WK? - 3

59 11 0
                                    

Setelah acara belanja di supermarket bersama ibu, aku memutuskan untuk menghibur diri dengan berkeliling di danau yang berada di dekat rumahku. Matahari hampir tenggelam saat aku memutuskan untuk duduk di tepi danau. Menikmati langit senja yang begitu indah sembari mengingat kenangan-kenangan masa kecilku dulu bersama ayah.

Di tempat inilah dulu aku sering menghabiskan waktu senggangku bersama ayah. Memancing, bermain bola, atau bahkan hanya sekadar duduk-duduk menikmati suasana nyaman yang ada disini. Itu semua menjadi rutinitas favorit tersendiri untukku.Namun semenjak usiaku 10 tahun, aku tidak pernah melakukannya lagi. Itu karena ayahku meninggal saat usiaku 10 tahun. Kecelakaan mobil mengubah segalanya. Dan mengingat itu sesak kembali menyelimuti hatiku.

Aku rindu ayah.

"Kau tidak bosan?"

Aku terperanjat saat mendengar suara yang tidak asing dari sisi kananku.

Ah, hantu ini lagi.

"Kenapa kau terus mengikutiku?!" Kepalaku menengok kanan-kiriku, hanya sekadar memastikan jika tidak ada orang yang melihatku saat ini. Aku tidak ingin kejadian di supermarket terulang kembali. Dianggap aneh karena berbicara dengan udara kosong—meski sebenarnya ada hantu yang aku ajak bicara.

"Kau sendiri kan yang membolehkanku untuk mengikutimu."

"Aku memang membiarkanmu untuk ikut denganku. Tapi tidak seperti ini juga."

Aku malah merasa seperti memiliki bodyguard sekarang. Namun bedanya, bodyguard-ku ini tidak kasat mata.

Dia hantu! Melayang! Dan juga pucat!

"Apa yang kau lakukan disini?" Hantu itu menoleh padaku dengan cemberut di wajahnya, sebelum ia kembali manatap langit senja—mungkin dia kesal denganku.

"Melihat dia menghilang dan menyaksikan gelap datang bersamamu. Kau sendiri?" Hantu itu menunjuk hamparan langit senja menggunakan dagunya.

"Bukankah dia cantik?" Gumamku tanpa menoleh pada hantu itu.

"Kau berbicara tentangku? Terima kasih, aku memang cantik."

"Percaya diri sekali." Cibirku. "Aku berbicara tentang langit senja itu bukannya kau, dasar hantu mesum!"

Hantu itu tertawa pelan, seakan aku ini baru saja mengeluarkan lelucon murahan untuk menghiburnya. Dasar hantu aneh! "Aku tahu. Dan omong-omong, Baekhyun. Aku bukan hantu mesum."

"Lalu bagaimana aku harus menyebutmu jika kau saja berusaha mengintipku ketika aku mandi tadi."

"Dan satu hal lagi, aku bahkan tidak mengintipmu."

"Terserah kau saja."

Hhhhhh... aku tidak tahu jika berdebat dengan hantu akan sama lelahnya ketika aku berusaha membantah si idiot—Oh Sehun.

"Hey, Baekhyun. Apa yang kau suka dari senja?" Hantu itu bertanya setelah terjadi jeda yang cukup lama diantara kita.

"Senja?" Hantu itu mengangguk antusias saat aku menoleh padanya.

"Langit senja selalu mengingatkanku dengan ayahku." Dengan otomatis, ingatanku kembali berputar di masa dulu. Mengenang masa-masa indahku dulu dengan ayah yang ditemani dengan  guratan warna jingga yang berpadu dengan indahnya langit biru, menghasilkan karya yang luar biasa indah. Apalagi saat awan putih yang lembut ikut berkolaborasi bersamanya. Tuhan memang Mahasegalanya.

"Manis sekali. Tapi sayangnya aku tidak menyukai senja." Ucapnya setelah menghela napas. Seakan semua beban dunia ini tengah ia pikul seorang diri.

Who Knows?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang