Aku dan Reyna memasuki pelataran sebuah rumah tua beberapa jam setelah perburuan kami. Sekarang nyaris subuh, terlihat dari cakrawala yang mulai terang. Aku mendesah, malam terasa begitu cepat berlalu. Aku lalu menatap rumah tua itu. Sekilas ini hanyalah rumah tua bobrok dengan gaya abad pertengahan yang nyaris tidak bisa dikenali lagi. Tapi bagi kaum kami, ini adalah pintu masuk menuju ‘rumah’ kami yang sesungguhnya. Kami sengaja memilih beberapa lokasi untuk dijadikan ‘gerbang’, terutama lokasi yang manusia enggan memasukinya. Contohnya saja rumah tua ini. Tamannya semrawut. Tembok-temboknya retak disana-sini. Catnya kusam. Kebanyakan jendela-jendelanya sudah pecah, dan gorden putih tua dibiarkan tergantung didekatnya. Sekilas seperti bayangan hantu yang berkelebatan di dalam rumah ini. Membuatnya terkesan horror. Manusia yang penakut sebaiknya segera enyah dari sini.
Aku membuka sebuah pintu ganda dan mendapati seseorang telah berdiri di tengah ruang tamu yang remang-remang, menunggu kami. Seorang pria tua dengan pakaian berupa jas berbuntut khas pelayan menyapa kami.
“Selamat datang, Tuan Michael dan Nona Reyna,” ujarnya sopan.
Aku balas mengangguk. “Buka portalnya, Marcus,”
Marcus membungkuk, lalu menghilang. Terdengar bunyi gir-gir raksasa yangberderak berputar dari bawah lantai. Seisi rumah itu seakan bergoyang. Bergetar seolah terkena gempa. Setelah getaran itu berhenti, di tengah ruang tamu itu sekarang telah menganga sebuah lubang hitam yang tak kelihatan dasarnya. Reyna melongok ke dalam lubang itu.
“Jujur, ya, aku paling benci kalau lewat jalan yang kayak begini,” cibirnya.
Aku hanya memutar bola mataku,”Berhentilah mengeluh, ini jalan yang paling dekat dengan ‘rumah’, ”. Lalu aku melompat ke dalam lubang itu.
Awalnya yang ada hanyalah kegelapan pekat untuk beberapa saat. Sampai kemudian beberapa titik cahaya menyambutku di depan. Titik-titik itu adalah lampu, yang menuntun kami melalui terowongan ini menuju ‘rumah’. Tapi lampu-lampu itu terlihat hanya berkelebat saja di dalam pandanganku. Beberapa saat lamanya kemudian aku telah tiba di ujung terowongan. Sebuah kilasan cahaya di ujungnya membuat mataku silau untuk sesaat.
Mungkin kau takkan pernah percaya, bahwa di bawah kakimu, sebuah kaum kuno, telah membangun peradabannya disini. Disini, di perut bumi, ratusan meter dalamnya, tempat kami menyembunyikan diri dan menjaga kerahasiaan kaum kami selama ribuan tahun.
Di sebuah cerukan raksasa, berdiri sebuah kastil yang besarnya mungkin 3 kali Istana Buckingham (berharap aku dapat mengunjunginya lagi, darah manusia di sana cukup lezat). Kastil hitam berbentuk segi lima (seperti gedung pentagon), diterangi cahaya-cahaya yang berkelipan dari jendela yang terbuka di sisi-sisinya, jumlahnya ratusan di seluruh penjuru kastil. Dengan menara-menara berujung lancip yang seakan menopang berat bumi di atasnya, berdiri kokoh di setiap sudutnya. Puncak-puncaknya dijaga oleh beberapa dari kaum kami. Mencegah ‘pemburu’ ataupun ‘tamu’ masuk ke ‘rumah’ tanpa izin. Di langitnya, beberapa makhluk terbang berkelompok mengelilingi satu puncak menara. Sekilas makhluk itu memiliki bentuk tubuh seperti manusia, hanya saja mukanya mirip kelelawar, hidungnya pesek, cuping telinganya panjang serta sayapnya menyatu dengan lengannya. Salah satunya menoleh padaku dan menyapaku dengan sebuah cicitan melengking. Aku membalasnya dengan tersenyum sambil menganggukkan kepalaku.
Terdengar bunyi sayap yang dikepakkan di belakangku. Rupanya Reyna sudah mengeluarkan sayapnya. Dia terbang meluncur ke arahku yang jatuh bebas ke tanah. Dengan kedua tangannya dia meraih bahuku dan membawaku ke bagian tengah kastil yang terbuka. Di tengahnya, terdapat sebuah lapangan dimana puluhan orang, seperti kami, berjubah hitam berjalan lalu lalang tanpa mempedulikan kami yang terbang mendekat. Hanya satu di antara mereka, yang menengadah menatap kami. Tapi wajahnya tak terlihat karena tertutupi tudung jubahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Of Blood and Sword
FantasiPernahkah kalian merasa, satu hari saja, berada dalam mimpi yang begitu indah sehingga kalian akan memohon untuk tidak segera terbangun dari mimpi itu. Aku yakin kalian pernah . Aku juga pernah kok. Hanya saja, mimpiku kali ini adalah mimpi buruk...