prolog

301K 12.1K 73
                                    

Aldaka, nama yang memiliki arti 'gunung'. Ganendra, sang ayah yang memberikan nama tersebut dengan alasan sangat menyukai gunung. Jadi saat anak yang keluar dari rahim istrinya adalah anak laki-laki, kebahagiaannya memuncah dan memberikan nama anaknya Aldaka.

Kebahagiaan keluarga kecil Ganendra seperti tidak pernah habis. Putra kecilnya tumbuh menjadi laki-laki cerdas dan tampan. Bahkan tak jarang rumahnya kedatangan gadis muda seumuran anaknya yang mengaku sebagai fans sang anak. Ganendra bahkan tertawa saat pertama kali mengetahui jika sang anak tak ubahnya seorang idola, tak menyangka. Dia memaklumi hal itu karena sang putra memang terbilang ramah.

Putranya sangat penurut, tidak pernah berulah yang membuatnya harus berhadapan dengan guru BK. Bahkan saat masih duduk di bangku SMP sudah bersedia sesekali ikut ayahnya ke kantor untuk 'berkenalan' dengan pekerjaan sang ayah.

Dan saat sudah duduk di bangku SMA barulah putranya sedikit belajar tentang seluk beluk perusahaan. Tidak ada yang memintanya sebenarnya, tapi putranya sendirilah yang menginginkannya. Tentu saja sang ayah sangat senang. "Yang penting kegiatan belajar kamu nggak keganggu" itulah yang dikatakan Ganendra waktu itu. "Enggaak Pa, selain sekolah aku juga ingin mengenal seluk beluk perusahaan." itulah jawaban yang diberikan Aldaka kepada ayahnya.

Kebanggaan Ganendra tak terbendung lagi rasanya, karena putranya sudah tertarik tentang perusahaan meskipun masih sangat muda. Bahkan seharusnya anaknya memang masih menikmati masa mudanya seperti hangout bersama teman-temannya. Ganendra tidak pernah membatasi anaknya, yang terpenting tidak menyalahi aturan. Itu saja.

"Kamu masih punya banyak waktu untuk belajar Daka," ayahnya membuka percakapan saat mereka ada di ruang keluarga.

"Ya, sayang. Waktu kamu masih panjang. Umur kamu yang masih muda, nikmati masa muda kamu. Nanti ada waktunya sendiri kamu belajar tentang perusahaan," ibunya menambahi

"Nggak kok Pa, Ma. Daka seneng bisa belajar dari sekarang. Lagian siapa bilang Daka nggak nikmati masa muda Daka? Bagi Daka masa muda ya dibuat belajar. Sesekali main boleh lah." Aldaka memang memiliki pemikiran jika masa muda harus digunakan untuk menimba ilmu.

Ayah dan ibunya hanya bisa menatap anaknya itu dengan sayang saat jawaban yang keluar dari putra satu-satunya itu. Pikiran anaknya sangat dewasa menurutnya.

"Ada alasan lain?" ayahnya berusaha mengorek alasan dari sang anak.

Daka menyerngitkan dahinya dengan pertanyaan ayahnya itu. "Aku pengganti Papa untuk mengelola perusahaan kan?" pertanyaan anaknya membuat sang ayah menganggukkan kepalanya.

"Kalau gitu aku harus bisa lebih baik dari Papa kan? Jangan sampai perusahaan yang Papa bangun dari nol malah hancur ditanganku. Jadi aku harus belajar dari sekarang agar aku tahu seluk beluk perusahaan yang Papa bangun dengan perjuangan yang nggak main-main. jadi...." Aldaka menatap ke arah ayah dan ibunya, "Aku belajar tentang perusahaan bukan karena terpaksa atau nggak menikmati masa mudaku, tapi aku belajar karena aku mau, tanpa terpaksa."

Aldaka mengakhiri penjelasannya yang membuat ayahnya ingin sekali menangis. Itulah putranya, putra kebanggannya, putra dari 'hasil' didikan sang istri.

"Kemari" Ganendra menyuruh anaknya untuk mendekat kearahnya. Daka mendekat dan langsung mendapat pelukan dari sang ayah. Ganendra mengeluarkan air matanya haru, Daka hanya mengusap punggung sang ayah sayang.

"Papa selalu bilang kalau aku adalah anak kebanggaan Papa kan, jadi aku nggak akan membuat Papa kecewa sama aku." Setelah melepas pelukan sang ayah Daka mengucapkan kata-kata yang membuat ayahnya lagi-lagi terharu.

Sinta, sang nyonya rumah hanya memandang kedua orang yang sangat disayanginya itu tak kalah haru. Dia bersyukur dalam hati, karena keluarganya selalu diberi kebahagiaan oleh sang pencipta.

Tetapi kebahagiaan mereka seolah ditarik karena kejadian yang menimpa Ganendra dan juga sang istri, karena kecelakaan maut yang menimpa mereka. Kecelakaan yang merubah kebahagiaan menjadi kesedihan.

Waktu itu orang tua Aldaka pulang dari menghadiri wisuda SMA anaknya. Tapi saat di perjalanan pulang, rem mobil yang ditumpanginya blong dan terjadilah tabrakan beruntun. Dan saat akan di bawa ke rumah sakit mereka telah meninggal dunia.

Hati Aldaka hancur, terpuruk, dan frustasi. Bahkan sempat ingin mengakhiri hidupnya sendiri. Merasa tidak sanggup hidup tanpa orang tuanya. Tapi beruntung karena asisten rumah tangganya mengetahui niatnya.

Kehilangan sosok yang sangat di sayanginya memang hal yang sangat sulit. Orang tuanya bukanlah orang tua yang hanya memikirkan tentang pekerjaan dan bisnis mereka saja. Tapi mereka selalu memiliki waktu untuk anak satu-satunya itu. Jadi Aldaka tidak pernah kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Sejak saat itu, kehidupan Aldaka berubah. Menjadi laki-laki yang tak tersentuh, dingin, dan tertutup. Hidupnya hanya untuk kuliah dan perusahaan. Bahkan senyum yang selalu ia sematkan si bibirnya telah menghilang, digantikan dengan wajah datarnya. Tidak ada lagi Aldaka yang ramah, yang ada hanya Aldaka yang menyeramkan. Seperti namanya yang memiliki arti gunung, dia juga sebuah 'gunung' yang terlihat indah saat di lihat dari jauh, tapi dia bisa mengeluarkan lahar panas saat marah.

*#*#*#*#*

Revisi tanggal 16 oktober '17

Devil (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang