4

13 1 0
                                    


Kurasa aku salah, Adrian bukan marah padaku. Tetapi ia sangat amat marah padaku karena sepanjang perjalanan kembali ke Mansionnya, ia sama sekali tidak berbicara apapun. Ia mengemudi dengan kecepatan diatas rata-rata dengan jemari yang terus mencengkeram erat setir. Rahannya pun terus mengeras, bahkan terkadang aku bisa mendengar giginya bergemeletuk karena menahan amarah. Aku tak berani mengeluarkan sepatah kata pun dan untuk menatapnya pun aku takut. Yang bisa kulakukan hanya meremas jemariku sambil berdoa agar ia tak marah apalagi menghabisiku. Walaupun entah mengapa aku yakin ia tak akan sampai menghabisiku.

Adrian langsung keluar begitu mobilnya telah sampai di Mansionnya yang megah dengan nuansa Italia kuno. ia langsung mengitari mobil dan membuka pintu disebelahku dengan tidak sabaran, lalu mengambil tanganku dan menariknya untuk mengikuti langkahnya yang terburu-buru itu.

"Adrian, tanganku sakit"Ucapku saat merasakan tangannya yang mencengkeram pergelangan tanganku.

Kupegang lengannya, mencoba mengirimkan pesan bahwa aku merasa kesakitan dan agar ia lebih tenang. Dan kurasakan Adrian mengendurkan cengkeramannya ketika kami sudah masuk kedalam, tetapi tangannya masih menarik tanganku. Ternyata ia membawaku ke ruang tengah tempat dimana biasanya tidak dijaga Pengawal. Ia segera menyeretku dan mendorongku ke sofa berwarna cokelat terang itu. beruntung sofa ini amat empuk sehingga tubuhku tak merasa sakit. Tapi bagiku tetap saja ia tak seharusnya melakukannya.

"SUDAH KUKATAKAN UNTUK TIDAK MELARIKAN DIRI! APA KAU TULI?"Bentaknya kemudian, ia bertolak pinggang dengan mata yang memancarkan kilatan amarah membuatku menunduk dan tak berani menatapnya.

"A..aku tak bermaksud..... aku tak berniat kabur....."

"KALAU AKU SAMPAI TERLAMBAT DATANG KAU PASTI SUDAH DIPERKOSA OLEH MEREKA? APA KAU MAU? ATAU MEMANG KAU BERNIAT MENGGODA MEREKA?"

Aku menatapnya dengan mata berkaca-kaca tak perduli ketakutanku akan amarahnya. Ucapannya sungguh keterlaluan, bagaimana bisa ia berbicara seperti itu? disaat aku sudah sangat ketakutan ditangan mereka, kuyakin ia juga melihatnya tadi. Air mataku menetes, baru kali ini ada Pria yang berani berkata sangat buruk padaku. Aku melihat rahangnya yang mengeras itu mengendur, bersamaan dengan tatapan yang menyiratkan penyesalan. Tapi itu tak berarti buatku,. Aku sungguh ingin balas memakinya. Namun entah kenapa suaraku seperti ditelan suasana menyebalkan ini. Kemudian kurasakan tubuhku terangkat, rupanya Alex yang menggendong tubuhku.

"Tenangkan dirimu dulu"Ucapnya pada Adrian.

Lalu Alex membawaku menjauh dari Pria itu, yang kini duduk di sofa dengan kedua tangan yang memegangi kepalanya.

"Sungguh Alex hiks.... Aku tak berniat kabur... aku hanya ingin menghubungi Nonna... aku mencari Telepon Umum tapi mereka menipuku..."Aku berusaha menjelaskan kejadian sebarnya walaupun tetap saja air mataku terus mengalir mengingat ucapan Adrian.

"Sssstt... iya aku percaya padamu. Dia hanya sedang kalut dan terlalu khawatir. Lebih baik kau istirahat dulu"Jawab Alex bijak, suaranya begitu lembut mungkin takut membuatku menangis lagi.

Aku mengintip dari balik bahu Alex, dari lantai 2 aku bisa melihat Adrian yang menyenderkan kepalanya di sofa dengan punggung tangan yang ia taruh dikeningnya. Dia terlihat frustasi dari atas sini, dia terlihat menyesal juga tapi aku tak yakin. Tapi sungguh Adrian aku tidak berniat kabur.

Mi Dispiace, Adrian

*******

Aku merasakan ada beban ditubuhku saat ini yang entah itu apa. Kubuka kedua mataku untuk mengetahuinya dan aku terkejut karena Adrian berada diatas tubuhku dan ia memelukku. Wajahnya ia sembunyikan di lekukan leherku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Roman D'ItalianoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang