[ Chapter 1 ]

26.9K 616 12
                                    

Seorang gadis berdagu tirus, berkacamata besar dengan rambut yang sering dikepang dua, perlahan mendorong sepedanya memasuki gerbang sekolah. Raut wajahnya tampak tenang, meski di dalam hatinya ada perasaan enggan yang sulit ia sembunyikan.

“Akhirnya si cupu datang juga!” seru seorang gadis berbando merah dengan suara nyaring, diiringi tepukan tangan penuh ejekan. Gadis itu, Dea, berdiri di tengah jalan bersama tiga temannya yang tersenyum sinis, menghalangi jalan gadis berkacamata tersebut.

“Mereka mau apa lagi, sih?” gumam si gadis cupu dalam hati, berusaha menekan rasa jengkelnya.

“Maaf, De. Gue mau masuk. Gue nggak mau telat ke kelas,” katanya sambil mencoba tetap tenang.

“Tunggu dulu,” kata Dea sambil melangkah lebih dekat, tangannya terulur menuntut sesuatu. “Lo nggak bisa masuk sebelum lo bayar kita.”

Seperti biasa, ini adalah "ritual harian" yang selalu dilakukan Dea dan gengnya. Mereka memeras gadis berkacamata itu dengan alasan sepele.

“Maaf, De. Hari ini gue nggak punya uang. Permisi.”

Kata-kata itu keluar dari mulutnya dengan nada yang begitu santai. Dia kemudian mendorong sepedanya melewati keempat gadis itu tanpa ragu. Sikapnya yang tiba-tiba berani ini membuat Dea dan teman-temannya tertegun. Biasanya, gadis itu akan patuh dan menurut, bahkan terlihat ketakutan. Tapi hari ini berbeda. Hari ini, si gadis cupu yang selama ini mereka remehkan, mendadak menunjukkan keberanian yang tak terduga.

Dea menggertakkan giginya, wajahnya memerah karena kesal. “Berani-beraninya dia…” gumamnya, sementara gengnya hanya bisa saling pandang dengan ekspresi bingung.

"Sial! Kenapa cewek itu mulai berani nantang gue?" geram Dea, tangannya mengepal menahan amarah. Kali ini, ia benar-benar kesal karena gadis cupu itu berhasil menghindar dari aksi palaknya.

Dea sudah tak menyukai gadis itu sejak hari pertama Masa Orientasi Siswa setahun yang lalu. Alasannya sederhana namun menusuk: gadis itu selalu dekat dengan Mikaiel Ivano, ketua OSIS yang menjadi pujaan hatinya. Kekesalan Dea semakin memuncak setiap kali melihat kedekatan mereka, seolah gadis itu sengaja merebut perhatian Mikaiel darinya.

****

"Hai, Kak Mika. Kak, bisa gak kalau aku nyanyinya sama Kakak aja? Biar romantis gitu," ujar Dea dengan senyum lebar, penuh keberanian. Ia dengan santainya mengajak Mikaiel, ketua OSIS mereka, untuk menjalankan hukuman bersamanya. Dea dihukum karena membawa barang yang salah dari daftar yang diminta oleh panitia OSIS. Senyum cerahnya memperlihatkan betapa ia merasa percaya diri, seolah tak ada rasa canggung sama sekali meski dikelilingi teman-teman sekelasnya.

Siswi lain yang juga dihukum hanya bisa menatap Dea dengan tatapan jengkel. Dalam hati, mereka sebenarnya juga ingin mengajak ketua OSIS itu untuk menjalankan hukuman bersama, tetapi rasa malu lebih besar daripada keberanian mereka. Apalagi ini adalah hari pertama Masa Orientasi Siswa (MOS), dan bagi sebagian besar dari mereka, Mikaiel adalah sosok yang terlihat sulit didekati. Tapi lihatlah Dea — gadis yang terkesan SKSD (Sok Kenal Sok Dekat), seakan sudah lama akrab dengan sang ketua OSIS.

"Maaf, aku gak bisa. Lebih baik kamu cari panitia OSIS yang lain aja," jawab Mikaiel dengan lembut. Penolakannya sopan, tetapi tetap membuat Dea terdiam sejenak. Raut wajahnya yang semula penuh antusias berubah suram. Ia merasa malu, apalagi penolakan itu terjadi di depan teman-teman lainnya. Namun, rasa malunya berubah menjadi kekesalan ketika matanya menangkap sosok Mikaiel yang mendekati Alyssa — gadis berkacamata yang terkenal pendiam dan jarang menonjol di kelas.

Dea mengepalkan tangannya, menahan amarah. Kenapa dia lebih memilih cewek itu? pikirnya. Hatinya yang semula hanya terluka kini dipenuhi rasa iri.

The Devil [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang