Chapter 2

4.4K 120 0
                                    

Kutatap perlahan wajahnya yang kotor terkena debu, kuraih sapu tangan putihku, kubersihkan debu yang berada di batang hidung dan sekitar wajahnya. Wajah polosnya menghipnotisku, tanpa kusadari kukecup pipinya yang merah merona...

***

"Gila lo, Li, itu dari fans lo lagi?" Takjub fartan melihat tumpukan kotak hadiah di depan lokerku. Aku hanya menatap tumpukan kotak itu sekilas sembari membuka loker.

"Emm," jawabku singkat sambil mengambil baju basket.
Kulirik Fartan sibuk membongkar tumpukan kotak kadoku. "Li, ini buat gua ya?" Tanyanya sambil memegang kotak berwarna biru.
"Ambil semua deh," kataku dan langsung meninggalkan Fartan, yang masih dengan bahagia membongkar kotak-kotak itu. Kadang aneka hadiah itu kubawa pulang atau tetap kutinggalkan disana. Fartan sahabat dekatku sejak kecil. Tinggiku dan Fartan tidak jauh berbeda. Fartan juga cukup disukai para wanita di sekolah ini. Aku dan Fartan memang selalu jadi pentolan sekolah, tapi tetap saja perempuan yang menyukai Fartan tidak segala yang menyukaiku. Aku berjalan menyusuri koridor sekolah, melangkah menuju ruang ganti yang terletak tidak jauh dari loker. Yap, ini waktunya aku bermain basket. Setelah berganti pakaian dengan baju basket, aku kembali menuju lapangan. Ketika kakiku menapak keluar dari ruang ganti, teriakan riuh terdengar.
"Ali!!"
"Ali cakep banget ya Tuhan!! Aargh..." teriakan seperti ini yang selalu mengganggu telingaku saat mau bermain basket. Kenapa harus ada terikan? Saat permainan dimulai, para perempuan semakin histeris.
Aku melangkah perlahan menuju tempat duduk di samping lapangan. Peluh mengalir membasahi baju basket yang kupakai. Permainan berakhir dan seperti biasa timku memenangi permainan.
"Nih, Kak."
Mataku yang tadi menatap lapangan kini beralih menuju handuk putih dan sebotol air mineral yang berada di hadapanku. Gadis itu... Prilly... Gadis yang mencium pipiku kemarin. Dia tersenyum dan menyodorkan apa yang ada di tangannya, tapi saat aku ingin menerima pemberian nya, segerombolan perempuan menariknya ke belakang dan mulai memberiku banyak hal yang sama.
"Ini punyaku saja."
"Ini saja." Kehebohan pun terjadi lagi. Aku tidak bisa melihat Prilly karena keramaian yang ada di hadapanku, sepertinya dia menyerah untuk memberiku handuk dan minum. Aku sudah mulai risih dengan keramaian yang ada, dan melangkah pergi meninggalkan wanita-wanita itu tanpa menerima apa pun dari mereka. Kuusap kepalaku, menyeka keringat yang ada disana dengan tangan, sambil berjalan ke ruang ganti. Tapi langkahku terhenti melihat wanita yang berdiri tepat didepan ruang ganti. Kutatap dan datar.
"Aku..." bibirnya mulai mengeluarkan kata-kata.
"Aku tau pasti kakak sudah minum dari minuman mereka, tapi kulihat keringat kakak masih ada, terima handuk ini ya?" Lanjutnya lagi.
Seutas senyuman di bibirnya membuat jantungku kembali berdetak cepat. Ada apa denganku? Kutatap dia sesaat sambil mengambil handuk yang di berikannya dan melangkah masuk ke ruang ganti.
"Aku suka, Kakak!!!"
Langkahku terhenti sesaat, dia mengatakan suka segampang itu? Aku masuk ruang ganti, meninggalkannya.
Kenapa ada gadis yang terang-terangan bilang suka kepadaku? Selama bersekolah di sini, aku memang mengetahui banyak yang menyukaiku, namun belum pernah ada yang mengatakannya secara langsung. Ada apa ini? Kenapa aku memikirkan hal itu? Mungkin aku hanya merasa lelah, dan wajar saja dia berkata seperti itu karena masih kelas satu. Otaknya masih sangat anak-anak. Bergegas aku mengganti pakaian kembali ke seragam putih abu-abu. Pelajaran Bu Lina akan segera dimulai, batinku.

***

"Kita mulai pelajaran kimianya ya," ujar Bu Lia sembari memakai sarung tangan.
"Kalian bisa pakai sarung tangan yang telah disediakan," lanjutnya lagi. Aku beranjak dari tempat duduk dan meraih sarung tangan putih karet yang berada di atas meja.
"Kalian boleh pilih pasangan praktek Kalian," jelas Bu Lia. Sontak para wanita mendekatiku.
"Ali, gua sama lo ya," tarik salah satu mereka.
"Gak usah, lo sama gua aja, dia gak pinter,"suara mereka semakin histeris sehingga temanku, Fartan, menengahi mereka semua.
"Ali sama gua!" serunya.
"Dia bisa remuk kalau sama lo semua," lanjut Fartan. Ya, jelas aku memilih setim bareng Fartan lah. Aku tidak mau mereka bertengkar hanya kerena ini.
"Lo sama gua aja ya, Li," tanya Fartan.
"Jelas lah gua sama lo," jawabku sekenanya.
Di tengah praktik pelajaran, lenganku tidak sengaja menyenggol botol kimia hingga jatuh.
"Maaf, Bu, lengan saya tidak sengaja menyenggolnya," sesalku. Botol itu berisi cairan kimia dan banyak serpihan kaca yang bisa saja terinjak, jadi harus segera dibersihkan.
"Iya Ali, kamu tidak apa-apa kan?" tanya Bu Li.
"Tidak, Bu, saya baik-baik saja. Saya ambil alat kebersihan dulu ya Bu," ujarku dan langsung melangkah menuju ruang penyimpanan sapu.
Tiba di ruangan itu, kutarik cepat pegangan pintu dan... pemandangan mengejutkan terhampar di depanku. Prilly sedang terlelap tidur di ruangan sempit tempat biasa menyimpan alat kebersihan. Kenapa dia di sini? Bukankah ini masih jam MOS? Tubuh mungilnya bersandar ke dinding, wajahnya terkena debu-debu yang memang sangat banyak di ruangan ini. Kalau dilihat sepertinya dia kelelahan, wajahnya penuh debu. Apa dia terkena hukuman? Kususuri sekitar ruangan kecil itu, memang sedikit lebih bersih dan barang-barang sudah terletak rapi. Sedikit kududukan tubuhku, kutatap perlahan wajahnya yang terkena debu. Kuraih sapu tangan putihku, kubersihkan debu yang berada di batang hidung dan sekitar wajahnya. Wajah polosnya menghipnotisku, tanpa kusadari kukecup pipinya yang merah merona...
Tersadar dengan apa yang kulakukan, bergegas kuambil sapu dan meninggalkan Prilly yang masih terlelap di ruangan itu, tapi kali ini kubiarkan pintunya terbuka.
Segera kubersihkan pecahan kaca yang berserakan di lantai.
"Biar gua aja, Li." Dan kehebohan terjadi.
"Gua aja, Li, elo duduk aja," salah seorang merebut sapu yang kupegang. Ya mereka mau membersihkan untukku, baguslah. Terlepas dari ini, pikiranku kembali mengingat apa yang baru saja aku lakukan kepada Prilly. Aku pasti hanya merasa dendam karena dia mencium pipiku kemarin. Ya! Mungkin aku hanya merasa ingin balas dendam.

Bel pun terdengar. Artinya, jam sekolah telah berakhir, tapi buku yang kubaca belum sampai halaman akhir. Jadi, aku memilih tetap tinggal di sekolah sesaat,menyelesaikan buku yang kubaca. Buku yang menarik, batinku.
"Kakak lagi baca buku aja cakep lo, kak."
Serasa diajak ngomong sama hantu, aku langsung kaget dan melihat prilly yang sudah duduk di sampingku. Sejak kapan anak ini ada di sini? Aku langsung menutup buku dan bersiap untuk pergi, namun lenganku ditahan olehnya.
"Jangan pergi, kak. Aku tidak akan mengganggu, aku janji, tetaplah di sini," bujuknya.
Aku menatap tangannya yang berada di lenganku.
"Maaf, kak, kakak jangan pergi," dilepasnya cepat tangannya yang ada di lenganku.
Aku kembali duduk dan membuka buku tadi, tapi tentu saja aku sudah tidak bisa fokus lagi dengan bacaan itu.
"

Kakak baca buku apa?" tanya nya pelan seperti takut aku terganggu.
"Struktur Kinerja Bumi," jawabku tanpa melihatnya.
"Oh...Kalau aku suka membaca komik Doraemon,''Katanya kemudian sambil melipat kedua tangan dan menumpukan dagu di sana. Dia benar masih anak-anak, Batinku. Kulirik wajahnya sekilas, dia menatapku terus-menerus sehingga aku tidak mau meliriknya terlalu lama dan mengembalikan pandangan ke buku tebal yang sedang kupegang.
"Mama kakak beruntung ya," gumamnya.Mamaku beruntung?
"Kenapa?" yang aku singkat tanpa melihatnya.
Ditariknya buku yang kubaca hingga jarak bumi cukup dekat saat ini... Kutatap dia datar, apa yang akan dilakukan anak ini? Menyesal kutanya mengapa tadi, kalau seperti ini jadinya. Mata cokelatnya menatapku dalam.
"Ya sangat beruntung memiliki anak sesempurna kakak," Tatapnya pada wajahku.
Matanya seperti menyampaikan kejujuran tentang apa yang dirasakannya.
" Lo bilang lo gak akan ganggu gua?" jawabku sedatar mungkin.
Karena jujur jantungku kembali merasakan gejolak aneh saat mataku melihat pipinya, mengingat apa yang kulakukan tadi. Dengan cepat dia melepaskan buku yang di tahan nya dari tanganku.
"Iya,kak,maaf," cegirnya sambil kembali melipat tangan dan menumpu dagu di meja. Aku kembali menatap buku tebalku dan segerah mungkin menyelesaikan bacaanku hingga lembar terakhir. Usai mataku menyusuri baris terakhir, kututup buku dan segera beranjak dari tempat duduk.
"E...eh, kakak mau ke mana?" tangannya dengan cepat menahan lenganku.
"Gua mau pulang."
"Yah, uda mau pulang ya? Ya udah deh ujarnya kecewa sambil melepas tangannya dari lenganku.
Aku berdiri dan menunggu dia menyingkir dari tempat duduknya. Aku tidak bisa lewat jika dia tidk bisa mnyingkir.
"Kenapa kak?"tanyanya polos. Polos atau bego juga aku tidak tahu.
"Gimana gua bisa lewat kalo lo di situ?"
Dilihatnya aku sekilas. "kalau aku tidak mau menyingkir,bagaimana?"ancamnya.
Cih,gadis ini benar benar menyebalkan. Kugeser meja itu sehingga tanpa dia menyingkir aku tetap bisa lewat.
"Tunggu, kak." Lenganku kembali ditahannya. Tanpa menoleh,langkahku terhenti.
"Aku suka kakak," ujarnya sekilas sambil melepaskan lenganku. Aku sering sekali mendengar kata suka, tapi mengapa saat prilly mengatakan kalimat itu seperti ada sesuatu yang berbeda maknanya. Aku kembali memperpanjang langkahku, meninggalkannya di kelas, dan berjalan menuju parkiran ; mengambil motor besarku lalu melaju pulang.
Tak lama berselang, kuparkir motorku di halaman besar perkerangan rumahku.
"Sudah pulang, Den?" Sapa Mbok Tati sambil mengambil tas yang kubawa.
"Anu... Den... Tuan menyuruh Mbok bilang kalau Den Ali sudah pulang harus menelepon segera,"jelas Mbok Tati. Pasti papa sedang di luar negeri lagi saat ini. Suasana rumah selalu sepi, setiap hari hanya ada Mbok Tati dan pak joni yang bertugas jadi sopir dan merawat kebus.
"Oke Mbok," jawabku singkat dan langsung melangkah ke kamar, kuraih ponselku dan menelepon sekretaris papa.

AJARI AKU MENGENAL DUNIAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang