Devil Spesial Ramadhan - Ngabuburit ala keluarga Ganendra

81.5K 4.1K 116
                                    

"Bunda...." Kla masuk ke rumah dengan wajah tersenyum sumringah. Kedua orang tuanya yang sedang asyik memadu kasih, menoleh dengan kening yang sama-sama menyerngit.

"Kenapa dek?" Daka lebih dulu bertanya.

Menarik nafas panjang. Kemudian melepaskan dengan pelan. Setelah itu, Kla menatap kedua orang tuanya.

"Di depan komplek sana yah, ramai banget." katanya memgawali. "Ada banyak banget makanan. Mulai yang berwarna hijau sampai merah. Mulai dari makanan yang lembek sampai keras. Semua ada bun. Kita ke sana yuk bun." matanya memandang sang ibu penuh harap. Berharap, ibunya bersedia memenuhi keinginannya.

"Pasar Ramadhan?" Kla langsung menangguk dengan samangat saat ibunya bertanya.

"Iya bun. Nggak cuma makanan aja loh yang ada di sana. Baju, sendal, sampai aksesoris juga ada. Pokoknya ramai banget. Bunda mau ya ke sana. Pleaseeee." rayu Kla dengan kedua tangan mengatup satu lain.

"Tiap tahun kan ada pasar ramadhan dek." Daka menimpali.

"Tapi ini jauh lebih ramai dari tahun-tahun sebelumnya yah. Cius deh, adek nggak bohong. Ya bun ya. Pleaseee."

"Emang adek mau beli apa sih?" itu suara sang ayah.

"Mau beli apa aja yah. Pokoknya beli banyak-banyak."

Daka mencibir. "Emang punya duit? Kok maunya beli banyak-banyak?" Kenya tertawa mendengar godaan sang suami yang dilontarkan kepada putri mereka.

Kla memberengut sebal. "Kan ayah punya duit. Ayah dong yang beliin adek."

"Berarti, pas mau lebaran nanti, udah nggak beli lagi loh ya." wajah Daka serius sekali mengatakan itu. Padahal tentu saja dia hanya menggoda putri bungsunya itu.

"Bunda. Sejak kapan sih ayah punya peraturan kayak gitu." tanya Kla sebal sambil memandang ibu dan ayahnya bergantian. "Kalau ayah kayak gini, bunda mau aku jodohin aja sama om Kyuhyun, emmmm ayahhhh." jeritan Kla langsung terdengar saat Daka mencubit kedua pipi putrinya itu gemas, saat nama Kyuhyun kembali dikibarkan dalam perbincangan mereka.

"Terus aja dek terus. Kalau ayah ngambek, jatah kamu ayah potong delapan puluh persen." Kla langsung buru-buru duduk berdempetan dengan sang ayah untuk merayunya.

"Ayahku yang cakep, yang aduhai, dan yang semok. Adek tadi khilaf kok yah." mengalungkan tangannya di lengan sang ayah, Kla melanjutkan. "Mana lah ada adek mau jodohin bunda sama om Kyuhyun, kenal aja enggak. Lagian kan kemarin bunda bilang, cinta sejatinya bunda kan cuma ayah seorang. The one and only. So? Ngabuburit yok ke pasar ramadhan. Biar gahool gitu yah kita."

Dasarnya Daka yang receh sekali, jadi hanya dengan ucapan manis putrinya, lelaki itu langsung luluh.

"Bunda mau ke sana?" tanya Daka untuk memastikan.

"Boleh. Tapi, bunda nggak masak loh ya. Kita beli aja di sana." kata Kenya yang membuat Kla mengepalkan tangannya ke atas sambil bilang 'yeay' dengan lantang.

"Nggak papa bun, sekali-kali libur." katanya sambil berdiri. "Aku siap-siap dulu ya. Bawa uang yang banyak ya yah." katanya sambil tertawa melihat sang ayah yang mendengus sambil menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya.

Maka, di sinilah mereka sekarang. Di pasar ramadhan. Mereka berempat benar-benar menikmati kegiatan berbelanja takjil dan makanan untuk berbuka puasa.

"Dek-dek." Aksa mencolek Kla sambil mendekatkan tubuh mereka. Aksa yang tadi menggelepar di kasur dengan mata terpejam tidur, dibangunkan dengan paksa oleh Kla untuk diajaknya ke pasar ini.

"Hem."

"Nggak mau beli yang itu?" Kla melihat barang yang kakanya tunjuk, dan langsung memberengut karena sebal. Sedangkan Aksa hanya tertawa saja melihat adiknya yang mengeplak lengannya.

"Abang aja sana yang beli." Aksa mengempit Kla di keteknya sambil berjalan melewati orang yang menjual barang yang ditunjuk Aksa tadi. Penjual topeng dengan gambar monyet. Sedangkan kedua orang tuanya menggeleng-geleng melihat tingkah kedua anaknya.

"Bunda, aku mau yang itu." mereka sampai di tempat penjual sandal. Bapak penjualnya langsung mengambilkan sandal tinggi berwarna hitam tersebut.

"Berapa pak?" tanya Kenya kepada bapak penjual.

"Tujuh puluh ribu bu. Ini bahannya yang bagus bu." jawabnya sambil berpromosi.

"Mahal ah pak. Empat puluh deh, saya ambil dua."

"Waduh, belum nyampek bu kalau segitu. Enam lima saya kasih."

"Ya udah empat lima deh pak."

"Belum bisa buk kalau segitu."

"Ya udah pas aja berapa deh pak." Daka dan Aksa hanya menikmati ekspresi Kenya yang takzim sekali untuk memawar harga. Geli juga sebenarnya.

"Ya udah enam puluh buk." kata bapak penjual lagi.

"Lima puluh udah saya ambil dua. Kalau nggak boleh ya udah."

"Naikin lagi lah bu."

"Udah lima puluh pak. Kalau nggak bisa nggak papa kok." Kla sudah getar-getir saja rasanya takut ibunya tak jadi membelikan sandal itu untuknya. Bisa-bisa tak tidur nanti dia semalaman memikirkan sandal yang sudah menarik perhatiannya itu.

"Tambahin dua ribu deh bu."

"Enam puluh ribu pak, udah bungkus aja." tentu saja itu bukan suara Kenya. Karena Daka telah memutus tawar-menawar harga tak kunjung deal ini.

"Ayah." kata Kenya dan Kla bersamaan. Namun dengan ekspresi berbeda. Kla yang girang setengah mati karena ayahnya membelikan sandal itu untuknya. Sedangkan Kenya dengan ekspresi sebal karena 'perdebatan' itu dimenangkan bapak penjual dengan cara tak sehat.

Bahkan saat sampai mereka keluar dari pasar ramadhan tersebut, Kenya masih saja mengomel.

"Harusnya tadi bisa dapet lima puluh ribu loh yah. Kenapa ayah malah kasih harga enam puluh ribu." begitulah kira-kira bunyi omelan Kenya.

Tidak menanggapi Kenya, mereka berempat berjalan di komplek dengan santai. Beberapa orang yang mengenal mereka menyapa dengan sopan. Biarlah nyonya Ganendra ini mengeluarkan kekesalannya seorang diri.

"Menurut adek, ini bahasa dari negara mana?" Aksa membuka obrolan. Aksa yang memang berjalan beriringan dengan sang adik. Sedangkan orang tua mereka berada di belakang mereka.

"Yang mana bang?"

"Tae dos talen." kata Aksa mengucapkan tiga kata tersebut.

"Kok aneh gitu sih bang bahasanya." itu suara sang ayah.

"Kalau menurut ayah, itu bahasa apa?" Kenya yang tadinya sedikit sebal, juga ikut berpikir.

"Nggak pernah denger ih bahasa kayak gitu." Kla yang memutar otaknya untuk berfikir langsung bersuara saat tak kunjung mendapat jawaban.

"Jadi nggak tahu nih?" Aksa kembali bertanya.

"Abang mah pasti aneh-aneh deh." suara Kenya terdengar.

"Nggak lah bun. Jadi serius nggak tahu nih?" ketiganya mengatakan 'tidak' secara bersamaan.

"Tai dos talen." Aksa kembali mengatakan tiga kata itu. "Artinya, tai wedos untalen." mereka masih belum mengerti apa yang dikatakan Aksa.

"Tai wedos untalen itu bahasa jawa dek. Kalau bahasa Indonesianya, tai kambing ditelen." Kla langsung menggebuki punggung kakaknya kalau yang dikatakan kakakknya itu hanyalah lelucon.

Dasar. Aksa mulai edan sepertinya.

•°•

Tai dos talen itu guyonan di tempatku. Jadi jangan mikir, ih kok jorok sih?. Yang namanya guyonan itu ya begitu.

Itu biasanya kalau orang tua jaman dulu ditanya 'bisa bahasa inggris nggak?'

Mereka akan bilang gini 'bisa lah. Tai dos talen' gitu. Karena memang mereka nggak bisa bahasa inggris

Yoelfu 220518

Devil (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang