15

2.5K 141 0
                                    

Senja mulai menampakkan wajahnya. Semilir angin menyapa, hembusnya menyejukkan. Sekar dan Pandu duduk berdampingan diteras samping.

"Mas, aku ingin menyampaikan sesuatu, boleh?" pinta Sekar pelan.

"Katakan saja, Sayang. Ada apa?" lembut Pandu berkata sambil mengelus tangan gadisnya.

Diri ingin sekali merengkuh dalam pelukan untuk meredakan kegalauan sang kekasih, namun urung dilakukan.

Hanya tatapan mesra dan usapan lembut di punggung tangan mengisyaratkan rasa.

Meski tanpa kata, Sekar tahu dan mengerti akan sikap Mas Pandu. Entah kenapa, kali ini dia pun bersikap lembut, tidak ingin semanja biasanya.

"Kok jadi diam, tadi mau bilang apa, Sayang?" Pandu mengingatkan Sekar.

"Oh ... iya. Mas, bolehkah aku menginap di rumahmu malam ini? Rasanya masih ingin menenangkan diri," ujarnya pelan.

"Oh, tentu saja. Aku akan senang sekali. Hehe ... Tapi ada baiknya, Mas minta ijin pada Bapak dan Ibu, ya. Nggak apa-apa, kan? Mmm... yakin deh, mereka pasti setuju kamu menginap malam ini. Kan calon mantu."

Pandu mengerling pada Sekar yang menatapnya lembut.

Reflek tangan mungil itu mencubit lengan kekar sosok disampingnya. Pandu pun pura-pura mengaduh sakit. Lantas berdua tertawa.

Tanpa sepengetahuan mereka, ada seseorang yang mengamati mereka dari dalam rumah sambil mengernyitkan dahi.

Pemandangan tak biasa tengah terjadi di rumah mereka. Kemesraan dua insan itu mengusik hatinya..

"Ayo, Nak Sekar, tambah lagi nasinya," kata Ibu sambil menyodorkan tempat nasi pada Sekar.

Bapak, Ibu, Pandu, Arum dan Sekar tengah makan malam di rumah sederhana itu.

"Matur nuwun, Bu, sudah cukup. Masakan Ibu enak sekali,"pujinya tulus.

"Ah ... cuma seadanya, Nak. Tidak seperti masakan di rumah Nak Sekar yang pasti enak-enak,to."

Sekar terhenyak. Teringat kala dia seringkali makan hanya berkawan sepi. Sendirian.

Tak ada kehangatan dan kemesraan keluarga seperti di rumah Mas Pandu. Hatinya pedih. Papa dan Mama nyaris tidak ada waktu untuknya. Rindupun menggelegak. Tiba-tiba, pipinya basah.

"Lho, Nak Sekar. Ada apa? Apa ada yang salah dengan omongan Ibu?" nada khawatir terdengar dari perempuan paruh baya itu saat dilihatnya Sekar menangis.

"Oh ... tidak, Bu. Maaf membuat khawatir. Sekar hanya rindu suasana seperti ini," jelasnya.

"Nak Sekar, sudah, jangan nangis. Ayo makan lagi. Ini masakan kesukaan Bapak. Sayur lodeh, brengkes pindang. Wuih ... pokoknya maknyus! Wes, nggak usah takut gemuk, wong badan cuma saku prit gitu. Nih, kayak Bapak,gothot ! Hahaha ..." kelakar Bapak sambil menunjukkan lengannya yang gemuk.

Semuapun tertawa melihat ulah Bapak.

Tak terkecuali Sekar.

Malam itu, Sekar menginap di rumah Pandu..

Di kamar tamu, Sekar merebahkan diri.

Kebahagiaan menjalari tubuh perempuan mungil ini.

Kerinduan akan kehangatan sebuah keluarga sangat dirasakannya saat berada ditengah keluarga Pandu.

Makan malam yang istimewa menorehkan rasa.

Sekar merasa dekat dengan mereka.
Tiba-tiba, bayangan Papa dan Mama berkelebat.

Ingin menghubungi mereka, namun Sekar sangsi akan kepedulian orangtuanya.

Kesibukan seolah mengabaikan keberadaan anak perempuan mereka, yang rindu akan peluk hangat dan kasih sayang. Tak urung hatinya kembali sedih.

Namun Sekar tak ingin orangtuanya khawatir meskipun mungkin mereka akan bersikap cuek.

Bermaksud tetap menghubungi mereka, diapun merogoh handphone di dalam tas.

Dilihatnya benda itu, ternyata mati!

Ah, dia lupa membawa charger pula, pikirnya.

Lantas beringsut akan meminjam alat itu pada Mas Pandu. Sekar pun keluar dari kamar.

Langkah pun terhenti ketika mendengar namanya disebut oleh suara
laki-laki yang tak asing bagi Sekar.

Tbc

SEKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang