Rumah Sakit

20 1 9
                                    

Cuaca sedang mendung dan tidak bersahabat. Angin semilir menerbangkan apapun yang dilalui. Mungkin karena memang ini sedang masuk musim penghujan. Aku terus melajukan motorku di tengah padatnya jalan raya ibukota negara ini.

Macet selalu menjadi ciri khasnya. Sampah yang berserakan apalagi.

Namun, entah mengapa pendatang baru selalu berdatangan. Data penduduk selalu padat setiap tahunnya. Produktivitas angka kelahiran berantakan. Membludak ke mana-mana. Jika tetap seperti ini, aku jamin nanti di masa depan akan ada program imigrasi secara besar-besaran.

Pagi ini aku berencana untuk menemui orang yang telah menyewa jasaku tadi malam. Yah memang ini terdengar tidak wajar karna sebagai anak SMA aku telah menggeluti pekerjaan yang bahkan tergolong kriminal. Tapi mau gimana lagi. Namanya juga hobi.

Aku terus menelusuri jalanan kota yang macet ini dan sampailah aku di sebuah gedung yang cukup tinggi dan megah. Dengan pilar-pilar besar yang menopang atapnya. Para staf karyawan hilir mudik masuk dan keluar. Jajaran mobil mewah pun juga tak luput dari pandangan di area parkirnya.

Setelah bertanya pada resepsionis di mana letak ruangan bos besar di sini, aku pun lantas bergegas menaiki lift menuju ruangan yang ku tuju yang ternyata berada di lantai paling atas.

Lift terbuka, dan terpampanglah ruangan besar dengan cat dominan abu-abu dan coklat. Arsitekturnya begitu indah dan wah

Aku berjalan melewati seorang wanita yang aku duga adalah seorang sekretraris menuju ruangan di depaku.

Setelah mengetuk dan seseorang dengan suara beratnya mempersilahkan, aku lantas masuk ke dalam.

Aura dingin langsung menyelimutiku. Dengan ruangan berdomisili cat berwarna hitam.

Pria bersetelah jas itu mendongkakan kepalanya menatapku tajam. Auranya begitu kental tapi itu tak masalah denganku.

"Apa ada tugas lagi yang Anda inginkan untuk saya kerjakan?" tanyaku tanpa basa basi. Pria itu hanya menatapku tanpa ekspresi.

"Seharusnya Anda hanya perlu menelephon bukan malah menyuruh saya datang ke tempat ini."

"Well, tak kusangka kau ternyata masih bocah remaja. Ku kira kau adalah pria berumur yang dengan senang hati menekuni pekerjaan gelap ini. Tapi, aku suka pekerjaanmu. Begitu rapi dan memuaskan. Sesuai janjiku ini uangnya." Dia menyodorkan sebuah amplop coklat tebal ke arahku. Dan aku pun lantas menerimanya dengan senang hati.

"Tapi tentunya aku tak sekedar mengundangmu ke mari hanya untuk menyerahkan bayaranmu. Aku punya satu tugas lagi untukmu," lanjutnya sambil menatapku dalam. Dia menyodorkan selembar foto yang kemudian membuatku terpaku seketika.

Seorang gadis dengan balutan dress merah muda sedang tersenyum. Enji. Iya Enjilah gadis yang ada di foto itu.

Aku menatap pria di depanku dengan diam. Mencoba menetralkan rasa terkejutku.

"Apa yang harus saya lakukan kepada gadis yang ada di dalam foto itu," tanyaku kepadanya.

"Hancurkan dia dan keluarganya. Simple bukan," ucapnya menyeringai. "Hancurkan secara perlahan. Buatlah mereka menderita. Tetapi jangan kau bunuh mereka. Hanya itu tugas yang aku berikan. Jika kau berhasil dan kerjamu bagus. Aku akan memberikan uang yang berlimpah kepadamu."

"Akan aku coba."

Setelah itu, aku pun lantas beranjak dan pergi meninggalkan gedung perusahaan ini. Melaju dengan kendaraanku membelah ramainya ibukota ini.

Saat aku sedang melaju dengan kecepatan sedang. Tiba-tiba aku melihat gadis itu turun dari angkot di depan sebuah rumah sakit. Ku belokkan motorku ke arah rumah sakit dan setelah ku parkir, aku lantas masuk mengikitinya.

Dia tampak berjalan dengan santai  sambil sesekali tersenyum dan menyapa para perawat seakan sudah sering mengunjungi tempat ini.

Ku lihat dia masuk ke salah satu ruangan yang bertuliskan Dokter Spesialis Penyakit Dalam.

Karna memang akan menjadi tidak sopan atau aneh, maka aku berniat untuk tanya kepada suster yang menjaga area ini.

"Maaf, Sus. Mau tanya siapa gadis berpakaian merah muda yang barusan masuk ke ruangan itu?" tanyaku sambil menunjuk ruangan yang yang tadi Enji masuki.

"Oh gadis tadi adalah nona Enji. Dia termasuk pasien tetap rumah sakit ini," jelas perawat itu.

"Kalo boleh tahu dia sakit apa, ya?"

Perawat di depanku tampak menimbang untuk menjawab pertanyanku.

"Maaf sebelumnya. Ada hubungan apa Anda dengan pasien?" tanya perawat itu menyelidikiku.

"Saya sepupunya dan saya ingin mengetahui apa penyakit yang di derita oleh dia," jelasku mencoba mencari alasan.

"Baiklah kalo begitu. Nona Enji merupakan pasien tetap di rumah sakit ini dan harus mendapatkan perawatan secara khusus dan intensive karena penyakit AIDS yang di deritanya," jelas perawat itu yang langsung membuatku tertegun.

Apa? AIDS?

Apakah ini alasan dia tak pernah sedikitpun terlihat di keramaian dan bersama orang-orang?

Tapi, kenapa harus penyakit itu. Entah aku tidak mengerti mengenai respon tubuhku ini, yang kutahu aku shock dan bingung. Gadis itu bahkan terlihat polos dan baik hati. Sedangkan penyakit yang di deritanya terlalu bertolak belakang dengannya.

Aku keluar dari rumah sakit dan mejukan motorku dengan kecepatan penuh. Tak perduli dengan makian orang di sekitarku. Tapi yang kutahu, untuk pertama kalinya aku merasa kacau hanya karena seseorang.






TBC

Maap buat yang udah nunggu lama cerita ampas ini di publish. Sebenernya gak ada niatan buat nglanjutin. Di karenakan kesibukan di dunia nyata dan gak tahu harus bikin cerita ini gimana. Tapi makasih banyak buat fizelainez_zs yang udah semangatin aku buat lanjutin cerita ampas ini.

Ke depannya aku usahain publish terus tiap minggunya

Semarang, 10 Juni 2018

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stay Away!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang