ToD

225 20 5
                                    

"Guys, gimana kalau kita main ToD?" empat orang yang sedang sibuk memindahkan makanan ke dalam perut langsung menghentikan aktivitasnya. Sesaat mereka saling pandang. Hingga suara bernada sarkas itu memecah keheningan.

"Mainan jaman kapan tuh?" setelah itu ia kembali memakan makanannya tanpa menunggu responnya temannya.

"Menurut gue gak ada salahnya sih," ucap perempuan yang menggunakan bandana berwarna biru. "Ini kan hari terakhir ujian. Jadi kita gak harus cepat pulang buat belajar," sambungnya lalu kembali memakan makanannya.

"Gue juga setuju. Tapi mainnya jangan disini," kini mereka menatap satu-satunya orang yang belum memberikan komentar. Termasuk Azeya. Walaupun sudah tiga orang yang setuju, dia tetap berharap pada Nina.

"Oke. Di rumah gue," dan harapannya hancur. Satu lawan empat, pasti kalah bukan?

***

Mereka sudah sampai di rumah Nina. Tepatnya kamar Nina. Setelah mengambil posisi yang nyaman, mereka pun mulai memutar botol. Yang pertama kali memutarnya adalah Rita. Orang yang mengusulkan permainan. Botol itu memutar dan perlahan berhenti ke arah Riri.

"Oke, Ri. Lo pilih apa?" tanya Vika semangat.

Riri membenarkan bandananya. Terlihat berpikir sebelum akhirnya berkata dengan yakin.
"Dare."

"Kalo gitu gue tantang lo satu hari gak pake bandana. Dan itu berlaku buat besok. Pas class meeting," ucap Rita semangat. Semakin semangat lagi saat melihat wajah Riri yang mulai gelisah.

"Kok gitu sih? Lo pada tau kan kalo gue itu gak bisa gak pake bandana. Jangan yang itu lah," seperti yang diduga, Riri pasti menolak.

"Atau lo mau tantangan bilang 'i love you' ke Ridho?" kata Vika yang puas saat melihat wajah Riri yang semakin bingung. Pasalnya Ridho adalah anak culun yang selama ini terang-terangan mengejar Riri. Bilang 'i love you' ke Ridho sama aja dengan menyuruh Riri meminum jus wortel, buah yang dibencinya.

"Oke, gue bakalan gak pake bandana besok," jawab Riri lesu yang langsung disambut teriakan bahagia dari Rita dan Vika. Bahkan mereka sudah berjanji akan mengambil banyak foto di hari bersejarah itu. Hari dimana Riri tanpa bandana.

Hanya Nina yang berbaik hati pada Riri. Dia menepuk bahu Riri, menyemangatkan. Sedangkan Azeya hanya menatap datar semua itu. Dia memang penasaran bagaimana Riri tanpa bandana. Tapi truth or dare melenyapkan seluruh rasa penasaran itu. Yang ada hanya bad mood.

"Oke gue putar ya?" tanya Riri lesu. Botol itu berputar dan berhenti tepat kearah Azeya. Azeya langsung memutar bola mata malas saat tahu botol itu mengarah ke arahnya.

"Oke, Zey. Truth or dare?" tanya Vika karena Azeya hanya diam saat melihat botol itu mengarah padanya.

"Jujur," ucap Azeya malas.

"Cowok yang lo suka?" tanya Riri yang langsung dibalas oleh helaan napas lelah Azeya.

Pertanyaan itu lagi. Batinnya kesal. Seakan jika dia memilih jujur tidak ada pertanyaan lain yang bisa ditanyakan.

"Jangan menghindar, Zey. Masa sih lo gak mau jujur sama kita-kita?" tanya Vika pelan karena Azeya tidak kunjung menjawab.

Mereka semua tahu Azeya kurang suka pada permainan ini. Apalagi jika pertanyaannya seperti ini.

"Oke, gue bakalan ceritain sejelas-jelasnya. Tapi mungkin agak lama dan permainan kita harus terhenti sementara," kata Azeya menyerah. Ia menatap teman-temannya, meminta persetujuan.

Semua mengangguk antusias. Bahkan Nina yang dari tadi diam juga menatapnya antusias. Riri yang tadi keliatan lesu sedikit sedikit bersemangat saat mendengar penawaran Azeya.

Azeya menghela napas, lalu mulai bercerita. "Jadi gini, mungkin lo pada penasaran karena gue sama sekali gak pernah bicarain cowok yang gue suka."

"Memang penasaran. Bukan mungkin lagi, Zey," ralat Rita. Ia mengambil boneka Minnie Mouse Nina dan memeluknya lalu mencari posisi yang nyaman untuk mendengarkan cerita Azeya.

"Iya, memang penasaran," ralat Azeya. "Semua itu ada alasan. Alasan yang sama dengan gak sukanya gue sama permainan ini. Itu semua ... karena dia."

"Dia?" tanya Nina

"Iya. Ini semua karena Nino."

[]

Hai...
I'm comeback with new story 😀

Aku tahu kok Not Nerd (again) udah berbulan-bulan aku telantarkan. Aku juga tahu besok masih UN. Tapi tangan aku udah gatel buat nge-publish cerita.

Sebelum aku lanjutin Not Nerd (again) dan nge-publish cerita baru, aku putuskan buat nge-publish cerita ini dulu.

Aku publish cerita ini karena ini cuma short story yang mungkin paling banyak cuma tiga chapter. Soalnya aku butuh latihan lagi setelah hampir empat bulan hiatus nulis.

Pokoknya gitu deh...
See you in next chapter!

TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang