3rd

138 17 4
                                    

/inner circle/

Setelah tiga hari meliburkan diri di rumah, kedatangan Kanaya ke sekolah pagi tadi membuat beberapa orang penasaran dengan alasan mengapa ia tidak masuk sekolah. Tapi Kanaya hanya membalas mereka dengan gelengan kepala, senyuman, atau bahkan diam saja. Thalia yang melihat Kanaya seperti orang bisu itu jengkel juga. Ia tahu Kanaya pemalu, tapi... "Ya, nggak gini juga kali!" serunya dengan jengkel ketika Kanaya membuka buku tulisnya.

"Ih, terus gue harus ngomong apa?" balas Kanaya dengan bingung karena Thalia malah jadi marah-marah. "Gue, kan, nggak mau kasih tau mereka kenapa gue nggak masuk."

Thalia mengusap wajahnya dengan heran. "Tinggal bilang gitu, elo sakit. Nggak bakalan juga mereka nanggapin berlebihan ke lo. Please deh Nay, stop malu-malu tai ayam kayak gini. Lo itu apa, sih?"

Kanaya terdiam mendengar itu, lalu perlahan ia menggeleng. "Bukan apa-apa."

"Nah! You're nothing!" seru Thalia lagi. "Jadi mulai sekarang stop berpikir kalau lo itu bakal jadi perbincangan banyak orang, bakal jadi bahan lelucon orang, bakal jadi topik utama gossip di sekolah ini. Lo itu bukan apa-apa, biasa aja."

***

Thalia menatap Kanaya yang berdiri di depan lokernya. Selama tiga mata pelajaran berlangsung tadi, ia merasakan aura yang berbeda dari Kanaya semenjak perempuan itu kembali masuk ke sekolah. Rasa bersalah seakan menggerogotinya karena ucapan itu keluar dengan lancar dari mulutnya.

"Udah, lah, jangan ngerasa kayak gitu. Mungkin dia lagi ada masalah?" kata Jasmine berusaha menenangkan sahabatnya. Ia mengelus-elus pelan bahu Thalia. "Gue malah seneng lo bilangin dia kayak gitu. Kali aja dia bisa sadar dan nggak se-tertutup itu sama orang lain."

Thalia menghela napas. "Tapi kayaknya kata-kata gue jahat banget."

"Ya, itu emang udah kebiasaan lo ngomong jahat, bego!" sahut Andrea sambil menutup loker. Ia bersandar di lokernya dan menatap Thalia juga Jasmine di depannya. "Orang itu beda-beda, nggak bisa lo sama-samain. I know Kanaya emang tertutup banget-banget-banget tentang dirinya sendiri, tapi di sisi lain dia juga berani buat ungkapin apa yang ia rasa janggal dari hal-hal di sekitarnya. Lo juga orangnya sassy abis, batu abis, cuek abis, galak apalagi! Tapi di sisi lain lo itu nggak seberani dan secuek itu, kan, Thal? We all have two sides, the one we let people see and the one we don't."

Thalia dan Jasmine diam mendengarkan ucapan Andrea yang ada benarnya itu. Merasa tertampar kembali oleh kenyataan.

"Speechless."

"Jujur, ya, Re, gue kaget gitu denger lo ngomong bener." Jasmine geleng-geleng kepala sambil terkekeh pelan.

"Iya, lagi bener otak gue. Udah ayok kantin, butuh asupan nih dede bayi!"

Andrea menarik Thalia dan Jasmine menghampiri Kanaya yang masih sibuk dengan lokernya. "Woi! Ngopi apa ngopi! Diem-diem bae!"

Kanaya refleks menoleh dan tertawa begitu melihat teman-temannya berdiri di belakang. "Apaan, sih, lo? Gara-gara lo, nih, ya gue nggak sekolah! Kaki gue nggak bisa jalan!"

"Sorry—"

"Laper—"

Kanaya mengerutkan dahi melihat Thalia. Ia tertawa dan mendorong pelan bahu Thalia. "Kenapa, dah, lo? Udah elah nggak usah lebay, gue malah seneng lo ngomong kayak tadi!" katanya dengan sungguh-sungguh. "Yaudah, ayok ke kantin sekarang, Sacha sama Dean udah di sana katanya."

"Kan—"

"Gue malah nggak suka lo ngerasa bersalah gini. Emang kenyataannya gue kayak gitu, malah bagus lo ngingetin gue. This is what friends are for, i am blessed to have you all as my friends."

Time to RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang