PROLOG

60 3 0
                                        

Aku merasakan kepalaku terasa pening dan daerah disekitar tengkukku pegal. Kuraba leherku masih dengan memejamkan mata. Sebelah tanganku memijat keningku yang terasa berputar walaupun aku memejamkan mata. Aku ingat aku harus menghadiri Konferensi Pemuda-Pemudi Internasional yang kali ini diadakan di Indonesia tepatnya di Hotel ini. Sontak kubuka kedua kelopak mataku dengan cepat tetapi yang kudapati malah ruangan dengan pencahayaan temaram dari lampu tidur. Aku menoleh kesana kemari, dan mendapatkan fakta bahwa ruangan ini seperti kamar, tetapi aku yakini ini bukan kamarku di Hotel.

Aku terduduk di kasur yang terasa amat empuk ini. Mencoba memperhatikan sekelilingku lagi. Meyakinkan bahwa ini benar-benar bukan kamarku. Kucoba mengingat apa yang kulakukan hari ini sampai-sampai tertidur di kamar yang entah milik siapa ini. Dan kenyataan mencengangkan pun terlintas dikepalaku, membuatku seketika dilanda panik. Kuraba pakaianku dan bersyukurnya diriku kemeja kotak-kotakku masih terpasang ditubuhku.

Tapi tetap saja dimana aku ini.Ayah Ibu, aku takut.

Aku yakin ini pasti ada hubungannya dengan hal itu sehingga aku bisa terdampar disini. Pasti benar, karena hal itu.

Klek.

Tiba-tiba lampu diruangan ini menyala, menerangi seluruh ruangan disini. Kutorehkan kepalaku saat aku merasa ada seseorang yang tak jauh dariku berada. Dan benar saja, apa yang ada dipikiranku barusan itu benar. Seorang Pria yang sedang menatapku dengan tatapa mengintimidasinya, seorang yang sedikit kukenal itu yang pasti penyebabnya. Aku memundurkan tubuhku, berusaha menjauh darinya yang berdiri menyandar tembok berwarna cokelat tua di dekat saklar lampu.

"Masih kebingungan Cara Mia?"Tanya seorang Pria itu.

Aku mengerutkan kening, berusaha berpikir mencari-cari alasan. Aku tahu ia bukan orang sembarangan sehingga bisa membaca perilakuku tadi.

"Si..si..siapa kau? Kenapa kau menculikku?"Tanyaku dengan suara yang kubuat seberani dan tidak terdengar terintimidasi mungkin.

Pria tampan dengan janggut dan jambang tipis diwajahnya itu terkekeh lalu menyeringai.

"Kukira kau tahu apa alasanku membawamu ke Adria, Bellisima"Lanjutnya dengan tatapan tajamnya.

Orang ini benar-benar berbahaya. Bagaimana kalau aku dibunuh?

"Adria?"Cicitku.

Kepalaku terasa pening lagi, aku benar-benar merasa takut sekarang. Yang kutahu, Adria adalah salah satu kota di Italia. Aku memang pernah mengunjungi Italia, dan darah Italia dari Nonna membuatku sedikit tahu kota-kota di Italia. Tapi kali ini aku tidak merasa beruntung mengetahui hal itu. Karena yang kutahu berarti ia telah membawaku sangat jauh dari Indonesia. Kuharap orang ini bercanda, kuharap ini masih di Indonesia.

"Adria.... Adria di Italia?"Tanyaku lagi berusaha menatapnya.

"Tentu saja Cara Mia, karena kau sedikit berbahaya untukku"Jawabnya dengan tenang yang membuatku bertambah takut.

Orang ini benar-benar tidak akan membiarkan seseorang yang mengetahui rahasianya sepertinya. Aku meilhatnya mendekat kearahku dengan santai, masih dengan tatapannya itu. Kugeser badanku mundur untuk menjauhi Pria yang amat berbahaya ini.

Bodohnya kau! Harusnya kau pura-pura tidak tahu tadi. Sekarang inilah akibatnya.

Rasanya aku ingin berjanji aku tak akan memprotes Ayah yang selalu tidak pernah pulang sejak aku kecil itu. Asal aku kembali ke Indonesia dan terbebas dengan orang yang bahkan tak sengaja kucampuri urusannya itu.

Ia mengambil tanganku agar mencegahku semakin jauh dari jangkauannya. Kemudian ia menarik tanganku, membawa tubuhku menubruk tubuhnya kalau aku tidak menahan dada bidangnya dengan tanganku yang lain. Aku memejamkan mataku ketika merasa ia membelai kepalaku.

"Dengar Cara Mia, aku harus membawamu kesini karena kau tahu urusanku. Jika aku membiarkanmu bebas, sama saja aku bunuh diri walaupun kau seperti titik noda di kemejaku. Tapi itu tetap berbahaya"Bisiknya ditelingaku yang terdengar sangat berat dan membuatku mencengkeram kemejanya dengan tangaku yang berada didadanya.

Ya Tuhan! Aku tahu aku ingin sekali mengunjungi Italia lagi karena ini kota dimana Nonna berasal. Tetapi, aku tak ingin berurusan Pria seperti ini Tuhan.

Kemudian kurapalkan doa-doa berharap Tuhan mengirimku kembali ke Indonesia dengan cepat atau memutar waktu saja dan berharap ini mimpi. Mimpi bahwa aku tidak pernah ke Jakarta untuk Konferensi itu dan bertemu dua orang Pria Asing yang menarik perhatiannya. Sungguh aku menyesal Tuhanku.

Cara Mia: Sayang
Bellisima: Cantik
Nonna: Nenek

Roman D'ItalianoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang