Prolog

104 11 19
                                    

Bruk.

Bugh.

"Meowwww,"

"Aduh! Dasar Molly pagi-pagi udah bikin gue jatuh aja," gerutu Ara.

"Pagi sayang."

"Pagi, Ma."

"Tuh muka pagi-pagi kok udah kusut aja kayak keset," celetuk Keenan.

"Berisik," jawab Ara.

"Dih, badmood. Kan gue ngomongin fakta," lanjut Keenan.

"Hush, udah. Pagi-pagi ribut mulu," Mama menengahi.

"Bang Keenan itu lho, Ma. Gangguin Ara terus. Emang Ara nggak bisa marah apa," curhat Ara.

"Kan elo emang pantas untuk digoda," jawab Keenan seraya mengerlingkan mata ke arah adik satu-satunya itu.

Pletak.

"Aduh, Mama apaan sih!" ujar Keenan melotot.

Pletak.

Keenan meringis karena mendapatkan pukulan lagi di kepalanya.

"Adik gue goblok udah tau sakit malah ditambahin," batin Keenan dalam hati.

"Enak bang?" tanya Ara seraya tersenyum meledek ke arah abangnya.

Sementara Keenan hanya bisa menambah stok kesabarannya.

"Pagi," sapa Ayah Keenan dan Ara.

"Pagi juga, Yah," jawab Mama, Keenan, dan Ara serempak.

"Ara, nanti kamu berangkat bareng abangmu ya. Ayah ada rapat," ujar Ayah.

"Lho, Yah? Masa aku dianter sama dia? Nggak mau. Pokoknya Ara maunya sama Ayah," jawab Ara seraya menggelengkan kepalanya.

"Iya, gapapa kok Yah," jawab Keenan seraya tersenyum manis ke Ayah.

Mungkin bagi ayah, Keenan sedang tersenyum manis. Namun bagi Ara, itu adalah pertanda bahwa ajalnya sudah dekat.

"Mampus gue semobil sama abang bakalan diapain dah," batin Ara dalam hati.

"Tuh, abang kamu aja mau," timpal Mama. "Ya udah," jawab Ara sambil cemberut.

Lalu sarapan berjalan seperti biasanya.

"Yah, Ma, Ara berangkat dulu ya," ujar Ara seraya mencium punggung tangan kedua orangtuanya.

"Iya, hati-hati ya, nak. Di sekolah baru jangan nakal, jangan cari masalah," nasihat Ayah.

"Siap, kapten!"

"Hai, dek," sapa Keenan ketika Ara masuk ke dalam mobil.

"Apaan sih, haihai halohalo lo kira gue microphone apa?" ujar Ara bete.

"Selow kali, dek. Gue kan cuman pengen ngegoda lo," jawab Keenan santai.

"Anjir ya, emang gue cabe-cabean apa," gumam Ara tapi masih bisa didengar oleh Keenan.

"Mirip," celetuk Keenan seraya menyeringai.

Plak.
Plak.
Plak.

Bruk.

"GOBLOK YA LU RA, INI GUE LAGI NYETIR BEGO," suara Keenan menggelegar di dalam mobil miliknya.

"Salah sendiri adek sendiri dibilang mirip cabe-cabean. Sakit hati hayati bang," jawab Ara mendramatiskan keadaan.

"Lebay."

"Bodo."

"Alay."

"Bodo."

AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang