Seorang laki-laki berperawakan kecil dengan model rambut mangkuk berjalan ke arahku "Dit keluar yuk? Bosen nih di kelas" Ku putar kepala untuk melihat suasana kelas, masih sama. Gaduh.
Sejam lalu Steven, ketua kelas mengatakan bahwa empat jam kedepan akan kosong karna katanya guru yang mengajar ada kepentingan di luar. Hal ini tentu saja surga bagi kami, setelah beberapa jam lalu dijejal pelajaran eksakta maupun non-eksakta tanpa jeda –hanya jeda istirahat . Tak anyal lagi kelas ini sekarang seperti pasar jual beli, bising. Mereka sibuk berbincang, berteriak histeris tak jelas ada pula yang berlari-lari menghindari teman yang sedang mengejarnya sambil memegang sapu.
Aku tidak masuk dari salah satu kesibukan mereka. Dari sejam lalu aku hanya berkutat dengan buku berjudul Sains. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk menyombongkan diri dengan tidak mau berbaur, hanya saja aku malas berbincang ngalor ngidul tak jelas, membuang tenaga pikirku. Sampai tiba-tiba si rambut mangkok menghampiriku dan mengajak ku keluar kelas.
Aku menghela nafas pelan, memang sepertinya aku butuh refreshing, menghirup udara segar di luar salah satunya. "Ayo"
Aku dan tiga anak laki-laki yang lain melangkah keluar meninggalkan kelas 7.7 yang masih terdengar gaduh dari luar sekalipun. Kami berjalan menuju taman kecil belakang kelas.
Kelas kami memang letaknya paling ujung, mungkin terpencil lebih tepatnya. Jauh dari ruang kelas lain dan juga jauh dari ruang guru, jadi kejadian seperti tadi guru maupun murid lain tidak akan mendengar kebrutalan kami. Selain itu letaknya strategis, dekat dengan kantin dan merupakan alternatif jalur cepat untuk sampai ke taman tanpa diketahui guru jika bolos. Seperti yang kulakukan sekarang bersama teman-temanku, Enakkan?
Sebenarnya itu bukan ruang kelas, kelas 7.7 ada di depan. Ruangan yang kami gunakan awalnya hanya ruang kosong dan kebetulan karna kelas direnofasi, jadi kami harus diungsikan. Awalnya memang kami mengeluh pada setiap guru yang datang mengajar, tapi setelahnya kami dapat mengambil keuntungan. Letak strategis, jauh dari ruang guru. Perfect
"Eh anak kelas mana tuh?" tunjuk salah satu temanku ketika kami sudah sampai di taman. Kami sama-sama menoleh, menatap ke segerombolan anak perempuanyang duduk di bangku yang tersedia di taman.
"Kayaknya anak kelas 7.4" jawabnya tak lepas menatap segerombolan anak perempuan yang sepertinya sedang asyik mengobrol. Aku hanya membalas denga ber-Ooo ria, malas untuk membahasanya lebih lanjut.
Kami memilih duduk di bangku melingkar dekat kolam ikan. Udaranya masih segar meski jam menunjukkan pukul satu siang. Taman ini ada di bagian paling belakang sekolah, jauh dari hiruk pikuk. Memberi ketenangan tersendiri bagi pengunjung.
Banyak pohon yang ditanam di sekitanya, bukan asal pohon yang ditanam. Terbukti dengan papan kecil yang bergantung di batangnya, tertulis Gnetum gnemon atau yang lebih dikenal dengan melinjo. Ada lagi pohon dengan nama latin Psidium guajava, ini adalah salah satu pohon yang aku sukai dan teman-temanku. Ya tentu saja buahnya itu, lumayan untuk mengganjal perut. Selain pohon ada juga beberapa bunga dan tanaman hias lainnya. Mawar, bugenvil, suplir, melati, palem, lidah buaya dan masih banyal lagi.
Eh ngomong-ngomong soal lidah buaya, aku teringat dengan kejadian saat masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Waktu itu aku bermain dengan teman-teman di sekitar rumah, entah apa yang terjadi tiba-tiba saja aku memotong lidah buaya dan membelahnya menjadi dua bagian, kemudian ku makan salah satunya. Pahit, rasa itulah yang kurasakan pertama kali ketika mengunyahnya. Refleks aku memuntahkan potongan lidah buaya yang sudah bercampur saliva. Setelahnya aku menangis sambil berjongkok, hal ini tentu saja membuat teman-temanku dan ibu-ibu di sekitar jadi kebingungan. Salah satu dari ibu-ibu tadi memberiku minum agar rasa pahit sedikit hilang. Pertama memang iya rasa pahitnya hilang tapi berikunya, rasa pahitnya malah tambah terasa pahit. Tangisku makin menjadi membuat ibuku di kantor kebingungan dan langsung memutuskan pulang. Mengingat kejadian ini membuatku tersenyum-senyum sendiri, 'dasar Adit Oon'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush
Teen FictionAku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada -Sapardi...