Satu : Pendaftaran Pengurus OSIS

3.5K 753 726
                                    

Icha Amira sudah tampak rapi mengenakan seragam putih abu-abunya. Cewek yang selalu mengepang rambutnya ini selalu bersemangat untuk pergi ke sekolah. Bukan karena hanya ingin menuntut ilmu tapi ada maksud lain yang terselubung yaitu ingin bertemu dengan Gevan. Kakak tingkatnya yang sudah duduk di kelas XI.

Icha melihat benda yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, dimana jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Dia segera bergegas menghabiskan menu sarapan di atas meja makan, lalu tak lupa sebelum pergi dia berpamitan dengan mamanya.

Pagi ini, Icha menggunakan angkot untuk pergi ke sekolahnya karena supir yang biasa mengantarnya sedang pulang kampung. Butuh waktu kurang lebih 20 menit untuk sampai di sekolahnya. Sebelum dia turun dari angkot, Icha selalu berkaca merapikan tampilan wajahnya dengan kaca kecil yang selalu ada di dalam tasnya.

Langkah kakinya begitu bersemangat melintasi gerbang sekolah Tunas Bangsa. SMA Tunas Bangsa bisa dibilang sekolah yang ternama dengan fasilitas yang memadai. Gedung sekolah memiliki tiga lantai. Pohon-pohon besar yang ada di halaman menambah kesan sejuk sekolah itu meski terkadang ada kesan mistisnya.

Tiba-tiba ada sesosok cowok entah datangnya dari mana, menabraknya. Icha yang tidak ada persiapan membuat tubuh kecilnya terjatuh.

"Lo itu kalo jalan pake...." Icha yang semulanya emosi langsung terdiam menatap orang yang menabraknya itu.

"Lo gakpapa kan?" tanya sang cowok yang mengulurkan tangannya membantu Icha untuk berdiri.

Kak Gevan, sumpah, lo itu keren habis. Gumamnya dalam hati. "Iya gue gakpapa kok kak," jawab Icha yang menerima uluran tangan Gevan.

"Sekali lagi gue minta maaf, soalnya gue buru-buru," ujar Gevan dengan wajah merasa bersalah.

"Iya gakpapa kak, gue juga salah tadi nggak liat-liat," ucap Icha dengan mata tanpa berkedip.

"Syukur kalo lo gakpapa. Kalo gitu gue duluan," ucap Gevan, lalu berjalan cepat meninggalkan Icha.

"Gue rela kak kalo lo mau tabrak gue berulang kali," Icha berbicara sendiri seraya menatap kepergian orang yang selama ini dia kagumi.

Icha yang tak menyangka ditabrak oleh Gevan, menampar-nampar pipinya memastikan apakah dia sedang bermimpi, karena dia merasakan pipinya sakit akhirnya dia melanjutkan langkahnya dengan senyuman yang begitu merekah.

"Selamat pagi sahabat-sahabatku tersayang," ucap Icha seraya memeluk dua sahabatnya, Sandra dan Lena dari belakang.

"Lebay lo, lagian ketek lo bau," cibir Lena yang menutup hidungnya.

"Lo kenapa? Kesambet penghuni pohon belakang sekolah?" ucap Sandra yang menatap Icha curiga. Namun Icha hanya senyum-senyum gak jelas kepada kedua sahabatnya itu.

"Pokoknya gue pagi ini seneng banget TITIK." Icha masih dengan senyum bahagianya.

"Dasar gila ! San, ke kelas yok entar kita ikutan jadi gila," seru Lena. Lalu dia menggandeng Sandra masuk ke dalam kelas.

"Tungguin gue, somplak," teriak Icha sambil mengejar Lena dan Sandra.

***

Bel masuk telah berbunyi, murid-murid yang masih di luar berbondong-bondong masuk ke kelas masing-masing. Lima belas menit berlalu, tapi guru yang mengajar di kelas X-2 belum juga menampakkan diri. Semua murid mengambil peran diposisinya masing-masing. Ada yang teriak-teriak tidak jelas, bernyanyi asal-asalan, ada yang bergosip, hingga ada yang terdiam menonton sesuatu di ponselnya. Namun, tiba-tiba suasana berubah drastis menjadi sunyi, tertib, dan semuanya menghadap ke papan tulis.

Love Unilaterally [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang