BAB 1 Silent Grave

52.1K 2.4K 161
                                    

Hai, para pembaca! Mungkin beberapa sudah tau kalau cerita Silent Girl ini sudah pernah di publish di website NN. Tapi biar lebih adil dan untuk kenyamanan para pembaca juga, aku akan publish juga di Wattpad. Ceritanya tetap sama, hanya ada sedikit perubahan (memperbaiki EYD dan menambahkan beberapa detil kalimat aja biar lebih nyaman bacanya). Anyways, saya tetap berharap ada yg vote dan comment di sini walaupun udah pernah ada yang baca. Tapi jangan spoiler ya! hehe 

Happy reading :) 


***


"Lauren? Hallo? Apa kau masih di sana?"

Aku mengedip, sadar dari lamunanku. Genggamanku pada ponsel kembali mengeras. "Iya, Bi. Aku masih di sini."

"Kau terdengar sedikit lelah. Mungkin sebaiknya aku telpon lagi-"

"Siapa yang menemukan mayatnya, Bi?" potongku.

Tidak ada suara beberapa saat, kemudian akhirnya terdengar suara desahan pelan di telepon. "Ibunya," jawab bibiku. "Pagi ini dia mengecek ke kamar Hilda karena biasanya gadis itu selalu bangun saat subuh. Tapi hingga jam 9, dia tetap belum keluar kamar dan ... saat dibuka, mayatnya sudah tergeletak di lantai," sambungnya dengan nada hati-hati.

Aku diam, menunggu Bibi melanjutkan ceritanya.

"Dia mengiris nadinya sendiri," ujarnya pada akhirnya.

Aku kembali terdiam, menatap kosong ke depan. Pikiranku masih mencoba mencerna berita yang menyedihkan itu.

"Pemakamannya akan dilakukan besok pagi. Garis polisi di rumahnya juga sudah dilepas. Sepertinya mereka pun ..."

Suara bibi mulai tidak terdengar lagi di telingaku. Pikiranku langsung kembali ke masa lalu, dipenuhi dengan ingatan tentang semua hal yang terjadi di kota itu. Saat aku masih tinggal di kota itu, Kota Angor, kota masa kecilku.

Kota Angor adalah sebuah kota kecil, dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 6.000 orang. Mungkin kota itu memang terlihat sederhana, tapi semua fasilitas umum tersedia di sana. Sekolah dari tingkat SD hingga tingkat perguruan tinggi pun tersedia.

Selepas lulus pendidikan pun mereka tidak perlu lagi cemas memikirkan pekerjaan karena ladang usaha pun tersedia di sana, baik industri atau pertanian. Jurusan dari perguruan tinggi di sana sudah disesuaikan dengan yang dibutuhkan oleh industri Kota Angor. Sehingga rasanya sungguh tidak aneh apabila semua penduduk asli di sana tidak pernah merantau ke luar kota. Mengapa harus repot-repot untuk merantau ke ibukota jika di tanah kelahiran mereka sudah tersedia semuanya?

Karena itulah, semua penduduk asli di sana tentunya sudah mengenal satu sama lain. Aku tentu mengenal Hilda. Ia lahir dan hidup di kota itu-sama sepertiku. Kami juga seumuran, sehingga kami selalu berada dalam satu sekolah. Walaupun kami tidak pernah sekelas, tapi aku tahu sedikit tentangnya.

Hilda selalu sendiri.

Sejak SD hingga saat kuliah, rasanya aku tidak pernah benar-benar melihat ia berteman dengan siapapun. Ia sosok gadis yang sangat pendiam dan pemalu, selalu terlihat ketakutan dan menghindari tatapan orang-orang padanya.

Ia dan keluarganya adalah orang buangan di kota ini. Outcast.

Aku sadar sejak dulu mereka seperti diasingkan oleh warga di kota itu. Dan aku pikir semua orang tahu siapa dan bagaimana Hilda bisa menjadi outcast di kota kelahirannya sendiri. Pengasingannya dimulai oleh Sarah Waksono, anak semata wayang Pak Reyhan Si Pengusaha Milioner kota ini. Pak Reyhan sendiri bisa dibilang sebagai penguasa Kota Angor. Keluarga Waksono selalu menjadi keluarga terpandang di kota ini dan semua orang sangat menghormati keluarga itu. Alasannya jelas, karena hampir semua pembangunan kota itu berasal dari uang Pak Reyhan. Ialah yang menyediakan banyak ladang usaha dan juga sebagai donator terbesar di semua sekolah di Kota Angor.

Silent GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang