Hari Dale dan Hasbi

152 11 2
                                    

"Wah, wah, ada Hasbi," kata Tante Ingka yang baru saja turun dari tangga. "Udah lama disini, Bi?"

Hasbi menggeleng. "Barusan aja, Tante. Ada urusan yang urgent," Hasbi mendelik pada Dale, kemudian mengecilkan volume suaranya, seperti berbisik. "Masalah rumah tangga."

Tante Ingka yang langsung paham pun mengganguk, sekaligus menahan tawa. Anak jaman sekarang, katanya dalam hati.

"Yaudah, selesaiin dulu masalahnya, Tante mau buatin minum dulu di belakang."

"Eits, gak perlu kok Tante, saya bawa minum dari rumah."

Hasbi memperlihatkan Tupperwarenya yang berwarna pink. Tentu saja itu bukan miliknya, itu milik Dale. Salahkan saja Hasbi yang terlalu maniak dengan minuman yang manis-manis, kalau tidak dikontrol bisa-bisa asupan minuman manisnya lebih banyak dari air putih. Maka dari itu, Dale selalu membawakan botol minum berisikan air putih untuknya.

Kedua mata Tante Ingka menyipit, pasalnya ia tidak asing dengan Tupperware warna pink bermotif bunga-bunga itu. "Kayak kenal sama Tupperwarenya," celetuk Tante Ingka spontan.

"Dulu Tupperwarenya tinggal di dapur rumah ini, Tante, tapi kalau pagi sampai sore biasanya tinggal di saku tas saya," jawab Hasbi tanpa dosa. "Soalnya dikasih sama yang itu tu," tunjuk Hasbi pada Dale, persis seperti anak kecil yang menginginkan sebuah mainan baru.

Langsung saja Tante Ingka menepuk jidatnya, lega mengetahui Tupperwarenya ternyata tidak hilang. "Pantesan Tupperware Tante hilang satu, ternyata di kamu toh, Bi." katanya. "Ya sudah, Tante ke belakang dulu kalau gitu, cepat kelarin masalahnya tuh, Tante gak mau Dara nangis-nangisan mulu."

Selepas kepergian Tante Ingka, keduanya mendadak hening. Dale yang sedari tadi memilih bungkam, sampai sekarang tidak mau membuka suara, hanya tatapannya yang tertuju lurus-lurus pada Hasbi.

"Foto itu yaa," Hasbi berdehem pelan. "Kalau soal foto itu lo gak perlu khawatir lah, Dal. Ribet emang jadi orang keren, dicemburuin mulu sama pacarnya."

"Gak mood bercanda!" tepis Dale.

"Ya 'kan biar gak tegang kayak otong yang ketilang polisi, Dal." Hasbi menghela napas, mengambil jeda. Sebelum akhirnya menjelaskan. "Gini ya, Dale sayang, gue tuh rencananya hari ini mau jadi cowok romantis buat lo. Makanya gue beliin ini," Hasbi memperlihatkan sebuket bunganya.

Dale diam, memberikan kesempatan pada Hasbi untuk menyelesaikan penjelasannya hingga tuntas.

"Jadi waktu pulang tadi, Sheva minta dianterin pulang sama gue, katanya, Kaffi enggak bisa jemput. Gue tolak dah si Sheva, gue 'kan mau jenguk lu, Ndut." Hasbi mengedipkan sebelah matanya, yang dibalas dengan dengusan dari Dale. "Gue bilang, gue mau prioritasin cewek gue dulu, sekalian mau bikin bahagia. Gue tunjukkin deh bunganya ke Sheva, gak lama setelahnya dia langsung ninggalin gue. Udah gitu doang ceritanya, gak ada penambahan, apalagi pengurangan kok. Gue menjelaskannya sesuai kenyataan, gak bohong! Kalau bohong masuk neraka gue."

"Bener?"

"Yeee, Ndut, Ndut." Hasbi beringsut mendekati Dale, melihat respon Dale yang sudah sedikit jinak, maka Hasbi memberanikan diri untuk mengusap-ngusap puncak kepala cewek itu. "Gak percayaan banget sama pacar."

Dale mencibir, namun tidak menepis tangan Hasbi yang berada di kepalanya. "Awas aja lo boong!"

"Gak bohong, kalau bohong suruh Bunda potong uang jajan gue."

"Tadi katanya kalau bohong masuk neraka!"

"Oh iya, lupa Hasbi, Dale." cowok itu tersenyum, tangannya masih betah berada di atas kepala Dale. Perlahan-lahan ia menarik Dale ke arahnya, hingga kepala cewek itu bertumpu pada pundaknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Most Painful TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang