4th

93 16 5
                                    

/annoying/

Ketika Kanaya menoleh ke sebelah kiri, ia melihat Thalia datang menghampiri dengan membawa dua mangkuk berisi bakso di kedua tangannya. Sementara di belakang Thalia, Jasmine membawa dua gelas plastik berisi es teh manis yang salah satunya sudah tinggal setengah. Dua perempuan itu berjalan dengan mudah melewati beberapa orang yang memenuhi jalan sampai jarak mereka dengan meja tinggal satu meter lagi.

"Gue nggak mood untuk makan sama sekali," eluh Sacha sambil menopang sisi wajahnya dengan tangan kiri. "Mau tidur aja."

"Yuhuuuu! Bakso datang!" Thalia langsung menaruh satu porsi bakso itu di depan Sacha kemudian duduk di sebelahnya. "Ca, lo harus makan. Inget lomba sebentar lagi, jangan loyo gini!"

"Lo nggak makan juga?" Jasmine bertanya pada Kanaya yang sedari tadi hanya diam saja memperhatikan teman-temannya. "Ca, makan!"

Kanaya melirik ke arah tukang siomay, lebih tepatnya ke arah Andrea yang sedang mengantri. "Itu lagi dipesenin batagor sama Rea." Kanaya kembali menatap Sacha yang sekarang memperhatikan baksonya dengan lesu. Ia tahu betul mengapa sahabatnya itu menjadi lesu mendadak seperti ini. Selain karena tubuhnya lelah dengan latihan modern dance terus menerus, hatinya juga lelah dengan manusia yang bernama Rio Adiputra yang terus-terusan mengusik Sacha.

Kemarin malam, conference chat dirinya dan teman-temannya itu langsung penuh dengan curhatan Sacha. Kanaya sudah hampir tertidur ketika ponselnya berbunyi terus-menerus, namun rasa kantuknya langsung tergantikan dengan rasa penasaran begitu Sacha bercerita tentang Rio.

"Gue ngerti, sih, gimana perasaan lo pas tau Rio jalan sama Jihan. Tapi jangan lo pikirin bener-bener lah, kali aja mereka emang ada urusan? Kita semua juga tau, kan, kalau Rio jalan sama siapa aja juga jadi." Thalia kembali menyemangati Sacha untuk yang kesekian kalinya sambil mengusap-usap punggung perempuan itu.

"Ya, tapi kan—"

"Lagi pada ngapain, nih?"

Keempat perempuan itu langsung menoleh ke sumber suara. Kanaya yang tadinya fokus memperhatikan Sacha langsung merubah posisi duduk begitu melihat Arbi berdiri dengan sepiring makanan dan segelas es teh di tangannya. Begitu mata Arbi bertemu dengan mata Kanaya, perempuan itu langsung menunduk sambil mengigit bibir bagian dalamnya.

"Ye, apaan, sih?" sahut Thalia, jengkel.

"Galak amat?" Arbi tertawa. "Gue nggak bakal dengerin Sacha curhat, kok, cuma mau duduk sini aja."

Mendengar itu, mereka semua langsung merasa tidak enak. Terlebih lagi Sacha yang sekarang benar-benar merasa malu karena kata-kata Arbi tadi. Begitu Thalia ingin membuka mulut lagi, berniat mengusir Arbi pergi, cowok itu malah duduk di sebelah Kanaya sambil melipat tangannya.

"What are you doing here?!"

"Mau ngobrol sama dia."

Kanaya langsung menoleh sekilas begitu jari Arbi menunjuk persis ke arahnya. Ia otomatis bergeser sedikit dan menundukkan kepalanya lagi. Perasaannya jadi tidak enak sendiri dengan situasi ini. Duh, ini cowok apa-apaan, sih?

Arbi mendorong piring berisi batagor dan segelas es teh ke depan Kanaya. Kanaya melirik makanan itu, lalu menatap Arbi yang menatapnya lurus-lurus.

"Buat lo."

Kanaya melirik teman-temannya. "Gue?"

"Iya, buat lo."

Melihat wajah Arbi yang tidak bercanda, Kanaya mengambil piring itu dan menjawab dengan kaku. "Makasih."

"Sama-sama," kata Arbi lagi. "Andrea kebelet pipis katanya, jadi gue yang bawain ke sini."

Kananya memaksakan senyum dan mulai mengaduk-aduk batagornya. Dalam hati ia merutuk sebal pada Andrea yang malah menghilang di saat seperti ini.

Time to RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang