"Kenapa keluar kamar?" sapaan lembutnya terdengar, ketika kulangkahkan kaki menuju arahnya. Dia, seseorang yang kucintai sedang duduk menghadap laptop dan berbagai keras yang berserakan memenuhi meja depan TV."Aku bosan berbaring terus seharian." aku duduk di sofa, sedangkan dia duduk di lantai - di karpet tebal- dengan sofa sebagai sandaran. Ku lihat dia mematikan laptop dan merapikan semua kertas, yang aku tidak tahu itu apa. Lalu duduk di sampingku, menarik kepalaku perlahan agar dapat bersandar nyaman di dada bidangnya.
"Badan mu masih panas, masih pusing kah?" aku hanya bergumam mengiyakan sambil menyamankan posisi.
"Kita ke dokter ya? Sejak semalam panasnya belum turun, aku takut terjadi sesuatu." terdengar nada ke khawatiran dari suara lembutnya.
"Aku tidak apa apa sayang, ini hanya radang tenggorokan dan mungkin akan flu." jawabku menenangkan.
"Tapi ini tidak seperti biasanya, panas di tubuhmu tidak turun-turun."
Masih tetap berusaha membujukku agar mau pergi ke dokter. Ya, aku paling malas kalau berhubungan dengan dokter dan kawan-kawannya.
"Baiklah, kalau sampai besok pagi panasnya belum turun, aku bersedia ke dokter." jawabku dan terdengar helaan nafasnya menyerah untuk tidak melanjutkan argumentasi yang berakhir dengan aksi merajukku.
"Ini sudah waktunya makan malam, mau makan apa?" dia bertanya sambil mengelus kepalaku lembut.
"Apa saja, tapi tenggorokan ku sakit dan lidahku terasa pahit."
"Aku buatkan sup ya?" aku hanya menganggukan kepala mengiyakan.
.
.
.Tubuhku terasa terguncang perlahan, terdengar sapaan lembut. Perlahan aku membuka mata, senyuman indahnya tampak dihadapanku. Ternyata aku sudah ada dikamar, pasti dia memindahkanku saat aku tertidur di sofa tadi.
"Makan dulu, lalu minum obat." perlahan aku mendudukkan diri, pastinya dengan bantuannya. Lemas sekali rasanya, dan juga pusing yang menguasai membuat gerakanku menjadi lambat.
"Aku suapi ya." dia meniup sup di sendok dan mengarahkan ke mulutku saat dirasa sudah agak mendingin.
Tiba tiba aku mengingat sesuatu "Kau sudah makan malam?" aku menahan tangannya saat akan kembali menyuapiku. Kalau berhubungan dengan makan tidak ada kompromi, karena Jin adalah pencinta makan.
"Aku sudah makan kok." jawabnya sambil tetap mengarahkan sendok ke mulutku.
Dengan penuh kesabaran, dia terus menyuapiku dengan perlahan sambil sesekali membersihkan sup yang sempat menetes di sekitar mulutku. Wajahnya yang terlalu dekat dengan wajahku, tanpa sadar membuat wajahku terasa panas.
"Sayang, kenapa pipimu memerah seperti itu?" ia berheti menyuapiku dan fokus menatap wajahku, bahkan kini semakin mendekat.
"Uhuk...uhuk...uhuk... " mendengar ucapannya, aku langsung terbatuk dan tanpa sengaja menyemburkan isi mulutku yang belum sepenuhnya tertelan.
"Ahh, maaf maaf...aku tidak sengaja." ucapku sambil berusaha membersihan mukanya dengan tisu yang aku temukan di meja nakas sebelahku.
"Makanya pelan-pelan dong, sudah biar aku saja." ujarnya sambil memberikan aku air minum, lalu membersihkan mukanya sendiri. Malah ia yang terlihat panik karena aku yang tiba-tiba terbatuk.
"Sudah lebih baik?" tanyanya ketika nafasku sudah kembali normal. Dan aku hanya menganggukan kepala. "Kalau begitu sekarang minum obat ya, lalu tidur." lanjutnya dan memberikan aku beberapa butir obat yang langsung kuminum secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Their Story
RomanceKisah manis yang tidak luput dari pertengkaran-pertengkaran kecil dalam sebuah hubungan.