2

13 0 0
                                    

***

"Baju siapa de?"

"Baju teman ma."

Ku sibuk menyikat dan membersihkan seluruh noda minuman hazelnut chocolate milk tea favorit ku yang menempel di baju pria cakep tapi menakutkan itu.

"Besok pagi aja de, ini udah malam, nanti masuk angin."

Suara Dewi kembali terdengar, Dewi memang selalu memanjakan Sena,  karena Sena anak terkecil di rumah ini, sehingga dipanggil Ade yang berarti Adik, dan menjadi bungsu yang selalu diperhatikan.

"Besok pagi harus dikembalikan ke orangnya ma, soalnya mau dipake besok."

Dewi diam seperti sudah mengerti maksud dari anak bungsunya.

***

Ricky Grevan Santoso, alamatnya jauh banget, kenapa aku baru baca sekarang kartu namanya, Sena dodol, bisa gawat ini kalau terlambat. Hp mana hp, mau ga mau aku harus naik ojek online, mending rugi dari pada harus berurusan dengan pria itu.

"Makasih pak." Ku ucapkan kepada bapak ojek yang sudah membawa ku dengan cepat menuju alamat pria seram itu.

Ini alamatnya udah benar sesuai dengan kartu nama, ku lirik jam tangan ku dan ternyata sudah jam 07.05. Gawat, aku akan dimarahi, ku siapkan hati, telinga dan pikiranku untuk siap menerima seluruh amarahnya.

"Telat 5 menit." Suara dari pintu sudut kanan terdengar, dan melangkah membuka gerbang hitam di depan ku.

"Maaf, rumah jauh, saya sudah berangkat menggunakan ojek tapi jam tetap saja terlambat. Maaf." 

"Hmm.. Masuk!"

"KTP ku mana, ini baju kamu, aku ga usah masuk ya, aku ada kerjaan lain." Tolak ku secara halus berharap tidak memperoleh tatapan tajam kembali. Tapi ternyata harapan ku pupus. Kini wajah di depan ku berubah menakutkan. 

"Masuk! Kemarin baju saya kamu kotori, hari ini waktu saya. Kamu tau 5 menit itu saya sudah bisa menempuh jarak berapa kilo meter?" Ricky terus ngomel dan menarik tangan ku masuk ke rumahnya.

"Den Grevan, tamu nya mau minum apa?" seorang bibi tua menghampiri kami, aku belum duduk tapi dia sudah menawari minuman dengan senyuman yang menyejukkan. Oh.. ternyata panggilannya Grevan.

"Susu putih hangat aja bi, buat 2 ya bi."

"Baik den"

'Loh kok 2? Untuk siapa? Aku kok dikasih susu putih? Apa apaan ini? Penyiksaan ini namanya. Aku tidak pernah suka susu, apalagi susu putih. Kenapa dia jadi pria sok tau begini, apa mau nya sih?' batin Sena.

"Woi. Melamun lagi? Duduk." Grevan sudah duduk di sofa entah sejak kapan aku pun tak sadar. 

"KTP ku mana, aku mohon maaf untuk baju mu dan waktu mu, tolong perbolehkan aku pulang." Sena memohon tanpa menghiraukan Grevan yang menyuruhnya duduk.

"Duduk. Atau KTP kamu akan aku sita selamanya." Grevan meninggikan suaranya memerintah Sena untuk duduk.

"Mahasiswa S2, usia 24 tahun, pernah bekerja di HRD kantor yang cukup besar selama 2 tahun, anak ketiga dari tiga bersaudara, Tere Shena Pradifta." semua tentang Sena terucap di bibir Grevan.

Aku duduk dan bertanya dalam hati kenapa dia tau, dia tau dari mana? Apa mau nya? Apa yang akan terjadi setelah ini? Ya Tuhan.. selamatkan hidup ku, ampuni dosa ku, beri kelancaran dan kemudahan bagi ku untuk menghadapi pria menakutkan ini...

"Belum 10 menit kamu dirumah saya, tapi sudah 2 kali saya lihat kamu melamun. Kamu melamun atau ketakutan? Hah?!" Grevan kembali melontarkan pertanyaan yang membuat Sena merinding karena tatapan tajam dan wajah yang sangat tidak menghargai, seperti memandang sampah yang menjijikkan.

"Apa mau mu? Aku sudah cukup bersabar dan menahan mulutku untuk tidak melawanmu. Aku tau aku salah, tapi sebesar apa salah ku sampai membuat mu harus menahan ku seperti ini? Aku sudah mengembalikan baju mu dalam keadaan bersih. Aku hanya terlambat 5 menit. Ga ada alasan yang kuat bagimu untuk memperlakukan ku seperti ini."

"Husssttt... ga usah berisik, aku membawa mu masuk ke dalam rumah ku bukan untuk mendengarkan dongeng mu, aku belum mau tidur, diam dan simak seluruh perkataan ku."

Aku diam dan mengangguk.

"Hari ini aku cuti, aku ingin membawa mu ke rumah sakit, ibuku sudah tua dan sakit-sakitan, hanya 1 permintaannya yaitu melihat ku membawa wanita ke hadapannya sebagai calon pasangan ku. Aku anak satu-satunya, ayahku sudah meninggal 4 tahun yang lalu, dan usia ku sudah 32 tahun. Aku akan bersedia menjadi nasabah mu, aku tau kau seorang Agent Asuransi, kau butuh dana untuk S2 mu kan? Aku sudah mencari tau semua tentang mu. Aku harap kondisi ibu ku semakin membaik ketika melihatmu."

Satu-satunya pekerjaan yang bisa menyelamatkan nasib S2 ku hanya Agent Asuransi, nasabah menjadi sumber dana ku, mendengar kalimat teman sekantorku mendapatkan uang untuk biaya S2 ku sangat mudah, aku hanya mencari nasabah yang mau memberi premi (bayaran bulanan) yang besar, maka penghasilan ku pun besar.

"Baiklah." 1 kalimat yang ku berikan, mengingat dia bisa membantu S2 ku..

"Den, susunya diletak dimana? Tadi den juga belum sarapan, apa tidak sekalian sarapan saja den?"

"Kami akan sarapan di rumah sakit bi, makanannya di rantangin aja bi, biar dibawa, sayang kalau ga dimakan kan." Grevan menjawab bibi dengan begitu lembut dan Sena menatap Grevan penasaran, wajah Grevan secepat kilat berubah menjadi sangat tampan dan baik begitu menatap bibi.

"Baik den."

***

"Pagi mama, mama udah sarapan?"

"Belum van, mama ga selera."

"Mama harus sarapan, minum obat biar cepat pulih. Mama ga mau menghadiri pesta pernikahan anak mama satu-satunya ini?"

"Kamu bilang apa Grevan? Kamu sudah punya calonnya? Kamu ga bercanda kan?" Wajah Shinta langsung berseri mendengar anak semata wayangnya mau menikah.

"Kalau Grevan bawa calon istri Grevan, mama janji mau makan?"

"Iya Grevan, mama janji."

"Sena.. masuk sayang.." Grevan memanggil begitu lembut hampir membuat Sena baper dan lupa kalau ini hanya acting saja.

"Pagi tante.." Sena langsung meraih tangan Shinta dan membawanya ke keningnya sebagai tanda penghormatan.

"Pagi sayang, nama kamu siapa? Tante senang bisa lihat kamu pagi ini, kamu sangat sederhana dan manis, sesuai dengan harapan tante untuk pendamping hidup Grevan."

"Jadi mama setuju ma? Mama kan belum kenal Sena, mama juga belum tau bibit bebet bobotnya. Mama kan selalu tanyakan hal itu, tumben hari ini tidak?"

"Oh.. namanya Sena ya.. tatapan matanya sudah menyakinkan mama.. Mama yakin dan mama ga memiliki sedikit keraguan pun melihat Sena. Orang tua ga pernah salah Grevan."

***  

Lebih dari yang ku harapkanWhere stories live. Discover now