BAB 41 Uglier

5.7K 621 47
                                    


30 Desember 2012

Aku mendengar Lauren akan pindah ke ibukota beberapa hari lagi. Benar-benar pergi dari kota ini.

Semua orang di kota ini sepertinya sangat menyayangkan keputusan Lauren. Beberapa dari mereka bahkan terang-terangan berkata bahwa Lauren melakukan ini hanya untuk melarikan diri dari kesedihannya.

Lauren memiliki hak untuk melanjutkan hidupnya sendiri, bagaimana pun caranya. Dan jika ini jalan terbaik untuknya, maka aku sangat berharap dia benar-benar melakukannya.

Beberapa hari setelah pemakaman keluarganya, aku sadar Lauren tidak lagi tinggal di rumahnya. Dia kini tinggal di rumah paman dan bibinya.

Tapi aku tau selama itu, dia tetap selalu mendatangi rumahnya setiap hari. Hanya beberapa menit, dia akan berdiri di depan rumah itu.

Aku tau karena aku melihatnya.

Mungkin suatu hari nanti, saat aku sudah bisa pindah ke ibukota, aku akan memberitahunya bahwa rumah kami sebenarnya berdekatan. Hanya dipisahkan oleh hutan kecil, hutan yang berada tepat di depan rumahnya.

Dulu, saat aku masih kecil, beberapa kali aku menyeberangi hutan itu. Hanya untuk melihatnya sebentar. Dia dulu sering piknik bersama orang tuanya di halaman dan aku selalu senang memperhatikan kebersamaan mereka. Pernah beberapa kali, orang tuanya menyadari keberadaanku di pinggir hutan. Saat itu aku hendak bergegas pergi, tapi kemudian mereka memanggilku dan malah menawarkanku puding, es krim atau makanan enak lainnya.

Mereka orang baik.

Mungkin karena itu, Tuhan mengambil mereka lebih cepat karena takut mereka akan tercemar di dunia ini.

Beberapa hari kemarin, aku kembali mengulang kebiasaanku itu. Dan aku menyadari betapa semuanya terasa berubah. Aku dan juga Lauren.

Aku masih mengingat jelas wajahnya saat itu. Terkadang dia hanya berdiri diam memandangi rumah itu, kadang dia duduk dan berbaring di halaman rumahnya, dan kadang dia bahkan duduk bersandar di lantai teras.

Satu hal yang kusadari, dia sama sekali tidak pernah memasuki rumah itu. Dia hanya menatap rumah itu dengan sorot kosong penuh luka, tapi dia tidak pernah menangis.

Dia ingin kembali masuk ke rumah itu, berharap keluarganya masih ada di dalam, sama sekali tidak pernah meninggalkannya. Tapi dia tau harapan itu akan hancur begitu dia benar-benar masuk ke dalam dan menyadari rumah itu kini benar-benar kosong selamanya.

Beberapa kali rasanya aku hampir ingin berjalan dari persembunyianku dan memberinya pelukan. Aku tau dia pastinya sama sekali tidak mengharapkan hal itu dari siapa pun-terutama dariku. Jadi kutahan niat itu dan tetap di tempatku.

Sejak dulu, aku selalu mengaguminya. Aku tau dia adalah wanita kuat. Aku tau dia akan selamat dari semua ini.

Aku tidak memandangnya seperti aku memandang Sarah dan teman-temannya yang lain. Sekalipun dia memang hampir ikut di setiap waktu saat Sarah menghina, membentak dan memukuliku.

Tapi dia baik.

Dan aku sadar dia selalu mengecekku begitu Sarah dan teman-temannya sudah selesai dan pergi meninggalkanku. Aku sadar Lauren selalu berjalan paling belakang, berbalik dan menatapku sekilas.

Silent GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang