"Lo serius?!"
"Udah gue bilang, lo nggak bakal nyangka," Abry menutup lokernya dan bersandar disana.
"Gue baru sadar kalo dia nggak se-gantel yang gue kira," ujar Bibin sambil membetulkan letak kaca matanya dan ikut bersender di sebelah Abry.
"Itu hal pertama kali yang gue pikirin. Gue sempet mikir buat gagalin rencana lo."
Kontan Bibin menepuk bahu Abry keras. "Gak ada urusannya sama itu, bego!"
Abry meringis sakit, sambil mengusap bahunya. "Bercanda kali Bin."
Sudut bibir Bibin tertarik keatas. Cewek itu tersenyum lebar. "Entah kenapa gue mikir, kalo Azril mau nembak Zauzha, dan karena kehadiran kucing lo itu-"
Dengan cepat Abry memotong. "please jangan manggil kucing lo itu. Namanya Mumun."
Bibin mengerlingkan matanya sebal. "Whatever. Karena kehadiran Mumun kemarin," Bibin tiba-tiba berhenti lalu menatap Abry nista. "Udah gue bilang, nama kucing lo itu nggak elit. Ganti yang lebih berbau barat, kek."
Abry kontan mendengus. "Itu kucing gue. Terserah. Lo mau ributin nama kucing gue yang terdengar nista di kuping lo, atau mau bahas Zauzha?"
"Oke, oke," Bibin menarik napas pelan. "Menurut gue, gara-gara kuc--oke, Mumun, acara nge-date mereka berdua gagal."
Dahi Abry mengernyit dalam. "Kenapa lo mikir kayak gitu? I mean acara nge-date, bukan berarti mau nembak, kan? Lagi pula, tadi gue liat mereka berdua biasa-biasa aja. Nggak kayak orang pacaran," tukas Abry
Bibin menghela napas berat. "Ya jelaslah mereka biasa-biasa aja. Orang gagal pacaran. Dan itu semua berkat kucing lo, maksud gue Mumun."
Bibir Abry tercetak senyum miring. "Apa gue harus berterima kasih sama Mumun?"
Bibin mengernyitkan dahinya, namun tak lama dari itu, senyum penuh arti terpampang di wajah tirusnya. "Ahh... lo seneng gitu mereka gagal pacaran?"
"Bukan gitu maksud gue," sergah Abry. "Maksudnya, mereka belum dalam tahap serius. Belum ada status di antara mereka. Gue jadi lebih gampang kan, buat deketin Azril?"
Bibin mengangguk pelan. "Gue juga mikir kayak gitu. Udahlah lanjut nanti aja. Gue ada kelas sejarah, yuk."
Mereka berdua jalan bersisian sampai di tengah koridor, Abry belok ke kiri dan Bibin sebaliknya. Tiba- tiba Abry mengernyitkan dahinya saat satu pemikiran terlintas di otaknya, kenapa sekarang hari gue penuh dengan seorang Azril?
-••-
Abry berjalan di koridor yang ramai dengan orang yang berlalu-lalang. Jam istirahat sudah lewat sepuluh menit yang lalu. Langkah besarnya membawa cewek itu menuju kantin. Otaknya memikirkan topik awal untuk memulai obrolan dengan Zauzha nanti, mengingat kalau tadi pagi Abry sendiri yang mempunyai keperluan dengan Zauzha. Tapi tidak mungkin Abry langsung ke inti masalah, harus ada basa basi dulu, pasti.
Setelah pisah dengan Bibin, Abry teringat bahwa ia belum mengerjakan tugas fisika nya. Dengan panik cewek itu berjalan tergesa menuju kelasnya yang sudah tidak terlalu jauh.
Walaupun nilai Abry anjlok, tetap saja ia harus mengumpulkan tugas tepat waktu. Kalau tidak, mungkin cewek itu akan mengulang kurang lebih satu tahun di kelas XII.Tapi karena kecerobohannya, Abry menabrak seseorang, sampai membuat buku yang ia pegang tercecer ke lantai.
kontan Abry menunduk, mengambil bukunya yang jatuh. "Eh sorry gue lagi buru-buru," matanya menatap orang didepannya. "loh, Zauzha, Lo nggak papa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AB-RIL
Teen FictionIni sebuah cerita. Tentang perasaan yang tidak pernah kita sadari. Mengenai ambisi yang terselimuti egois. Segenap cinta yang belum tersampaikan. Dan terlepas dari semua itu, ini adalah sebuah tantangan. Tantangan yang mengantarkan kepada ketidakpas...