BAB 2

24 7 10
                                    


“Kenapa lo bisa telat sih? Lo habis maraton drama tadi malem? Kenapa juga lo nggak ngabarin gue kalo lo telat?”

Baru saja Amanda datang tapi dia sudah membombardir Stephannie dengan pertanyaan-pertanyaannya. Bahkan karena Amanda yang terus menanyainya ini itu, Stephannie sampai sekarang belum menyentuh soto ayam kesukaannya. Dan Stephannie yakin, pasti sotonya sudah hampir dingin.

“Gue tadi malem latihan Thai boxing. Mungkin karena kecapekan gue jadi bangun kesiangan pagi ini,” jawab Stephannie. “Lah? Bukannya setiap pulang sekolah lo latihan?” tanya Amanda sembari menatap Stephannie bingung.

“Iya. Tapi kan lo tau, kurang dari dua minggu lagi gue bakal maju buat seleksi kejuaraan nasional Thai boxing. Jadi, ya gue harus sering latihan biar bisa menangin pertandingan itu. Kan kalo gue menang, gue bisa ngebanggain papa dan abang gue,” jelas Stephannie panjang lebar.

“Iya, gue ngerti. Tapi lo juga harus mikirin sekolah dan kesehatan lo. Semalem lo latihan sampe jam berapa emang?” tanya Amanda lagi.

“Jam setengah dua,” jawab Stephannie sembari menunjukkan wajah datarnya.

“Jam setengah dua? Lo gila? Kalo lo latihan kaya gitu terus yang ada kesehatan lo bakal menurun, itu juga nantinya bakal mempengaruhi lo sewaktu pertandingan, Fan. Sejak kapan lo latihan ekstrem kayak gini?” tanya Amanda lagi tanpa memperdulikan Stephannie yang sudah risih dengan pembahasan ini.

“Udah beberapa hari ini,” jawab Stephannie.

“Pantesan beberapa hari ini lo keliatan nggak fokus pas pelajaran. Mana lo juga sering nguap lagi. Untung aja nggak ketahuan guru yang ngajar.”

“Man, gue laper. Daritadi lo nanya mulu. Liat nih soto gue, udah dingin kan,” ucap Stephannie menggerutu.

“Ya maaf, Fan. Abisnya gue kepo, hehe. Yaudah, gue beliin yang baru deh,” jawab Amanda sambil bangkit berdiri hendak menuju stand soto ayam Bu Asih.

“Eh, nggak usah. Mubazir ini nanti kalo beli lagi,” ucap Stephannie sambil menunjuk mangkuk sotonya.

Belum sempat Amanda melangkah, Stephannie sudah mengangkat sendoknya lalu memakan sotonya terburu-buru agar Amanda tidak membelikan soto untuknya. “Ih, orang gue mau beli buat gue sendiri,” ucap Amanda sambil terkekeh menuju stand soto ayam Bu Asih.

🌸🌸🌸

“Tadi ada tugas apa aja, Man?” tanya Stephannie sesaat setelah sampai di kelas.

“Oh, tadi disuruh ngerjain matematika latihan 9.3 halaman 274. Disuruh ngumpulin besok pagi di meja Bu Sri.” Jawab Amanda.

“Terus ada tambahan catetan nggak?” tanya Stephannie sambil mengeluarkan buku paket matematika.

“Nggak ada. Tadi Bu Sri sama Bu Siska nggak masuk kelas, ada kepentingan mendadak katanya,” jawab Amanda sambil memainkan ponselnya.

“Oke. Makasih, Man,” ucap Stephannie sambil menempelkan sticky note pada halaman yang telah diberitahu oleh Amanda di buku matematikanya.

“Sip dah,” jawab Amanda sambil membuka akun instagramnya.

🌸🌸🌸

“Man, kalo lo mau pulang, duluan aja ya,” ucap Stephannie setelah bel pulang sekolah berbunyi.

“Loh? Emang lo mau kemana?” tanya Amanda sambil memasukkan pulpen birunya ke dalam tempat pensil bergambar beruang.

“Gue mau latihan dulu,” jawab Stephannie.

“Latihan dimana? Di tempat latihannya Kak Vanno? Eh, gue ikut ya. Kan lumayan tuh bisa liat yang seger-seger, itung-itung vitamin mata,” ucap Amanda sambil cengar-cengir.

“Bukan. Gue mau latihan di laboratorium matematika deket gudang lantai dua,” jawab Stephannie yang langsung membuat senyuman Amanda memudar.

“Yee, kirain lo bakal latihan bareng Kak Vanno,” ucap Amanda sambil mendengus pelan. “Ya udah kalo gitu, gue duluan ya,”

“Iya, hati-hati,” ucap Stephannie sambil memasukkan buku tulis geografinya ke dalam tas.

🌸🌸🌸

Setelah selesai mengemasi buku-bukunya, Stephannie melangkahkan kakinya menuju laboratorium matematika di lantai dua. Suasana sekolah terbilang masih ramai. Masih ada beberapa siswa yang terlihat sedang berbincang-bincang.

Biasanya Stephannie akan berganti baju dulu jika akan berlatih Thai boxing tapi saat ini ia malas untuk melakukan itu. Jadi ia memutuskan untuk langsung menuju laboratorium matematika.

Hanya membutuhkan waktu delapan menit untuk Stephannie berjalan kaki menuju laboratorium matematika. Sesampainya di laboratorium matematika Stephannie langsung membuka pintu yang tidak terkunci. Setelah itu ia meletakkan tas punggungnya di lantai dekat pintu dan menutup pintu.

Stephannie lalu mengucir rambutnya agar tidak mengganggu konsentrasi dan memulai latihannya.

🌸🌸🌸

“Huh, udah jam empat lebih. Kok cepet banget ya?” gumam Stephannie sambil melihat jam tangan yang melingkar ketat di pergelangan tangan kirinya.

Saat Stephannie bangkit untuk mengambil ponselnya di dalam tas, tiba-tiba pintu laboratorium matematika terbuka. Di depan pintu tersebut, tampak seorang lelaki jangkung yang mengenakan seragam yang bermotif sama dengan seragam yang dipakai oleh Stephannie.

Stephannie yang mengetahui hal itu pun langsung berdiri.

“Siapa lo?” tanyanya.

🌸🌸🌸

Kok part ini pendek banget ya? Hehe maapkeun :)
Terima kasih banyak yang sudah mau baca :*

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stephannie Is MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang