31 - Felicia?

1.2K 294 2
                                    

"Kiara, lo makannya disini aja dong. Lo makan pindah-pindah gitu ntar jodoh lo gak nemu-nemu loh," ucap Keisha kesal.
Kiara yang tadinya berniat untuk pindah lagi langsung duduk ditempatnya semula dan menatap Keisha serius.

"Beneran?" Keisha menganguk. Nathan dan Devano sudah terlihat menahan tawanya.
Kirana memukul ringan perut Devano dan memberinya tatapan membunuh. Devano langsung terdiam dan mengedipkan salah satu matanya ke Kirana.

Saat ini, Triple K dan The Boys sedang berada di kantin sekolah. Seperti biasa, untuk memanjakan perut.
"Yaudah kalau gitu. Keenan kita makannya disini aja." ajak Kiara memanggil Keenan yang duduk dimeja seberang seorang diri.

Keenan pindah tepat disebelah Kiara dengan raut wajah yang sulit dijelaskan.
Tadinya Keenan berniat untuk duduk berdua dengan Kiara, tapi pupus sudah harapannya.

"Lo pada bilang apa ke Kiara?" selidik Keenan.
Keisha mengidikkan bahunya, "Gue ngomong ke dia mitos nenek moyang," jawab Keisha ogah-ogahan dan kembali melanjutkan makannya.

"Cuma mitos? Eh tapi ngeri juga kalau kesampean. Yaudah kita duduk makan disini aja." Kiara bergidik ngeri kalau ucapan Keisha terbukti benar, bagaimana nasibnya nanti kalau jodohnya tak kunjung datang?

"Tapi ada sesuatu yang ngeganggu pikiran gue dari jauh-jauh hari semenjak malam itu."

Mereka yang lain menatap Kirana bingung. Keenan dan Kiara menangkap maksud pertanyaan Kirana tapi mereka hanya diam.

"Emang kenapa?" tanya Nathan penasaran.
"Si Felicia kabarnya gimana? Semenjak kejadian tempo hari dia gak masuk sekolah lagi." Kirana menatap Kiara meminta penjelasan. Berhubung karena Kiara tetangga Felicia.

"Kenapa ngebahas dia sih?" kesal Keenan tidak suka.
"Ngapain lo natap gue kek gitu?" tanya Kiara tak santai.
Kirana menggeleng, "Gak. Lo kan tetangganya, mungkin aja lo tau. Gue nanya sebagai teman, lo juga jawab sebagai teman. Gimana pun juga dia kan pernah jadi teman kita."

"Hmm, lo pada pen tau banget ya? Hahaha," canda Kiara.
Tapi tawanya memudar saat melihat mereka yang lain menatapnya tajam, kecuali Keenan.

Kini Keenan memfokuskan dirinya pada layar benda pipih persegi panjang berwarna hitam ditangannya itu.
Tapi Keenan masih tetap mendengar pembicaraan mereka. Bagaimana pun juga kan Felicia pernah... Ah you know lah.

"Yaudah ok. Jadi gue denger desas-desus mulut nakal yang ada disekolah ini dan juga kata Paman sih. Felicia keluar dari sekolah ini. Kurang jelas alasannya tapi Paman maklumin aja karena kan dia sendiri udah tau semuanya..."

"Dan sehari setelah itu, gue ngeliat dia keluar rumah Mamanya sambil bawa banyak barang pokoknya kelihatan pindahan gitu lah. Ada kemungkinan sih dia tinggal sama papanya atau gak sama Felix. Disitu yang gue gak suka. Seenggaknya kan dia bisa ngomong baik-baik ke gue atau gak ke Keenan. Minta maaf ke gue atau Keenan. Gue juga bakalan maafin kok. Dia gak perlu nyiksa diri dia dan lari dari kenyataan kayak gini."

Terdengar jelas suaranya bergetar diakhir ucapannya. Kiara menundukkan kepalanya.

Tes.
Satu bulir air mata menetes cepat dari mata Kiara. Apalagi posisinya sekarang yang sedang menunduk membuag air matanya lolos begitu saja menetes di rok abu-abunya.

Keenan yang menyadari itu langsung memeluk dan mengelus kepala Kiara lembut dan penuh sayang.

Keenan memberi kode pada mereka stop bertanya. Apapun itu. Mereka menganguk paham dan segera mengalihkan pembicaraan.

- -
"Bang, beliin gue pembalut dong..." pinta Kiara saat melihat Alfredo yang sedang santai menonton tv. Alfredo beralih menatap Kiara.

"3 minggu lalu kan gue udah beliin. Mager gue." tolak Alfredo sambil mengganti channel tv yang menayangkan siaran bola.

"Gue kira belum mulai." Alfredo mengubah posisi duduknya dan fokus menonton tv.

Kiara berdecak sebal dan menghentakkan kakinya kesal.

"Bang, beneran lo gak mau bantu gue beliin? Gue kan udah ngasih lo semua cemilan gue . Bahkan gada sisa buat gue," rengek Kiara menahan tangis. Ya, begitulah Kiara. Dia sangat sensitif.

"Gue hari ini gak bisa, Ra. Temen-temen gue bentar lagi pada datang mau main disini. Lo bisa kan untuk hari ini beli sendiri? Nanti gue traktirin lo makanan deh, atau mau gue delivery aja?"

Kiara menatap Alfredo dengan mata yang berbinar- binar.
"Bener ya kak? Lo pesan yang banyak terus taroh di kamar gue. Gue mau ke supermarket dekat sini. Sekalian mau nyari snack juga." Kiara berlari kecil kearah pintu dan keluar.

Alfredo yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum.
Terkadang tingkah Kiara saat kedatangan tamu berubah menjadi anak polos berumur 5 tahun yang diberi permen.

Kiara menjalankan mobilnya kearah supermarket sambil bersenandung kecil. Kiara memakirkan mobilnya tepat didepan supermarket dan melangkahkan kakinya memasuki supermarket.

Kiara mengambil troli dan mulai berbelanja semua keperluan dan kebutuhannya saat ini tanpa satupun terlupakan.
Paling utama adalah pembalut.
Setelah merasa cukup, Kiara membawa semua belanjaannya ke kasir.

"Mbak, ini." Kiara mengambil satu persatu barang di trolinya untuk di scan. Kasir itu tersenyum ramah dan mulai meng-scan harga barang-barang belanjaan Kiara tersebut.

Kiara menyapukan pandangannya ke setiap penjuru supermarket. Pandangan Kiara tertuju kearah toko yang berada tepat didepan supermarket.

"Mbak, itu yang didepan sana tokonya baru buka ya? Soalnya baru liat nih."
Kasir tersebut menganguk, "Iya, Mbak. Baru aja buka 3 minggu yang lalu. Itu toko kaset Mbak."

Kiara menganguk mengerti.
Kiara berinisiatif untuk berkunjung kesana setelah ini.
"Total semuanya 321.800, Mba." Ucapan kasir itu membuyarkan lamunan Kiara.

Kiara tersenyum dan mengeluarkan dompetnya lalu memberi kartunya pada kasir tersebut. Kasir itu menerimanya dengan senang hati.

"Makasih ya, Mbak." ucap Kiara ramah dan membawa serta belanjaannya.

Kiara memasukkan semua belanjaannya kedalam bagasi mobil dan menyebrang kearah toko kaset tersebut. Kiara mendorong pintu kaca yang ada didepannya.

Kesan pertama yang Kiara rasakan adalah... nyaman. Ya disini sangat nyaman. Interiornya sederhana namun terlihat elegan.

Tempat ini identik dengan warna cokelat yang berasal dari rak-rak kayu yang berisi banyak album kaset berjejer rapi. Sangat aesthetic.

Dilangit-langit toko terdapat lampion yang berbagai bentuk. Kiara mulai melangkahkan kakinya menyusuri rak-rak yang terdapat banyak album musik dari berbagai macam genre.

Kiara berjalan melihat beberapa album yang menarik perhatiannya.
Tiba-tiba langkahnya terhenti disalah satu rak yang merupakan album musik bergenre pop. Tidak, bukan karena album musik itu.

Tapi karena orang yang berdiri tepat diseberang rak yang mana bisa dilihat Kiara dari lubang-lubang rak yang tersisa. Kiara menajamkan penglihatannya dan sedetik kemudian dia langsung berlari menuju orang tersebut.

"Felicia!!"

Triple KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang