3. Kalau Emang Takut Coba Ngapain Nyalahin Hidup

37.8K 4.5K 136
                                    

-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

-

"Mbak, gimana ya... Hm..." Atta berbalik, menatap Awan yang dari raut wajahnya terlihat kurang nyaman.

"Gimana apanya?"

"Gue kudu ke kampus sekarang, ada beberapa dokumen yang harus diurus. Mbak mau gue tinggal di sini atau..."

"Kamu mau saya nyasar?!" Ucapan galak Atta sontak membuat Awan refleks menelan ludah. Namun, sebuah senyum muncul dari bibirnya sedetik kemudian.

"Oke kalau gitu. Ayo!"

"Tapi kamu yang bayar transport nya ya. Kan ini di luar request saya," ujar Atta tersenyum angkuh sambil melipat kedua tangannya, membelakangi Awan. Lelaki itu seketika menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Atta.

"Ck, perhitungan banget sih, Mbak. Iya... Iya."

***

Mata Atta bergerak memperhatikan satu per satu mahasiswa di sekelilingnya. Dia tersenyum, mengingat masa-masa kuliahnya dulu. Masa di mana semua ambisi terasa serba mungkin, dan kita bisa tetap play hard meskipun otak selalu work hard. Hal inilah yang sulit terulang di dunia kerja, karena saat memikirkan tagihan membeludak atau todongan pertanyaan "Kapan kawin?" saja sudah membuat tangan melambai ke kamera.

"Kim!"

Suara Awan menggerakkan kepala Atta. Dia melihat seorang lelaki bermata minimalis dengan tas ransel di punggungnya mendekati Awan.

"I'm looking for Iban. Have you seen him today?"

"Iban? Have you tried to check him in a library?"

"Nope. Okay, I have to go there. Thanks, Kim."

"You are welcome. See you."

Atta balik tersenyum saat lelaki yang dia yakini berkewarganegaraan Korea itu, mengangguk ke arahnya saat berlalu pergi dari sana.

"Mbak, tunggu di sana aja. Banyak Kafe kok buat nongkrong," kata Awan menunjuk deretan Kafe yang berada 300 meter dari mereka, "gue mau ke perpus sebentar. Nanti gue susulin ke sana. Oke!"

Tanpa menunggu jawaban Atta, lelaki berhidung mancung itu berlari menaiki tangga besar di depan mereka dan menghilang ke dalam kerumunan. Setelah berjalan dan memilih beberapa Kafe di sana, Atta memutuskan berhenti di sebuah coffee shop. Usai memesan, dia lantas duduk pada meja di luar agar Awan tidak sulit mencarinya nanti.

Sambil menunggu, Atta membuka laptop dari tasnya dan mulai mengecek satu per satu email yang masuk. Wajahnya berubah malas, lantaran masih saja dia diteror pekerjaan di waktu libur begini. Apa jadinya jika di minggu ini dia jadi menikah? Bisa rusak mood-nya untuk bermanja-manja ria.

 [SUDAH TERBIT] Madam SriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang