CHAPTER 4

940 192 8
                                    

"Mengatasi kenyataan pahit yang terbalut kejujuran memang tidak akan pernah bisa mudah. Namun, tidak akan pernah menolehkan suatu luka yang membekas di kemudian hari."


15 bulan - Pregnant (2)

Sebagaimana kodratnya sebagai wanita, Irene juga pernah membayangkan dirinya menikah dan memiliki anak suatu saat nanti. Namun, semua itu hanya sebatas sesuatu yang semu. Sesuatu yang hanya berada dalam angannya saja. Irene tidak pernah berpikir dia akan menjadi seorang ibu. Mengandung janin di dalam rahimnya. Membesarkan dan merawat seorang anak.

Tidak, Irene tidak pernah membayangkan menjadi seorang ibu jika secepat ini. Irene belum siap menyandang predikat wanita paling berjasa dalam suatu keluarga.

"Ha-hamil... Aku hamil?" Irene menggumam dengan suara lirih.

Matanya lalu bersirobok dengan Sebastian, mencari-cari suatu ke dalam netranya yang gelap. Namun, sesuatu yang dicarinya tidak ada di sana. Tidak ada sedikit pun kebohongan dalam manik hazel tersebut.

Irene pun menggigit bibir bawahnya. Berusaha meredakan guncangan yang kembali meluluh lantakkan kestabilan emosinya. Baru saja dia dapat menerima kenyataan bahwa sekarang dia telah menjadi istri seseorang yang sama sekali tidak pernah berada dalam angannya. Seseorang yang bahkan tidak pernah ditemuinya selama sepuluh tahun terakhir. Kini Irene kembali dipaksa menerima kenyataan jika sekarang dia akan menjadi calon ibu.

Siapa pun wanita di dunia ini pasti takut jika tiba-tiba terbangun dalam keadaan hamil, bukan?

Begitu pula dengannya, Irene benar-benar takut dan cemas dengan kehamilan yang sama sekali tidak diingatnya.

Bagaimana Irene bisa mengingat jika dia tengah berbadan dua, mengingat pernikahannya saja, dia tak mampu?

Sebastian menggenggam tangan Irene. Pria itu dengan jelas melihat kepanikan dalam tatapan istrinya. Terlebih, ketika Sebastian mendapati satu tetes cairan bening lolos dari mata Irene yang sudah berkaca-kaca. 

"Irene..." Sebastian menarik tangannya dan mendekap tubuh Irene ke dalam pelukannya. "Semua akan baik-baik saja. Kamu tidak perlu takut dan cemas. Kamu tidak sendirian, ada aku di sini," kata Sebastian menenangkan.

Sebastian merasa sangat bersalah karena memberitahukan fakta kehamilan istrinya secara ceroboh. Terkesan tergesa-gesa dan tanpa memikirkan dampak psikologi yang akan diterima Irene. 

Sebastian merutuki ego yang kembali mengendalikan dirinya. Membuat istrinya yang baru saja mengalami kecelakaan kini kembali dilanda kebingungan. Terlebih, ketika dokter sudah memperingatkannya jika kondisi kejiwaan Irene saat ini masih sangat rentan dan labil. Suatu goncangan bisa saja mampu merusak kestabilan kejiwaan Irene secara permanen.

Sebastian mendekap tubuh Irene dengan erat. Pria itu benar-benar takut jika fakta kehamilan istrinya adalah goncangan yang sudah diprediksi dokter. Sebastian berada dalam kekalutan. 

"Semua baik-baik saja..." Berkali-kali Sebastian mengucapkan kalimat itu. Mantra yang dilafalkannya berulang kali tersebut tidak hanya digunakan untuk menenangkan Irene, tetapi juga untuk menenangkan dirinya.  

Mendengar tekad suaminya yang terbalut dalam janji dan ucapan tulus, Irene pun terharu. Sesak di dadanya yang menghimpit terasa sedikit longgar ketika menyadari bahwa dirinya tidak sendirian menghadapi masalah ini.

Irene masih memiliki seorang suami dan pria itu berjanji jika semuanya akan baik-baik saja. Bahwa semua masalah yang menderanya akan segera berakhir. Dan, tidak ada yang perlu dikhawatirkannya.

Irene terisak ke dalam dekapan hangat Sebastian. Menumpahkan segala keluh kesahnya di sana. Seluruh perasaannya selama tiga hari ini. Seluruh kegamangan, ketakutan dan kepanikan yang melebur menjadi satu ketika dia mendapati dirinya kehilangan 15 bulan dalam hidupnya. Mendapati jika dia kini tidak hanya menjadi seorang istri, tetapi juga calon ibu bagi anak-anak Sebastian.

"Semua akan baik-baik saja... Tidak ada yang perlu kautakutkan lagi."

Ucapan Sebastian berhasil menjadi obat penenang bagi Irene. Membuat wanita itu tertidur dalam pelukannya setelah kelelahan terisak dalam waktu yang cukup lama.

Sebastian masih mengelus punggung Irene dengan lembut sebelum akhirnya dia menyadari jika istrinya tengah tertidur. Perlahan-lahan, pria itu pun membaringkan tubuh Irene ke ranjang lalu memperhatikan wajah sendu istrinya.

"Irene... Aku berjanji akan selalu melindungimu," gumamnya sembari menghapus satu bulir air mata yang berada di bulu matanya. "Aku tidak akan membiarkan orang-orang itu menyakitimu lagi."

***

15 Bulan - 27 Mei 2017
690 dalam romance
2.18K viewer
476 vote

⚠️ 15 Bulan [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang