung memijat keningnya. Ia tidak bisa membayangkan jika ia punya 2 anak seperti Radinka. Ia mungkin akan memilih bunuh diri dengan terjun dari ketinggian daripada mengurus anak seperti itu.

"Aku. Maaf. Aku minta maaf. Aku gak bakal pulang telat."

Prang

Radinka menahan nafasnya saat Aksa membanting guci seharga 42 juta yang Aksa beli dari sebuah acara pelelangan 5 tahun lalu.

"Udah berapa kali ngomong kayak gitu?! Udah berapa kali?! Apa kamu tepatin omongan kamu?! Jangan kayak ibumu yang suka mengumbar kata-kata tapi gak bisa nepatin!" Radinka tidak perduli pada ucapan Aksa. Ia malah memikirkan guci antik yang sudah pecah berkeping-keping. Ia berdoa semoga nasibnya tidak akan pernah seperti itu.

"Aku minta maaf pah. Aku minta maaf. Kalau papa mau nyalahin, jangan nyalahin aku. Salahin yang kasih aku hukuman. Kenapa dia hukum aku sampai aku pulang telat kayak gini!" Balas Radinka.

"Kamu mau papa nyalahin orang yang mau didik kamu?. Kamu yang salah. Kalau kamu disiplin kamu gak akan kena hukuman. Kalau kamu masih selengean kayak gini, lebih baik kamu berhenti sekolah dan urus rumah ini." Mata Radinka membulat. Dia tidak tau apa yang ada dipikiran papanya saat mengatakan itu. Secara tidak langsung papanya menyuruh ia untuk menjadi seorang asistent rumah tangga.

"Aku masih mau sekolah. Aku gak mau jadi pembantu."

"Makanya berubah! Kamu masuk kamar kamu dan kamu gak dapet jatah makan malam hari ini." Hukuman seperti biasa. Dan Radinka juga sudah biasa menghadapi hukuman itu.

"Pah...ajarin aku matematika." Tiba-tiba saja Rasika, adik bungsu Radinka muncul.

"Papa kan baru pulang. Abis ngomelin kakak juga. Gak bisa nanti apa." Radinka langsung mendapat tatapan tajam saat ia mengomeli Sika.

"Gak usah ikut campur. Masuk kamar sana. Sika, ayok kita belajar." Radinka memutar matanya kesal. Selalu seperti itu. Adiknya itu memang prioritas papanya.

"Baru pulang Ka?" Tanya papanya saat melihat satu anaknya muncul.

Radinka berdecak kesal. Adik kembarnya memang luar biasa. Mereka pulang telat tapi tidak dimarahi.

"Aku ada latihan basket tadi." Jawab Radika yang biasa dipanggil Raka. Raka adalah saudara kembar Sika.

"Mandi dan ganti baju sana. Nanti kita belajar bareng." Dengar saja bagaimana papanya meminta dengan nada penuh kasih sayang. Ha-Ha.

"Aku mau ngerjain pr sendiri dikamar. Aku gak mau belajar bareng. Lagian aku udah nguasain materi." Radinka ingin sekali tertawa setelah mendengar jawaban adiknya yang menurutnya lucu.

I'M BR(OK)EN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang