Hari kedua
"Iwa-nii~"
Uzumi berlari menuju sepupunya sambil meneriakkan nama sepupunya itu. Iwaizumi yang mendengar namanya dipanggil hanya memabalikkan tubuhnya dan menaikkan sebelah alisnya. Menatap bingung adik sepupunya yang satu itu.
Saat Uzumi sudah berada di depan Iwaizumi, menatap Iwaizumi dengan mata yang berbinar-binar dan penuh semangat.
"Iwa-nii! Iwa-nii!"
"Ada apa?" Tanya Iwaizumi dengan nada dingin, merasa sedikit terganggu dengan adik sepupunya tersebut. Ia merasakan hal yang tidak enak, jika adik sepupunya mendatanginya dengan tatapan mata berbinar-binar seperti itu.
"Jangan marah Iwa-nii~ aku kesini hanya ingin meminta sesuatu pada hubunganmu," ucap Uzumi sambil senyum-senyum tidak jelas yang malah membuat Iwaizumi merinding.
"Hei! Kau tidak meminta hal-hal yang aneh, 'kan?"
Uzumi mempoutkan bibirnya. "Tentu saja tidak! Aku hanya meminta agar Iwa-nii pulang bersama sepulang sekolah nanti dengan (Name)-chan, karena biasanya aku pulang bersama dengannya. Tetapi kali ini aku tidak bisa, aku ada eskul sepulang sekolah nanti dan Kaede juga tidak bisa."
Iwaizumi mengalihkan pandangannya dari Uzumi, "Tch. Kenapa aku harus mengantarnya pulang. Dia bisa pulang sendiri."
"Ish. Justru karena dia sangat penakut dan malu, dia pasti akan ketakutan bila dikelilingi oleh banyak orang. Aku mohon Iwa-nii~"
Iwaizumi menghela nafas. Lagi-lagi mengalah dan menuruti permintaan sepupunya. "Baiklah. Nanti akau akan mengantarnya pulang."
"Arigatou Iwa-nii~ kalau begitu aku kembali ke kelas dulu. Jaa na~"
Uzumi meninggalkan Iwaizumi sambil melambaikan tangan. Iwaizumi menatap punggung sepupunya yang pergi menjauh itu. Lalu, berbalik dan berjalan menuju kelasnya.
"Merepotkan."
***
(Name) memasukkan bukunya ke dalam tas, pelajaran terakhir telah usai, kelas sepi karena teman-temannya sudah keluar duluan. Hari ini ia akan pulang sendiri mengingat kedua temannya tidak bisa menemaninya pulang karena ada kegiatan ekstra. Ada perasaan takut di dalam diri (Name) saat memikirkan pulang sendiri.
(Name) mengepalkan kedua tangannya di depan dada, berusaha agar tidak bergantung kepada kedua sahabatnya. Ia harus bisa menghadapi ketakutannya.
Tanpa diduga, saat (Name) ingin berjalan keluar kelas. Iwaizumi sudah berdiri di depan pintu kelas (Name). bersandar pada pintu sambil bersedekap.
"Uh ... kenapa Iwaizumi-senpai berada disini? Apakah aku melakukan kesalahan? Apa Iwazumi-senpai marah, akibat perilaku kemarin?" (Name) ribut dengan asumsi-asumsi yang ada di kepalanya perihal kedatangan Iwaizumi di kelasnya.
Tangan (Name) bergetar, ia memegang roknya erat-erat. Jantungnya berdegup sangat kencang sekali. (Name) dengan takut-takut mendekati Iwaizumi. Kepalanya menunduk menatap lantai kelas.
"(Name)--."
"Maafkan aku soal kejadian kemarin, Senpai! Aku tahu aku salah!" seru (Name) memotong perkataan Iwaizumi sambil membungkukkan badannya 90 derajat.
Iwaizumi sweatdrop seketika. Ia tidak tahu kenapa gadis yang di depannya itu berpikiran seperti itu. Padahal ia sudah melupakan kejadian kemarin dan bersikap biasa saja. Iwaizumi menghela nafas.
"Aku kesini bukan untuk membahas soal kemarin,"
(Name) mengadahkan kepalanya—melihat Iwaizumi. Menunggu laki-laki itu menyelesaikan ucapannya.
"Aku kesini hanya untuk mengantarmu pulang. Aku tahu Uzumi dan Kaede tidak bisa menemanimu pulang hari ini. Jadi ... ya begitulah," jelas Iwaizumi sambil menggaruk bagian belakang kepalanya.
(Name) mengedipkan matanya berulangkali, mencerna ucapan Iwaizumi barusan.
"Ayo cepat! Kalau kau tetap berdiri disitu, aku akan meninggalkanmu!"
Iwaizumi berjalan menyusuri koridor, meninggalkan (Name) terbengong sendirian. Beberapa detik kemudia (Name) sadar dan menyusul Iwaizumi.
***
(Name) berjalan di samping Iwaizumi atau lebih tepatnya berlari, karena (Name) harus menyesuaikan langkahnya yang kecil dengan langkah Iwaizumi yang besar. Ia sedikit berlari saat jarak antara dia dan Iwaizumi sedikit jauh. Ia ingin bilang kepada senpainya itu bahwa langkahnya terlalu cepat, tetapi (Name) terlalu takut untuk mengatakan hal tersebut.
Sedikit kewalahan karena berusaha menjajarkan langkahnya dengan Iwaizumi, sampai-sampai (Name) tidak sadar ia menabrak seseorang yang lewat di sampingnya—menyebabkan dia mundur ke belakang.
"Apakah kau tidak apa-apa?" Tanya orang yang ditabrak (Name).
"I-iie, aku tidak a-apa-apa. M-maaf telah menabrakmu," ucap (Name) sambil memeluk tasnya erat-erat. Berbicara dengan orang yang baru ia kenala membuatnya gugup. (Name) berharap agar orang itu tidak bertanya lebih lanjut dan memilih pergi.
Sesuai harapan. Orang itu pergi detelah mengetahui bahwa (Name) tidak apa-apa. (Name) menghembuskan nafas lega. Lalu, ia memandang sekitar untuk mencari eksitensi Iwaizumi.
Iwaizumi tidak ada.
(Name) tidak melihat eksitensi Iwaizumi dimanapun—di gerombolan lautan manusia ini. (Name) tidak dapat menemukan keberadaan laki-laki itu.
(Name) langsung berjongkok—memeluk tasnya erat-erat. Perlahan-lahan air mata keluar dari pelupuk matanya. Ia sangat takut bila dikelilingi banyak orang seperti ini.makanya, ia selalu berangkat dan pulang sekolah bersama kedua sahabatnya. Beruntungnya mereka juga tidak mengeluhkan hal tersebut.
"Hiks ... hiks...."
Air mata berjatuhan. Tubuh (Name) bergetar, ia sangat takut sekali, sangat. (Name) tidak menyalahkan Iwaizumi yang meninggalkannya sendirian. (Name) berpikir bahwa dialah yang salah karena kurang berhati-hati. Lagipula siapa dirinya? Meskipun Iwaizumi menjadi pacarnya selama 7 hari, tetapi ia hanya membantu dirinya bukan menjadi pacar yang sesungguhnya.
Di tengan (Name) yang menangis, sebuah suara membuat (Name) menghentikan tangisannya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Suara itu..." (Name) mendongakkan kepalanya dan melihat Iwaizumi berdiri di depannya.
Iwaizumi melihat mata (Name) yang berlinang air mata. Sepertinya ia tahu kenapa Uzumi san Kaede selalu bersama (Name). Menghela nafas, Iwaizumi mengulurkan tangan pada (Name).
"Ayo bangunlah!"
Dengan air mata yang masih berlinang, (Name) menerima uluran tangan Iwaizumi.
Iwaizumi mengalihkan pandangannya dari (Name), "Pegang tanganku saja agar kau tidak tertinggal jauh di belakangku, aku akan memperlambat langkahku. Kalau langkahku sangat cepat, seharusnya kau memberitahuku bukannya diam saja. Katakan saja apa yang ingin kau ucapkan."
(Name) terkejut dengan ucapan Iwaizumi, pelan-pelan pipi (Name) bersemburat merah—(Name) menundukkan wajahnya.
"Maaf."
Iwaizumi menatap (Name) dan menepuk pelan kepala gadis itu sambil tersenyum tipis.
"Bukannya aku marah padamu atau apa. Aku hanya membantumu agar kau tidak terlalu malu atau takut berbicara untuk mengungkapkan apa yang kau rasakan. Ayo cepat jalan sebelum malam."
Mereka jaaln berdua sambil berpegangan tangan. Perlahan-lahan (Name) memandang Iwaizumi kagum.
***
sC,
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Boyfriend in 7 Days (Hajime Iwaizumi)
FanficBe My Boyfriend in 7 Days Iwaizumi Hajime Version "Jadilah pacarku selama 7 hari" Keseharian antara para chara HQ dalam menjadi kekasih seorang (Name). Sebuah kisah manis dan duka mereka rasakan. Akankah mereka bersatu selamanya? Atau merek...