Dear Rinjani...
Sebelumnya aku ucapkan selamat ulang tahun untukmu. Maaf, aku hanya bisa memberikan sebuah kado yang mungkin tak berharga buatmu.
Sebenarnya aku gak tau harus memulai dari mana untuk menuliskan surat ini. Surat yang sedang kamu baca dan mungkin akan segera kamu remas dan kamu campakkan dalam tempat sampah. Tapi... aku mohon sebelum hal itu kamu lakukan, sudi kiranya kamu mau membacanya sampai kata terakhir...
Saat kamu baca surat ini, aku memang sudah gak ada di dekatmu lagi. Maaf... kalau aku harus pergi sebelum kamu benar-benar tersadar dari tidur panjangmu. Jangan menyalahkan siapapun, salahkan saja aku. Karena kelalaianku menjagamu-lah yang membuatmu seperti ini.
Jujur, gak ada niatku membuatmu menderita. Walaupun mungkin bagimu, pernikahan itu adalah sejarah terkelam dalam hidupmu. Tapi tidak bagiku, kamu adalah anugerah terindah buatku.
Aku sudah tahu siapa kamu sejak kamu lahir dan tumbuh. Maaf, bukan ingin memata-matai. Aku hanya mengagumi.
Seperti yang kamu ketahui, Papi dan Mami perlu waktu 10 tahun untuk menunggu kehadiranmu. Maka itu, mereka berniat mengadopsiku sebagai anak. Tetapi kakek dan nenekku gak menyetujuinya. Mereka belum bisa melepasku karena aku dianggap satu-satunya penerus keluarga. Maklum aku juga anak tunggal. Ibuku sudah tiada dan ayahku entah ke mana. Namun, kedua orangtuamu tak patah arang, mereka pun menjadikan aku sebagai anak asuh.
Dengan kehadiran mereka, aku merasa tak pernah lagi kehilangan sosok orangtua. Jasa mereka sangat besar terhadapku dan gak akan mampu terbalaskan seumur hidupku. Setiap aku merindukan mereka, aku selalu memandangi foto mereka. Bahkan ketika kamu hadir pun, koleksi foto-foto keluargamu bertambah di dalam album khusus milikku. Maka itu, sejak dulu aku bertekad, kelak ingin mempunyai keluarga utuh seperti keluargamu.
Kita memang gak pernah bertemu dulu. Jujur, aku minder... benar-benar minder! Aku hanyalah seorang anak desa yang tak pantas bertatap muka dengan seorang putri raja. Aku hanya mampu mengagumimu dari kejauhan. Mudah-mudahan setelah kamu tahu semua ini, kamu gak menganggap aku dan perilakuku sebagai sesuatu yang menjijikkan. Aku hanya mengagumimu.....
Namun, ternyata nasib berkata lain. Suatu saat, Papi dan Mami menemuiku untuk membicarakan sesuatu yang tampaknya cukup serius. Waktu itu, aku sudah mengajar di Bandung. Mami menceritakan kegelisahannya tentangmu dan hubunganmu dengan Robby. Intinya mereka memintaku untuk menikahimu.
Setelah mempertimbangkannya, aku memutuskan untuk menikahimu. Nah, sampai di sini, kamu pasti sudah mengira bahwa apa yang kulakukan sebagai balas budi. Seperti yang pernah kamu pertanyakan waktu kita bertengkar di malam itu. Tapi... tampaknya memang harus kuungkapkan saat ini.....
Aku tahu kamu sangat mencintai Robby. Tapi... entah mengapa keyakinan itu datang seketika. Aku akan berusaha membuatmu bahagia meski kamu tak pernah peduli pada apa yang kurasa. Melihatmu bahagia itu sudah lebih dari cukup buatku. Maka, apapun keputusanmu untuk rumahtangga kita, aku akan menerimanya dengan lapang dada.
Saat ini aku berharap kamu mulai bisa mengerti apa alasanku menikahimu. Bukan hanya sekedar balas budi atau apapun namanya. Aku hanya berusaha agar bisa membahagiakanmu, melindungi, membuatmu tersenyum... Semua itu karena.... AKU MENCINTAIMU......
Kerinduanku selalu untukmu,
DAFFA
Sepasang mata indah itu masih menatap barisan kata-kata yang baru selesai dibacanya. Ia masih termangu. Tak tahu harus berbuat apa. Yang ia tahu, saat ini ada sebuah rasa perih di dada.
Rasa kehilangan yang buatnya nelangsa. Ia memang telah terbangun dari tidur panjangnya, namun entah mengapa ia berharap ini semua hanya mimpi belaka.
Ia benar-benar tak siap menghadapi kenyataan yang ada. Kenyataan di mana seseorang yang pernah ia sesali kehadirannya, justru saat ini ia butuhkan kehangatannya.
Sejenak kemudian, jemari lentiknya melipat surat yang telah membuat hatinya bergejolak itu. Lalu, diraihnya kotak merah hati tersebut dengan perlahan.
Kotak yang diserahkan ibunya semalam.
Ada sepucuk surat yang dibacanya tadi dan sebuah benda cantik sebagai kado ulang tahunnya. Sebuah kalung platina berbandul 'Love' menjuntai indah di sela jari-jarinya.
Ada rasa yang mengalir lembut di jiwa, ketika ia coba memakainya di leher jenjangnya. Tampak indah sekali dari pantulan cermin yang menangkap sosoknya.
Entah ada keyakinan dari mana, detik itu juga ia memiliki sebuah kebulatan tekad dari kebimbangannya selama ini.
Ia harus segera membuat sebuah keputusan!
Ia akan menjemput penawar rindunya, cinta sejatinya......
dan takkan pernah membagi lagi rasa itu pada yang lain.....Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rinjani (cerpen )
ChickLitSebuah Kisah Cinta Dalam Rumah Tangga Dan Perselingkuhan