BAB 1

144 87 107
                                    

7 Januari 2011

Kau terlalu menyalahkanku atas segalanya.
Padahal kau paham benar bahwa mereka lah penyebabnya.
Kenapa tak kau lampiaskan saja pada mereka?
Kenapa aku?
Orang-orang itu saja.
Jangan aku.
Nanti kau menyesal, loh.

***

RARAE melepas helm pink terang miliknya cepat. Setelah turun dari motor super-gede milik Abang-nya, ia menggoyang-goyangkan kepalanya dan mengusap wajahnya serta menyingkirkan beberapa helai rambut yang menusuk matanya.

"Duit bensin mana?" ucap laki-laki dihadapan Rarae sambil memasang wajah memelas andalannya. Telapak tangannya terbuka keatas. Pose mengemis. Rarae berdecih jijik. Padahal tiap hari Mama nya selalu memberikan uang bensin ekstra untuk antar-jemput Rarae tapi Si Sialan ini memang dasar sialan.

"Nanti seka-" belum sempat Rarae selesai bicara, cepat-cepat Abang memutus omongannya, "Enggak ada nanti-nanti. Sekarang." Perintahnya. Aksi sok galaknya itu dilengkapi dengan gaya tangan bersidekap.

Rarae berdecak malas. Kalau bukan karena terlambat banget, Rarae bakal protes dan berdebat dulu sama Si Sialan ini. Dengan enggak rela, Rarae merogoh saku baju-nya.

"Nih, gopek dulu. Sisanya nanti," Rarae langsung kabur. Ia melambai-lambaikan tangannya sambil menjulurkan lidah mengejek, lalu melanjutkan, "Jemput jam 3 ya, Bang. Kalau telat gak gue bayar!" teriak Rarae. Dalam hati ia tertawa, Abang nya itu pasti sedang misuh-misuh enggak jelas.

"Heh cepet! Malah ngobrol!" suara pria paruh baya menginterupsi Rarae. Rarae sekarang sadar bahwa sedikit lagi gerbang akan ditutup. "Kang Daesung! STOP!" jerit Rarae histeris.

Kang Daesung itu nama panggilan anak-anak sekolahan. Nama aslinya Suhut. Cuman, karena dia orang Sunda jadi dipanggil dengan embel-embel 'Kang'. Dan karena murid-murid disini kebanyakan fangirling sama oppa, termaksud Rarae by the way, mereka akhirnya memutuskan untuk memanggil satpam tersebut dengan sebutan Kang Daesung. Kang Daesung adalah salah satu member Big Bang. Meskipun awalnya Rarae gak suka dengan panggilan itu (karena Rarae gak suka Big Bang, ia lebih suka EXO), tapi lama kelamaan ia ikut gatel juga untuk memanggil satpamnya itu dengan sebutan 'Kang Daesung'.

Yang dipanggil Kang Daesung menutup kedua telinganya menghindari suara cempreng milik Rarae. Matanya menyalak tajam seolah-olah siap menerkam siapa saja yang terlambat. Padahal aslinya tuh, Kang Daesung enggak gitu. Ia pura-pura galak karena diujung sana ada Kepala Sekolah. Eh, kepala sekolah!

Rarae buru-buru nyumput dibelakang tubuh Kang Daesung ketika menyadari hal itu. Kalau ada kepala sekolah, itu artinya pertanda buruk dan urusannya bakal panjang plus ribet.

"Eh! Eh! Ngapain ini!" Kang Daesung risih sendiri. "Sssh! Diem," Rarae menaruh telunjuknya di depan bibir mungilnya.

"Woy, Bocil! Ngapain lo?" tiba-tiba Si Brengsek, Rikat, entah bagaimana muncul di belakang Rarae sambil jerat-jerit. "Diem, bego!" Rarae melirik sedikit kearah kepala sekolah, sekadar memastikan kalau suara Rikat tadi enggak membangunkannya dari acara baca koran diseberang sana.

"Duh! Kang gimana nih?" Rarae panik sendiri. Bingung harus apa. Alhasil, ia merajuk-rajuk sama Kang Daesung.

"Lewat belakang aja sono. Gak bakalan ada guru yang jaga. Selaw," itu suara Kang Daesung. Ia memang terkenal gaul disini. "Noh, barengan sama ni bocah," Katanya lagi. Mata Rarae membelalak lebar. Jijay bombay harus barengan sama Rikat.
Rarae segera memasang wajah jijik kearah Rikat. Rikat membalasnya dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Tidodi...," itu siulan khas Rikat. Pasti bentar lagi dia mau cari gara-gara. Beneran deh, siulannya itu pertanda buruk. Rikat menggeleng-gelengkan kepalanya, "Rikat? Bareng sama..." ia menggantung kalimatnya sambil berpikir, "Siapa nama lo?" Rikat bertanya kepada Rarae dengan muka polos. Tuh 'kan siulannya itu memang pertanda buruk.

The Black DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang