" 3 "

130 5 2
                                    

Pagi ini cuaca sangat cerah. Hamparan langit yang berwarna biru keputihan berpadu dengan sinar mentari yang sangat indah. Kicauan burung yang merdu seolah menambah indahnya suasana pagi ini. Benar- benar pagi yang sempurna.

Aku mengamati indahnya pemandangan dari balik jendela kamarku sambil termenung memikirkan bagaimana cara mengembalikan buku milik Revita. Aku sangat malas jika harus bertemu dengannya karena dia adalah musuhku.

Lamunanku buyar seketika tatkala aku mendengar HP ku berdering. Kulihat sekilas layar HP ku yang menyala dan tampak sebuah panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Namun aku mengabaikannya karena mungkin hanya telepon salah sambung atau orang iseng. Pada akhirnya , panggilan itu berhenti dengan sendirinya dan setelah itu muncul sebuah pesan dari seseorang yang tadi menghubungiku.

" Ver , gue Vino. Angkat telepon gue ."

" Iya. Telepon gue sekali lagi Vin."

Tak lama setelah pesanku terkirim padanya , Vino menghubungiku untuk kedua kalinya. Sebenarnya , aku merasa canggung sering berkomunikasi dengan Vino karena dua hal. Yang pertama , dia adalah orang yang baru ku kenal dan akupun belum terlalu akrab dengannya. Yang kedua adalah karena dia dekat dengan musuhku , Revita. Namun , kuabaikan semua perasaan itu , karena mungkin memang ada hal penting yang harus disampaikan Vino padaku. Kuangkat telepon dari Vino secara perlahan.

" Halo Vin."

" Halo Ver. Lu sibuk nggak ?"

" Nggak kok. Ada apa ya ?"

" Gini , hari ini kan hari Minggu. Terus kebetulan di sekolah ada acara bakti sosial. Lu mau ikut nggak ?"

" Oh ... ya gue sih mau mau aja Vin. Banyak anak yang datang ?"

" Lumayan banyak Ver. Ada si Revita juga , anak kelas lu juga banyak yang datang kok."

" Ada Revita ?"

" Iya ada. Tuh , dia lagi ngobrol sama gengnya."

Muncul sebuah ide di pikiranku. Ini kesempatanku untuk mengembalikan buku kimia milik Revita tapi aku tidak mau mengembalikan buku itu sendiri. Aku membayangkan reaksi Revita saat mengetahui kalau ternyata bukunya memang berada di tanganku dan aku sudah terlanjur memaki-makinya. Apa aku harus minta bantuan Vino untuk mengembalikan buku Revita ? Tapi apa dia mau membantuku ? Kucoba untuk mengatakan semua itu padanya , kuharap dia mau membantuku.

" Halo Ver. Kok lu diem ?"

" Mmm Vin , lu mau bantu gue nggak ?"

" Ya kalau gue mampu bakal gue bantuin. Emang ada apa Ver ?"

" Bukunya Verika tuh nggak sengaja gue bawa. Terus besok tuh kebetulan ada ulangan kimia. Lu mau nggak ngembaliin bukunya Revita ?"

" Ya mau mau aja sih. Kenapa bukan lu sendiri yang ngembaliin ?"

" Kan tadi lu bilang kalau si Revita lagi sama gengnya . Gue kan nggak akrab sama Revita dan gengnya itu , jadi gue agak canggung Vin. Gimana Vin , lu mau nggak ?"

" Oke Ver. Gue bantu. Eh Ver, janji lu kemarin gimana ?"

Mungkin ini yang janji yang dimaksud Vino saat makan malam kemarin. Namun , aku merasa tidak pernah memberikan janji padanya. Jangankan janji , akupun juga belum terlalu akrab dengannya. Aku heran , seberapa pentingkah janji yang kuucapkan sampai-sampai dia selalu mengingatkanku untuk menepati janji.

" Janji apaan Vin?"

" Chat BBM kita semalem ?"

" Emang gue janji apa sama lu di chat ?"

TRUE LOVE / TRUE FRIENDSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang