[ Chapter 2 ]

11.7K 445 9
                                    

Pagi itu, entah kenapa Alyssa bisa datang terlambat ke sekolah. Padahal biasanya, ia adalah murid yang paling disiplin soal waktu. Alarmnya pagi ini mendadak tidak berbunyi. Hasilnya? Alyssa terpaksa mengayuh sepedanya secepat mungkin, berharap keajaiban bisa menyelamatkan dirinya dari hukuman keterlambatan.

Saat tiba di gerbang sekolah, ia mendapati pintu gerbang sudah setengah tertutup. Pak Boby, satpam sekolah yang terkenal tegas, berdiri dengan tangan bersedekap, menatap tajam ke arahnya.

"Pak Boby, saya terlambat sekali ini saja, sumpah!" ujar Alyssa dengan napas terengah-engah. Matanya memohon penuh harap.

Pak Boby mengernyitkan dahi, memperhatikannya beberapa detik. “Kamu nggak biasanya terlambat, Alyssa. Saya percaya kamu nggak bohong. Tapi ingat, jangan sampai ada yang kedua kali.”

"Terima kasih, Pak! Terima kasih banyak!" seru Alyssa sambil membungkuk berkali-kali. Setelah meminta izin untuk meninggalkan sepedanya di pos satpam, ia pun langsung berlari ke dalam sekolah.

Kelas Bu Sinta, guru paling menyeramkan di sekolah, sudah terbayang jelas di benaknya. Sosok guru itu terkenal tidak memberi toleransi untuk keterlambatan, bahkan satu menit pun.

"Kenapa sih gue bisa telat hari ini?!" gerutu Alyssa, berlari menyusuri koridor yang sudah hampir sepi. Hatinya semakin cemas saat memikirkan hukuman yang mungkin menantinya.

Namun, di sebuah tikungan, brak! tubuhnya tiba-tiba menghantam sesuatu.

"Aduh!" erang Alyssa sambil meringis kesakitan. Tangannya memegangi dahi yang terasa nyeri. Ia menunduk sejenak, mengira telah menabrak tiang. Namun, saat mendongak, ia terkejut. Yang berdiri di depannya adalah seorang siswa laki-laki.

Sosok itu tinggi dengan wajah dingin. Seragamnya tampak rapi, kontras dengan penampilan Alyssa yang acak-acakan.

"Lo nggak lihat apa gue lagi buru-buru? Sakit tahu! Kalau jalan pakai mata, dong!" omel Alyssa, melupakan sopan santun saking paniknya.

Pemuda itu tidak berkata apa-apa, hanya memandangnya dengan tatapan tenang namun menusuk.

"Apa lo lihat-lihat? Terpesona sama gue, ya?" lanjut Alyssa dengan nada percaya diri yang dibuat-buat, mencoba menutupi rasa malunya.

Senyum kecil terulas di wajah pemuda itu. Tapi bukan senyum kagum, melainkan senyum mengejek. "Cewek cupu gila," ucapnya dingin sebelum melangkah pergi tanpa menoleh lagi.

Alyssa melongo, mulutnya setengah terbuka. Kata-kata itu seperti tamparan yang tidak ia duga.

"Cewek cupu?" gumamnya, mendadak menyadari penampilannya. Rambutnya berantakan, seragamnya kusut, bahkan dasinya miring. “Sialan, tadi dia bilang apa? Gila?”

Ia menoleh ke arah pemuda itu yang semakin menjauh. Wajahnya terlihat asing. “Dia siapa, sih? Anak baru, ya? Soalnya gue nggak pernah lihat dia sebelumnya.”

Namun, pikiran itu segera ia buang jauh-jauh. "Ngapain juga gue mikirin cowok rese kayak dia!" Alyssa menggeleng keras, mengumpulkan fokusnya kembali.

Ia berlari lagi dengan kecepatan penuh, menyusuri lorong yang panjang. Harapannya cuma satu: semoga ia sampai di kelas sebelum Bu Sinta masuk. Kalau tidak, hari buruknya akan semakin sempurna.

****

“Selamat pagi, anak-anak,” ucap Bu Okky, wali kelas mereka, dengan senyuman ramah saat melangkah masuk ke kelas 12. Di belakangnya, seorang pemuda berdiri tegap, mencuri perhatian. Ia tinggi, berkulit sawo matang, memiliki rahang tegas, dan sepasang mata tajam yang memancarkan aura misterius, seperti mata elang yang mengawasi mangsa.

The Devil [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang