Jack tak membalas melainkan menatap pria itu penuh tanya.
"Aku akan tetap bersama Julia, menjalin hubungan sebagaimana yang kami rencanakan dan kau ..." Harry memilah kata-kata yang paling tepat sejenak, "jangan menemui Julia lagi. Tidak ada masa lalu."
Brengsek!
Jack memaki dalam benaknya. Harry benar-benar mencintai Julia. Ia mengingat kembali pengusiran Julia waktu itu dan sekarang hal yang sama diminta oleh Harry. Meminta dirinya untuk melupakan cintanya.
Cinta ...
Benarkah yang ia rasakan pada Julia adalah cinta?
Jack tidak yakin.
"Apa kau mencintainya?" tanya Jack pada Harry. Harry membalas dengan anggukan tanpa pertimbangan seakan perasaan itu memang sudah menyatu dengan pikiran, hati dan tubuhnya.
Harry terlalu yakin, Jack tidak menyukai itu. Bisa saja ia juga sudah mencintai Julia bukan? Buktinya malam itu ia membisikkan sesuatu yang tidak diyakininya itu saat mendapatkan Julia dalam pencapainnya.
"Jangan berharap banyak, aku tidak akan melakukannya."
_
Seminggu berlalu. Julia mulai menyiapkan rencana pelariannya setelah menyerahkan surat pengunduran dirinya. Menjadi kepala di bagian humas adalah pekerjaan yang paling dicintainya dan ia terpaksa meninggalkannya. Di suatu tempat yang ia belum tahu dimana, ia akan memulainya kembali.
"Kau akan pergi kemana?" Katie geram pada informasi tiba-tiba dari sahabatnya itu. Sebentar kemudian ia melebarkan mata, "apa teman kencan luar kotamu itu mengajakmu tinggal bersamanya? Siapa namanya? Harry?"
Julia tertawa. Seandainya itu yang terjadi, ia akan dengan senang hati meminta pria itu untuk membiarkannya tetap tinggal di sana hingga beberapa tahun ke depan sebelum rencana masa depan mereka terjadi. Tapi Julia tidak mau egois.
Tiga hari yang lalu Harry menemuinya dan bersedia melupakan antara ia dan Jack. Julia merasa tersanjung dengan kemurahan Harry. Sayangnya ini bukan perkara dimaafkan dan keadaan yang sangat mudah karena Harry tidak mempermasalahkannya. Ada hal lain ...
Harry mencintainya, Julia mencintai masa lalunya ... akan sangat tidak adil bagi Harry jika hidup bersama Julia yang tak pernah bisa memberikan hatinya.
Mungkin di tempat ia akan pergi setelahnya, ia akan melakukan kencan seribu prianya lagi dan akan berhenti ketika menua. Ia akan punya pekerjaan layak, rumah dan tabungan masa depan. Mengangkat seorang atau dua orang anak untuk menemani masa tuanya. Ia akan sendiri. Julia yang mandiri dan takkan menikah selamanya.
Sepertinya itu rencana masa depan yang cukup mengesankan ...
"Aku bertanya dan kau sibuk melamun?"
Katie berkacak pinggang. Selama satu jam lebih ia mengoceh sambil menata rambut seorang wanita tua dan dua orang cucunya. Dan ketika Katie menyelesaikan pekerjaannya ia harus mendengus kesal karena Julia tak mendengarkannya. Temannya itu tersenyum aneh mengamati wajahnya di cermin.
"Julia!"
"Ya, Katie?"
"Kau sangat menyebalkan, kau tahu?"
"Itu sudah dari dulu." Julia tertawa puas melihat wajah Katie yang memerah. Setelah menghentikan tawanya, ia menatap Katie serius. "aku akan pergi ke suatu tempat dengan alasan yang sama mengapa aku berada di sini enam tahun laliu."
Katie berhenti merapikan catokan dan sisir-sisir kecilnya. Ia langsung paham maksud Julia. Sebentar kemudian wanita tiga puluh tahun itu mengingat seseorang yang dilihatnya beberapa waktu lalu.
"Kau tau, Julia, aku seperti melihat orang itu beberapa hari yang lalu."
Anggukan Julia sudah memberikan jawaban.
"Kau bertemu dengannya?" Katie menggeleng, merasa jika pertanyaannya salah. "oh ya ampun, jangan bilang kalau waktu itu dia datang ke sini untuk menemuimu!" jeritnya.
Julia mengangguk lagi. "aku tidak bisa memberitahumu sekarang. Tapi kau harus percaya aku baik-baik saja." Katanya meyakinkan kekhawatiran Katie. Katie adalah temannya. Satu-satunya orang yang menjadikannya menjadi wanita berani seperti sekarang.
Katie mendekat pada Julia dan memberikan wanita itu pelukan.
"Dengan caramu pergi seperti ini, aku yakin kau tidak baik-baik saja. Kenapa kau tidak coba menghadapinya? Kau tidak bisa selamanya menghindar." Nasihat Katie.
Julia mendesah. "aku melakukan kesalahan. Perasaan kekanakan itu masih ada dan aku sudah terlalu jauh menginginkannya."
"Kalau kau menginginkannya kenapa tak coba kau dapatkan?"
"Aku sudah melakukannya dulu dan tidak berarti apa-apa setelah aku mendapatkannya. Kau harus ingat kalau dia itu pria brengsek yang bahkan tak peduli jika seandainya yang ia tiduri adalah istri presiden." Julia menatap Katie dengan nanar. Seseorang yang minta dikasihani namun tak ada yang bisa memberikan apa yang dibutuhkan wanita itu.
Dua wanita itu berpelukan pada akhirnya. Saling memberi semangat dan kekuatan. Katie adalah panasihat yang baik bagi Julia. Wanita itu sudah menjadi seperti kakaknya. Air matanya menetes membasahi punggung Katie.
Katie segera mendorong Julia menjauh darinya. Namun tangannya masih menggapai pundak wanita itu. Ia merasakan sesuatu yang aneh dan juga firasat buruk akan terjadi atau mungkin telah terjadi.
"Julia?"
Julia hanya menatap penuh tanya.
"Apakah kau berakhir tidur dengannya?"
Julia diam seribu bahasa. Terjawab sudah. Katie memeluk wanita itu lagi, menepuk punggung Julia berulang kali. Merasakan kehancuran dalam hati wanita itu.
"Jika memang kau ingin pergi, lakukanlah." Ia merasakan Julia mengangguk. "tapi kau harus kembali suatu saat nanti dan akan terus memberiku kabar." Pinta Katie. Julia mengangguk lagi seraya tertawa. "walaupun sebenarnya aku berharap kau memilih bertahan menghadapi si Jack itu."
Julia menggeleng.
Itu bukan perkara mudah selama hatinya masih menginginkan pria itu. Sekarang ... tubuhnya pun menginginkan Jack. Memalukan sekali, pikirnya.
_
Julia menekan beberapa nomor di layar sentuh pada sebuah mesin ATM yang tersedia di bagian depan bandara. Ia sedikit ragu apakah jumlah saldo-nya cukup untuk pelariannya. Ia belum tahu apa yang akan ada di sana. Tempat tinggal dan pekerjaan. Tidak mudah untuk mendapatkan dua hal itu. Meskipun ia sedikit berbangga hati karena ia lulusan universitas ternama dengan menyandang dua gelar sekaligus serta pengalaman kerjanya dari sebuah perusahaan milik negara yang terkemuka.
Julia menghela napas berat. Suara panggilan seorang wanita dari speaker membuatnya terhenyak. Ia melirik tulisan di tiketnya, memastikan bahwa nama penerbangan yang disebutkan itu pesawat yang akan ia naiki atau tidak.
Wanita itu melangkah memasuki tempat boarding. Helaan napas berkali-kali menandakan keraguannya. Beberapa langkah lagi ia akan memasuki pesawat, terbang tinggi lalu mendarat di dunia baru. Dunia yang telah ia rencanakan bersama anak-anak angkatnya. Dua orang. Julia merencanakan akan mengangkat dua orang anak.
Lelah sekali rasanya ia memikirkan hal ini selama seminggu. Pesawat akan lepas landas dan Julia memutuskan untuk tidur. Ini mimpi yang nyata ...
Continued ...
Hai hai, pendek banget yak? Ups, sengaja. Sorry!
Anggap aja ini pemanasan karena satu part lagi Julia and Jack akan tamat
Sesuai rencana awal, cerita ini memang hanya pengembangan dari cerpen yang pernah gue tulis di wall fb. Jadi bakal tetap pendek, cuma alurnya agak lebih diperluas. Dan asal kalian tau guys, cerita ini terinspirasi dari lagu Ed Sheeran Happier. Eh, sebenarnya bukan penggemar Ed tapi gue penggemar lagunya. Enak-enak sama romantis.
Keep reading and keep vote yak guys,
Sincerelly, Anna

KAMU SEDANG MEMBACA
Double J (Complete)
ChickLitIni bukan kisah Romeo dan Juliet Bukan juga kisah Galih dan Ratna Ini hanya kisah Jack dan Julia Sepasang manusia yang lupa alasan mengapa mereka bersama dan mengapa mereka berpisah setelah tiga puluh hari menjalin hubungan. Julia mencintai Jack sep...