" 5 "

67 1 2
                                    

"Eh , lu perebut laki orang !" katanya sambil mengacungkan telunjuknya ke wajahku.

" Apaan sih Rev?" tanyaku bingung.

" Lu kan tau sendiri kalo Vino itu cowok gue. Ngapain lu kegatelan sama dia ?" dengan wajah memerah , ekspresi marah dia menggebrak bangku milikku.

Tak mau mati  gaya , aku berdiri , mendekatkan wajahku ke arahnya dan menatapnya dalam-dalam.

" Mata lo dibuka lebar bisa nggak?!" teriakku ke arahnya sambil menunjuk matanya.

" Eh , lu jangan banyak ngeles deh Verika!" dia terus berbicara sambil menunjuk-nunjuk wajahku.

" Eh , lu nggak baca kalau kejadian gue sama Vino kemaren itu cuma sebatas permainan truth or dare!"

" Alesan aja lu! Gaya lu alim tapi kelakuan lu ...." katanya sambil berdecak.

"Eh , jaga mulut lu!" jawabku sambil menunjuknya sekali lagi.

" Apa lu ?" tanpa bisa ditahan dia langsung menjambak rambutku dengan keras.

         Akupun tak mau mengalah padanya , aku juga menarik rambutnya lebih keras. Tak hanya kujambak , tapi juga coba kuacak-acak. Aku ingin menghancurkan rambut hasil perawatan salon mahal miliknya. Aku ingin menghancurkan kecantikan yang membuatnya merasa unggul tak terkalahkan. Aku benci dia.

          Bahkan bila aku boleh berkata jujur , aku sangat menyesal telah menutupi perasaanku hanya demi menjaga perasaannya. Dia , wanita licik yang tak rahu terimakasih. Andai dia tahu , betapa lemahnya dia. Dia dibenci banyak orang , mendapat cibiran , mendapat image sebagai wanita buruk.

" Revita , lu punya cermin kan ? Lu nggak pernah ngaca ya ? Gue akui lu emang cantik , cantik banget , tapi lu nggak pernah nyadar , lu itu dibenci banyak orang. Lu tau alasannya ? Itu semua karena kelakuan lu. Banyak orang yang nggak suka sama lu , itu juga karena sifat buruk lu. Dan sekarang lu pengen semua orang mendukung perasaan cinta lu ke Vino ? Haha... tau diri dong ! Makanya kaca itu jangan cuma dipake buat lihat kecantikan lu aja , tapi lu juga harus pake buat ngaca , apa yang salah dari diri lu ! Saran gue N G A C A !" aku meluapkan segala perasaan benciku padanya sambil terus menjambak rambutnya .

        Aku mengatakan hal yang selama ini selalu kupendam. Akupun sadar , itu sangat melukai hatinya. Namun , aku tak bisa menahan , aku tak bisa mengalah. Sampai kapan dia terus bertengger di atas dengan semua sifat buruknya.
Setelah aku mengucapkan kata-kata menyakitkan itu , dia melepaskan tangaannya di rambutku.

             Tanpa berkata sepatah kata apapun dia langsung pergi. Pergi tanpa pesan dan pergi tanpa alasan. Aku hanya mengamatinya dari belakang dengan rambutku yang sudah tak karuan. Sekilas kulihat dia menangis. Apa ? Dia menangis ? Karena kata-kataku ? Biarlah , aku malah senang kalau dia sadar.

" Ver , lu gak papa ?" tanya Indri dan beberapa anak perempuan sambil menepuk bahuku.

" Hmm... gak papa kok. Cuma agak pusing aja." jawabku sambil melemparkan senyum ke arah mereka.

" Oh ya , gue bawa sisir. Lu rapiin rambut lu dulu deh. Sebentar lagi guru kimia datang." kata Indri sambil memberikan sebuah sisir kepadaku.

Kusisir rambutku perlahan , dan...

" Aaaa !!! Rambut gue kusut banget , nggak bisa di sisir !" teriakku dengan meneteskan air mata , karena rambutku terjerat pada jari- jari sisir.

" Gue bantu Ver." Indri mendekat ke arahku dan mencoba mengambil sisir itu perlahan.

Siswi lain juga berusaha membantuku merapikan rambut.

" Woyy , guru kimia otw." kata Adrian yang bersiap di samping pintu sambil mengamati suasana luar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 04, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TRUE LOVE / TRUE FRIENDSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang