2. Jangan Panggil Saya Sri, Panggil Atta!

46.6K 5K 323
                                    

-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

-


Sepasang makhluk duduk bersebelahan pada tangga di Dataran Merdeka yang menghadap bangunan Sultan Abdul Samad. Bangunan yang dibentuk pada masa pemerintahan Inggris itu terlihat berkelap-kelip seolah unjuk gigi pada langit gelap malam ini. Warna dindingnya yang putih gading membuat warna-warni lampu di sana makin mencolok, memberikan kesan klasik nan manis.

Akan tetapi berbanding terbalik dengan suasana manis di sana, seorang lelaki sibuk menggerutu sambil mengusap-usap bahunya kasar. Matanya sesekali menatap dongkol perempuan yang duduk tanpa rasa bersalah di sebelahnya. Sadar tengah diperhatikan, Atta melirik tanpa ekspresi ke arah Si Ikal.

"Sorry...," ujar Atta datar.

"Lagian Tante bawa apa sih? Batu bata?! Untung aja kamera gue enggak apa-apa."

"Astaga! Laptop aku," ujar Atta panik menyadari sesuatu. Sebuah embusan lega terdengar tatkala menemukan benda yang dimaksud baik-baik saja. Sementara Si Ikal tampak melongo mengetahui biang keladi bahunya berdenyut sekarang.

"Suruh siapa kamu ngendap-ngendap kaya maling?" tanya Atta enteng menyimpan laptopnya di dalam tas, melakukan pembenaran.

"Siapa yang ngendap-ngendap? Orang tiap dideketin tante ngindar," ujar Si Ikal kesal.

Atta terdiam.

"Terus, kamu mau ngapain buntutin saya?" tanya Atta jengkel, "kamu mau macem-macem ya?" tanya Atta melotot sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Dih, kege-eran amat sih, Tan," gerutu Si Ikal merogoh sesuatu dari balik tas kameranya.

"Udah berapa kali saya bilang, jangan panggil Tante," ujar Atta sebal, "lagipula kayanya umur kamu dengan saya enggak jauh beda."

Si Ikal tergelak dan membaca sesuatu dari benda berbentuk persegi panjang di tangan kanannya.

"Srikandi Attaya Saraswati...," ujar Si Ikal lantang, "tempat tanggal lahir, Jakarta 24 Juli 1989." 

Kepala Atta seketika menoleh dan mendelik tajam. Sadar jika KTP nya yang sedang Si Ikal baca.

"Kamu dapet dari mana KTP saya?"

"Di bus semalem. Makanya Mbak, jangan mentang-mentang lagi di luar negeri, ingetnya paspor mulu. KTP jatuh dicuekin." Si Ikal terkekeh pelan menjauhkan benda itu dari jangkauan Atta, "dan gue ngikutin Mbak dari Pasar Seni karena mau balikin ini."

Tatapan Atta mengawasi lelaki di sampingnya dari ujung kaki ke ujung kepala seolah tidak yakin dengan tiap kata yang Si Ikal ucapkan. Apalagi ketika matanya melihat Sneakers buluk, celana jin belel, kaos polos berwarna biru gelap dan rambut setengah gondrong, yang melekat pada sosok lelaki ini. 

Atta risi seketika. 

Namun, pandangan perempuan itu terpaku pada sebuah kartu transportasi terusan yang tersampir di sebelah kamera pada leher Si Ikal.

 [SUDAH TERBIT] Madam SriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang