4

34 2 0
                                    

"Papa!!!!" Itu Thalita.

Dia berteriak saat melihat Rian di ruang tamu, bahkan Wilbert harus menutup kuping karena nya. Thalita berlari dengan gaya genitnya, dia senang melihat Rian yang baru saja pulang dari luar kota. Dia dengan gesit menghindari Wilbert yang mencoba untuk menangkapnya. Thalita menghambur dalam pelukan papanya, Rian yang hendak berdiri pun kembali terduduk.

"Miss you so much, dad" Thalita menggesek-gesekkan kepalanya pada dada bidang Rian.

Wilbert mendengus, dia tidak pernah diperlakukan begitu oleh Thalita. Bahkan saat dia menghilang seminggu penuh Thalita sama sekali tidak menanyai atau mengirimkan pesan padanya.
'Pilih kasih!' Wilbert membatin.

"Ayo lah Wilbert, aku papanya. Tidak usah pasang tampang begitu" Rian menggoda Wilbert yang sudah duduk di sampingnya dengan wajah masamnya.

Thalita hanya mengintip, dia malas meladeni Wilbert yang menyebalkan.
Rian mengelus rambut panjang Thalita sayang, sesekali menciuminya.

"Papa masak tadi, sana makan dulu."

Thalita mendongak, melihat wajah Rian yang meski sudah berkepala 4 pun karisma dan ketampanannya masih terlihat. Dia tersenyum senang, dia akan makan enak.

"Wahhh, papa memang the number one chef in the world." Ucapnya. "Berbeda sekali dengan seseorang yang Thalita kenal" suaranya berbisik, melirik Wilbert yang ternyata menatapnya tajam.

"Eh, gulali" Wilbert melontarkan panggilan sayangnya, "Aku masak itu buat kesehatan mu. Mana ada manusia makannya yang manis-manis doang. Kenapa gak jadi semut saja sekalian" lanjutnya.

Thalita cemberut. Dia tidak suka pembahasan ini, karena dia selalu kalah. Rian tersenyum melihat keakraban keduanya.

"Sudah sana makan, habis makan baru papa izinin Thalita nyentuh cake yang papa buat tadi" Rian menatap anaknya yang sedang manyun itu.

Dengan lengkah lambat dia meninggalkan pangkuan papanya. Di ruang maka Bi Piem sudah menyiapkan piring nona kecilnya.

Thalita bersenandung, menikmati makan siangnya.

"Makan yang banyak"

Prang !

"Wilbert! Nongol itu yang lebih manusiawi kek. Jangan buat Thalita jantungan" Thalita mengelus dadanya kaget, kemudian memungut sendok di lantai.

Alis Wilbert terangkat sebelah melihat reaksi Thalita. Dia dari tadi berdiri di belakang Thalita, hanya saja anak itu terlalu sibuk menyisihkan sayur dari piringnya sehingga kehadirannya pun tidak dia rasakan.

"Makan sayur nya Lita" Wilbert menyendok sayur ke piringnya.

"Gak mau! Ah, Wilbert ganggu aja" Thalita merengek. "Lagian kenapa Wilbert disini? Pulang sono" usirnya.

"Ini kan juga rumahku." Wilbert duduk di sampingnya.

"Ok,..." jawabnya "Pa! Rumah gedong di sebelah udah siap huni katanya" teriak Thalita. "Kita bisa pindah kapan aja" sambungnya.

Thalita melirik Wilbert yang memandanginya. Senyum nya tidak pernah lepas. Mata hitam pekatnya memandang Thalita lurus. Thalita menghentikan kunyahaanya saat tangan besar nan lembut Wilbert menggapai pipinya. Mata besar bermanik coklat itu terperangkap manik hitam di depannya. Thalita membeku, ritme jantungnya perlahan meningkat. Memberikan sensasi menyenangkan bagi si empunya.

"Anything for you, honey. Anything....." Wilbert berucap dengan suara yang kelewatan lembutnya, dia mengelus pipi Thalita lembut.

CHILDHOOD FRIEND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang