Seperti bintang-bintang Hilang ditelan malam Bagai harus melangkah Tanpa kutahu arah Lepaskan aku dari
Derita tak bertepi Saat kau tak disini Seperti dedaunan Berjatuhan di taman Bagaikan debur ombak Mampu pecahkan karang Lepaskan aku dari Derita tak berakhir Saat kau tak ada disini
Reff : Saat kau tak ada Atau kau tak disini Terpenjara sepi Kunikmati sendiri Tak terhitung waktu Tuk melupakanmu Aku tak pernah bisa Aku tak pernah bisa... (***)
Daffa melepaskan sepasang earphone dari telinga Rinjani yang masih terbaring dalam tidur panjangnya.
"Maaf, aku pinjam I-Pod-mu, Rin. Kamu suka lagu ini kan? Diza yang bilangin ke aku. Ternyata setelah dengerin lagu ini, aku jadi ikutan suka. Aku gak peduli kalau pun kamu suka lagu ini karena kangen Robby, karena sebenarnya lagu ini juga bikin aku kangen kamu".
Sambil tersenyum laki-laki itu mengusap-usap rambut istrinya dengan lembut.
RINJANI. Ia sangat cantik di mata Daffa. Meskipun wajahnya begitu pucat, bahkan masih tak bergerak.
Hanya terdengar desahan nafas teratur dari alat bantu pernafasan.
Berbagai macam selang tampak berseliweran menempel di tubuh istrinya.
Menandakan betapa tipisnya perbedaan hidup dan mati bagi Rinjani saat itu. Meski hatinya hancur melihat kenyataan yang ada, Daffa mencoba tegarkan diri menghadapinya.
Dengan perlahan Daffa menyentuh lembut pipi perempuan di pembaringan itu. Ia terus menelusuri lekuk wajah sang istri dengan ujung jemarinya.
Betapa ia sangat merindukan tatapan Rinjani, walaupun seringkali tatapan itu menusuk relung hati.
Seketika terbersit sebuah rasa syahdu yang membuat Daffa tak kuasa meneteskan air mata. Sungguh!
Ia benar-benar merindukan sorot keindahan itu bersinar kembali.
Sudah beberapa minggu Rinjani terbaring kaku dalam kondisi koma.
Belum ada perkembangan sama sekali. Dan baru kali inilah ia diperbolehkan lagi membezuk sang istri. Itu pun karena sebuah pengecualian. Mungkin ini terakhir kalinya ia bisa bertemu Rinjani sebelum berangkat ke Jerman.
Daffa masih teringat percakapannya berdua dengan Mami sore itu, seusai Papi membuat keputusan yang sangat menghujam jantungnya. Ia harus bercerai dengan Rinjani!
Ia tahu, Mami berusaha menenangkan hatinya saat itu. Beliau seperti dapat membaca kepedihan Daffa yang sedang terpukul.
"Sejak pertama Mami mengenalmu dulu, Mami tau kamu anak yang baik dan tegar, Daffa..”
Daffa termangu mendengar ucapan Mami.
“Tapi saya gagal melindungi Rinjani, Mi… Saya merusak kepercayaan Mami dan Papi”
“Bagi Mami, kau tak gagal, Nak. Mami paham betul sifat Rinjani dan sifatmu juga….,” ucap wanita itu sambil tersenyum lembut.
“Mami percaya padamu…”
Daffa menghela nafas panjang. Berusaha melepaskan sesak yang membuncah di dada.Sesaat ditatapnya wajah ibu asuhnya yang bijaksana itu.
"Makasi banget Mami masih mempercayaiku. Tapi tetap saja aku sudah mengecewakan Papi dan Mami. Aku benar-benar minta maaf, Mi…”
Mami menggeleng pelan sambil tersenyum tulus.
“Kami yang seharusnya minta maaf padamu, Nak. Tak sepantasnya kami memperlakukanmu seperti ini. Tapi, tadi Mami sudah bicarakan baik-baik dengan Papi. Mami meminta Papi menimbang ulang keputusannya dan memberikan kesempatan sekali lagi demi keutuhan rumahtangga kalian berdua. Akhirnya… Papi memulangkan semua keputusan pada Rinjani jika ia sadar dari komanya nanti. Tapi dengan satu syarat, kamu gak boleh menemui Rinjani sampai ada keputusan yang diambilnya….”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rinjani (cerpen )
ChickLitSebuah Kisah Cinta Dalam Rumah Tangga Dan Perselingkuhan