"Halah, kamu! Nggak usah lebay deh!" Ratna masih cemberut.
"Sudah ... jangan cemberut terus. Aku janji deh, Istirahat makan siang nanti, aku bakalan cerita ke kamu. Sekarang, hamba persilahkan Tuan Putri kembali ke peraduan, eh singgasana, karena sebentar lagi Baginda Raja akan melakukan sidak ke ruangan ini!" kelakarku sambil menggerakkan kedua tangan dengan gaya mengusir.
"Sialan. Aku disusir nih. Okelah, tapi janji ya. Kamu bakalan cerita. Awas kalau lupa!" ancamnya.
Dengan jemari membentuk huruf 'O', kuyakinkan Ratna sebagai isyarat menyetujui.Ratna telah kembali ke meja kerjanya.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 8.
Teman-teman HRD juga mulai berdatangan. Namun aku masih gelisah..
"Oh ... jadi begitu. Kukira ada apa. Habis nggak seperti biasanya kamu jadi murung dan melamun," kata Ratna setelah aku menceritakan tentang Mas Pandu.
"Iya, Na. Begitulah ceritanya," jawabku sambil mengaduk jus jambu merah yang isinya tinggal separuh gelas.
Aku tidak ingin makan siang. Entahlah, napsu makanku jadi menguap. Mungkin karena kepikiran Mas Pandu.
Soal nama Sekar, tak perlu kuceritakan pada Ratna. Itu privasi Mas Pandu.
"Rum ... kamu beneran nggak mau makan, nih?" tanya Ratna.
"Lagi males," jawabku enteng.
"Eh, jangan keterusan lho! Ntar maagmu kumat, baru tau rasa!" Ratna mengingatkan.
"Idih, kok malah didoain sih?" tanyaku sedikit kesal.
"Et dah, siapa yang ngedoain? Ngingetin doang, Neng."
"Udah ah. Cabut yuk. Kayaknya jam istirahat udah mau kelar nih."
"Jam istirahat? Kayak anak sekolahan aja! Hahaha..."
"Terserah kamu deh!"
"Eh... tunggu, kamu jadi nraktir aku kan?"
tanya Ratna khawatir.
"Iya! Beres deh! Ayo buruan, sebelum aku berubah pikiran!"
"Siap! Hamba bersedia melaksanakan perintah Tuan Putri Arum Lestari!" kata Ratna sambil berlagak memberi hormat.
Akupun tertawa melihat ulahnya. Lantas beranjak ke kasir dan membayar pesanan kami.
Masih ada tanya dalam hati, apakah yang sebenarnya terjadi pada Mas Pandu?
Tbc
