Dua belas

2.2K 260 29
                                    

"Nal, are you okay?" Tanya Naomi sambil menyentuh punggung tangan Kinal yang sedang diam melamun memandangi buku yang berada di genggamannya.

Kinal mengerjap lalu mengangkat kepalanya. Kinal tersenyum tipis lalu mengangguk menandakan bahwa ia baik-baik saja. Naomi menghela napasnya lalu melepas kacamata yang ia kenakan. Naomi menopang dagunya menatap Kinal serius. "Kamu ada apa? Nggak biasanya murung kayak gini," ujar Naomi. "Kamu kayak baru kenal sehari dua hari aja sama aku." Lanjutnya.

Kinal menghela napasnya lalu meletakkan kepalanya di atas meja. Setelah kejadian di mana ia mengungkapkan perasaannya dengan Ve beberapa minggu yang lalu, Kinal lebih memilih untuk menghindari Ve. Entah mengapa Kinal melakukan itu yang jelas Kinal merasa ingin jauh-jauh dari sahabatnya tersebut. Kinal tau hal ini pasti akan membuat Ve sedih. Namun bagaimana? Ia merasa lebih sedih dan merasa bersalah karena dengan tidak sopan menaruh hati kepada seseorang yang memang sudah ditakdirkan untuk tidak
bersatu.

"Tuh kan bengong," Naomi menjentikkan jarinya di depan wajah Kinal. Naomi bergegas pindah duduk di sebelah Kinal lalu memerintah Kinal untuk mengangkat kepalanya. Dengan malas-malasan Kinal mengangkat kepalanya lalu menatap Naomi. "Cerita kenapa sih, aku gregetan ngeliat kamu kayak begini. Ada apa?"

Kinal menggelengkan kepalanya. "Cuma lagi gelisah aja." Jawab Kinal singkat lalu merapikan barang-barangnya.

Kening Naomi berkerut. "Itu kenapa di beresin?" Tanya Naomi sambil menunjuk tangan Kinal yang bergerak memasukan buku-bukunya.

Kinal mendesah. "Gue gak konsen, mending lo temenin gue ke mana kek gitu biar gue gak gelisah kayak begini." Jawab Kinal cepat.

"Lho, besok kan kamu bimbingan Kinal? Gimana kalau belum ada materi? Ish." Naomi menarik tas Kinal secara paksa. "Seenggaknya ada beberapa paragraf yang nantinya bisa dibuat bahan diskusi sama Dosen Pembimbing kamu." Jelas Naomi.

Kinal mengacak-acak rambutnya. "Dan kenyataannya gue sama sekali nggak bisa mikirin materi-materi itu!" Jawab Kinal agak berteriak. Kinal memijat pelipisnya lalu menatap Naomi melas. "Tolong, gue gak bisa."

"Aku ke sini buat bantu kamu nyusun materi-materi kamu." Kata Naomi dengan nada penuh penekanan. "Kan kamu juga udah telat setahun. Temen-temen kamu udah pada selesai lho sama yang kayak beginian." Lanjut Naomi sambil melempar kertas-kertas materi yang ia cari semalam di rumah ke atas meja.

"I know, I know, I know!" Geram Kinal. "Tapi lo tau kan gimana rasanya berpikir sedangkan di kepala lo juga lagi banyak pikiran?"

"Ya makanya kan tadi aku minta kamu buat jelasin kenapa kamu murung kayak begini. Siapa tau aku bisa bantu selesain masalah kamu. Kamu nggak mau kan jelasin? Nah ya udah, jadi kamu frustasi sendiri. Salah siapa? Kamu." Jawab Naomi lalu memtusukan untuk ikut merapikan barang-barangnya. Naomi menggendong tas ranselnya lalu melirik ke arah Kinal. "Kamu mau pergi? Ayok."

Kinal menghela napasnya lalu menggendong tas ranselnya dan berjalan mengikuti Naomi di belakangnya. Kinal mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya lalu melihat sebuah notifikasi masuk. Lima panggilan tidak terjawab dari Ve. Serta Sepuluh pesan singkat dari Ve juga. Kinal kembali meletakkan ponselnya ke dalam saku jaketnya mengabaikan pesan dari Ve.

"Kenapa kamu diem? Masuk." Kata Naomi saat mereka sudah berada di parkiran mobil. Kinal menghela napasnya lali menggelengkan kepalanya. "Dih, bingung aku sama kamu."

"Anter gue pulang bisa, Naomi?" Ujar Kinal pelan. Naomi mengangguk lalu menyuruh Kinal untuk masuk ke dalam mobilnya.

Kinal membungkukan tubuhnya guna menatap wajah Naomi saat sudah sampai di depan rumahnya. Kinal tersenyum tipis. "Makasih ya Mi udah nemenin. Maaf ngerepotin."

Friendzone [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang