"Apa? Tugas gue nyamar jadi pelayan di restoran kita yang di daerah selatan? Ogah, nggak ada bakat gue jadi pelayan."
"Please, siapa lagi orang yang bisa gue percaya? Cabang restoran yang di sana memang berbeda. Gue kerja sama dengan dua orang lainnya. Jadi gue nggak bisa menebak siapa yang berbuat curang. Ayolah, Adnan! Lo adik gue yang paling baik, pintar dan diandalkan."
"Emang cuma gue adik lo, sialan!"
"Mereka nggak kenal identitas asli lo. Kan, lo nyamar."
"Oke, gue terima tugas lo. Tapi ada syaratnya,"
"Bantu gue untuk hadapi Mama, alihkan niat Mama yang suruh gue menikah muda. Gue masih mau menikmati masa muda tenang bebas. Jangan ikat gue dengan komitmen sakral atas nama pernikahan."
***
"Tante enggak salah? Masa harus aku yang menyamar. Mentang-mentang keponakan yang lain nggak kelihatan miring."
"Ayolah, nggak lama kamu kerja di restoran itu. Cuma sampai kamu berhasil menyelidiki kejanggalan saja. Tante benar-benar nggak percaya dengan pembukuan keuntungan restoran di sana. Dan sayangnya, Tante nggak bisa menebak siapa yang bermain curang."
"Kamu kerja di sana bukan hanya dapat imbalan. Hadiah berlimpah akan Tante berikan, Sayang."
"Yang bener?"
"Iya, bener. Yang tidak diberikan orangtua kamu, akan Tante kabulkan."
"Oke aku terima. Syaratnya mudah, aku mau operasi sedot lemak dan kecantikan di Korea. Janji,Tante yang tanggung, yah?"
***
"Hoi, anak baru! Ayo kerja jangan malas-malasan." Pria itu tetap duduk di sekitar tangga belakang restoran. Sambil membasuh peluh keringat, dia menghembuskan napas lelah. Susah juga ternyata mencari nafkah.
"Sial, baru dua hari, tapi badan terasa ambruk. Awal lo, Sal, kalau gaji yang dikasih nggak setimpal." bisik Adnan menggerutu. Kesal tetapi harus menuruti titah sang kakak.
"Bangke lo, Sal."
"Hei, minggir! Bagi tempat, dong!" Adnan dibuat risih karena posisinya duduk santai dipaksa bergeser karena seorang gadis cukup subur ingin duduk juga di tangga. Tidak terlalu lebar, tapi berisi. Montok bener nih cewek.
"Tempat lain banyak, Mbak! Ganggu ketentraman aja." Adnan tetap tak mau mengalah. Menarik tapi kalau ketengilan, Adnan tetap tak suka. Tetapi sang gadis tetap bertahan mengganggu kaki Adnan yang sedang dijulurkan lurus ke depan.
"Gue maunya di sini. Pelit amat," ketus sang gadis. Adnan menaikkan alisnya. Sudah serakah, galak, dan tak sadar ukuran tubuh. "Satu lagi, gue bukan Mbak lo."
Adnan diam menahan kekesalan. Meladeni kaum hawa yang sedang emosi adalah bukan sifatnya.
"Hei, kalian berdua! Anak baru tapi kerjanya malas-malasan." Adnan dan sang gadis kembali berdiri dengan panik. Kepala pelayan berkacak pinggang menatap mereka.
"Ayo, bersihkan lantai dan kamu cuci piring." Mereka berdua kembali masuk ke dalam restoran. Sebentar lagi restoran akan dibuka, dan cepat atau lambat pengunjung akan ramai mengunjugi. Kesibukan kembali ramai.
"Hei, lo lagi cari tempat kost dekat sini, kan? Tuh, di tempat kost dia lagi ada yang kosong. Harga oke lagi." Salah seorang teman pelayan menepuk pundak Adnan dan menunjuk arah seseorang yang sedang mencuci peralatan dapur. Gadis angkuh yang tadi mengganggu istirahat singkatnya. Ah, malas tanya sama dia. Tapi, gue butuh tempat. Muka tembok aja, lah.
"Heh, tempat kost lo ada yang kosong?" tanya Adnan tanpa basa-basi. Si gadis mengangguk angkuh. Kalau dia berukuran normal, ingin rasanya Adnan mengangkat dan mengurungnya ke dalam kamar mandi. Sayang ukuran tubuhnya cukup berisi. Berat pasti kalau digendong. Batin Adnan terkikik geli. Tapi manis kalau dilihat wajahnya. Sebesar ini berprofesi jadi tukang cuci piring? Jangan-jangan piringnya juga ditelan. Adnan terkikik sendiri memperhatikan sang gadis.
"Gila, yah, ketawa sendiri lihatin piring?" ketus sang gadis. Adnan menaikkan alisnya. Semenyebalkan itukah dirinya, sampai-sampai mudah membuat gadis ini emosi? Biasanya setiap wanita akan mencari perhatian dengannya.
"Apa, lihat-lihat?" sembur si gadis. Ingin rasanya Adnan mencubit pipi tembamnya? Empuk pasti. Atau tepuk bokongnya saja? Dengan jail, Adnan melirik arah bongkahan menggiurkan milik sang gadis.
Plak.
Sang gadis menampar wajah Adnan dengan kesadaran penuh. "Dasar gila, terang-terangan nggak sopan."
Adnan meraba pipinya perih dan terasa lembab. Terang saja, si gadis sedang bermain air mencuci piring. Sabar, lo anti bertindak kasar pada wanita. Kalau mau dendam, racunin aja minumannya. Jangan dengan kekerasan.
"Makanya kalau ditanya jawab yang enak!" balas Adnan keki.
"Gue jawab dari mulut. Bukan dari belakang sini." Si gadis menepuk bokongnya tanpa sadar. Adnan melirik kembali bongkahan itu. Disodorin, sayang nggak dilihat.
"Dasar cari ribut!" Sang gadis ingin menarik telinga Adnan, tapi kepala pelayan kembali memperhatikan mereka berdua. Ricuh mereka berdua menjadi tontonan sesama pelayan.
"Ehem, Fernando, Kasandra! Cepat lanjutkan kerja kalian!" Adnan dan si gadis kembali sibuk dengan pekerjaan semula. Si gadis mencuci piring, dan Adnan membersihkan lantai.
Dirasa kepala pelayan sudah menjauh. Adnan kembali mendekati si gadis. Ada satu hal yang ingin dia tanyakan. "Heh, nama lo Kasandra? Nggak pantes, Bengkak," sinis Adnan dari hati.
"Nah, lo apa kabar? Fernando, kerjaannya pegang kain pel?" Sang gadis tetap tak mau mengalah. Hari ini dia masih berjuang bertahan menyelesaikan diet mayo, tetapi cobaan selalu saja datang. Akibatnya emosi tak terkendali selalu hadir. Sayang berat badannya yang sudah turun lima kilogram. Perjuangan masih panjang.
"Terserah, yang penting halal," bela Adnan percaya diri.
"Gue juga, terserah."
"Entar pulang, gue mau lihat kost-an. Gue tunggu." Adnan langsung pergi setelah mengucapkan itu. Terlalu lama dekat dengan gadis bernama Kasandra akan membuat kinerja dirinya dinilai buruk. Tidak, misi Adnan belum selesai. Baru saja dimulai.
Kasandra atau siapa pun tidak boleh merecoki.
***
Fernando & Kasandra
Selasa, 23 Mei 2017
MounalizzaOke, di cerita ketiga ini aku mau pakai bahasa santai.. tidak terlalu baku. Mudah2an bisa.. hahaha
Kasandra siapaaa? wkwkwkw aku pernah kasih inisial sih nama panjang si gadis di cerita sebelah.
Sampai bertemu setelah lebaran.. ini hanya pembukaan. Takut lupa. Jd ditulis langsung.. hahaha
KAMU SEDANG MEMBACA
Let it Flow#3
General Fiction"Apa? Tugas gue nyamar jadi pelayan di restoran kita yang di daerah selatan? Ogah, nggak ada bakat gue jadi pelayan." "Please, siapa lagi orang yang bisa gue percaya? Cabang restoran yang di sana memang berbeda. Gue kerja sama dengan dua orang lain...