Lama lama aku merasa sedikit kehabisan oksigen. Aku membuka mataku dan melihat langit langit.
Aku dimana?
Aku terbangun dan menyadari bahwa aku masih di dalam mobil. Sudah berapa hari dia meninggalkanku di dalam mobil yang mati ini. Bagaimana jika aku kehabisan oksigen? Aku tak mau mati terkurung di mobil. Mati konyol tepatnya.
Wat da heck! It's his villa? Or his home?! It's too Big, as your fvcking dic- nah!
Aku menatap ke belakang dan barang barangku di belakang. Aku berkaca sebentar. Memastikan apakah ada jejak air mengalir di sekitar bibirku. Setelah aku yakin aku tidak memilikinya aku memberanikan diri keluar.
Duk!
Ouch. What's that?!
"Huwaaaa huwaaa huwaaaaa!!!"
"Ets, shh, shhh..." aku mulai panik, sepertinya aku membuka pintu dan membuat anak ini mengetok pintu dengan kepalanya. Ralar aku yang mengetok kepala anak itu dengan pintu. Aku ga bisa keluar dan membuka pintunya, hanya dapat melihatnya nangis dari celah pintu ini. Ah! Aku ada cara menenangkannya.
"A little girl, dont cry, dont cry, dont you dare to cry, or i'll kill you," oke itu lagu yang dinyanyikan pamanku waktu aku masih kecil. Bagaimana ini? Dia semakin menangis! Apakah kata membunuh sangat mengerikan.
Lagu lain mungkin akan membantu, ini lagu buatan Ren saat aku menangis di umur 10 tahun ke atas.
"There is a crazy girl, she'll pick you up if you wont stop your crying, there is a cra-"
"Hell, itu bukan lagu untuk menenangkan anak anak!" ujar seorang lelaki. Aku yakin sekali itu adalah si turis. Cukup tampan dengan baju kaus lengan panjang krem dan celana hitam panjang, tak lupa syal hitam yang melingkar di lehernya. Dia menggendong anak itu, menyenandungkan lagu, mengusap kepalanya, menunjuk hamparan salju, dan pohon ek yang sudah layu daunnya, gudang gudang yang sepertinya adalah tempat penyimpanan makanan
Lalu aku yakin, ini lahan milik turis itu. Yah, aku memang turis disini, lalu aku harus memanggilnya apa? Baby? Ewh, it's disgusting.
Aku keluar dan berdiri di samping lelaki itu, anak perempuan itu menatapku lama, lalu, memasang wajah ingin menangis.
Apa aku memang sekriminal itu?
Untung si turis sadar dan menutup matanya dan membisikkan sesuatu hingga anak itu tersenyum lebar, turun dari gendongan hangat itu dan berlari menjauh mengibar ngibarkan rambut pirang panjangnya itu. Aku cemburu ada anak perempuan secantik itu, walaupun giginya berantakan.
"Well, it's your house, villa, mansion, or kingdom?" tanyaku asal dibarengi kekehan. Dia ikut ikutan. Plagiator.
"Ini rumah keluargaku, sekalian peternakan dan perke-bunannya, cukup luas juga," ujarnya gampang.
"Oh, jadi ini di desa," ujarku sambil melihat ke sekeliling sekali lagi.
"Ya, bisa dibilang desa lah, eh, sudahlah, aku kedinginan, ayo masuk, aku bantu kau mengangkat barangmu," jelas Turis itu sembari tersenyum canggung. Sudah biasa, banyak lelaki akan canggung jika bertemu denganku. Haha, too arrogant.
Dia membantuku mengangkat barang barang dan dia tampaknya senang. Saat dia berbalik aku menatap wajahnya, dan tertegun.
Stop it Ella!
Aku ingin mengangkat sesuatu, dan tampaknya nihil. Dia sudah mengangkut semuanya.
Eh, aku baru teringat, perasaan tidak ada garis deh yang memisahkan alisnya. Namun, apa tadi? Kenapa tiba tiba ada. Yah, aku juga ga peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost in England [J.B]
RomancePublish 13052017 10.08 Maybe finish 20-30 part? Just read and enjoy! CMIIW! ________________________________________________ Oh God! Kapan ini berakhir? Kakiku mulai kedinginan, aku harus melakukan sesuatu. Kutatap koperku, lalu beralih menatap nan...