[7]

53 8 26
                                    

Bintang tidak selamanya bersahabat dengan bulan,

Bukan, bukan karena bulan 'tlah egois,

bukan juga karena bulan terlalu manis,

bintang hanya meringis,

bertanya kepada malam, kenapa hanya aku yang tak bahagia

Lalu bulan menangis,

terisak-isak, bukankah itu sudah lebih dari cukup?

Malam itu, bintang tak lagi bersama bulan

"Jadi 'kan Nad?" Sosok Rafa datang dari arah timur. Membuat Nadine yang sedang serius membaca sebuah prosa di mading menjadi terkejut.

"Jadi. Tapi kita naik bis, jaraknya lumayan jauh."

Rafa mengangguk. "Gak apa-apa."

Lalu Nadine berjalan lebih dulu. Sebelum Rafa mengikuti langkah Nadine, ia pandang sebentar puisi di mading. Ia menggeleng, Rafa tidak mengerti maksud puisi tersebut. Tapi, kenapa Nadine bergitu murung saat menatap puisi tersebut?

Tak mau memikirkannya terlalu jauh, Rafa menyusul Nadine yang sudah melangkah jauh.

"Tungguin dong, cepet banget jalannya." Rafa terkekeh sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket biru lautnya.

"Bisnya bentar lagi mau sampe, jadi harus cepet-cepet."

Mereka sama-sama berhenti di sebuah halte. Berdiri berdampingan tanpa membuka suara. Satu menit kemudian, bis yang ditunggu datang. Membuat Nadine tersenyum kecil.

"Itu bisnya."

Rafa mengangguk. Mengikuti semua pergerakkan Nadine dari naik bis hingga duduk di dalamnya. Kemudian bis berjalan meninggalkan sekolah.

Tiba-tiba rasa kantuk menyerang Rafa. Belum ada lima menit ia duduk, matanya sudah seperti mengangkut karung-karung berisikan terigu, begitu berat. Tanpa basa-basi, Rafa mulai tertidur dalam keadaan duduk. Meninggalkan Nadine sendirian dengan lamunannya.

×

"Buku jendela ilmu, bisa juga jendela dunia, kalau mau keliling dunia, baca aja buku. Toko apaan nih? Panjang banget nama tokonya." Ucap Rafa sesudah sampai di depan toko yang diajukan oleh Nadine.

Nadine tertawa. "Itu cuman kata-kata yang dibuat sama pemilik tokonya. Nama asli tokonya, 'Gubuk Mas Imam'. Lucu ya?"

"Kreatif."

Yang Rafa lihat di toko ini adalah, tumpukan buku di depan toko. Tinggi tumpukannya hampir setinggi lutut orang dewasa. Tokonya sangat sederhana, hanya sebuah kios berukuran sedang bercat biru langit yang sudah memudar. Letaknya berada di pinggir jalan. Berdiri diantara pedagang kaki lima.

Itu baru dari sisi luarnya, saat Rafa mulai memasuki ruangan di dalamnya, mata Rafa langsung disambut oleh ratusan buku yang diletakkan rapih pada rak-rak tua. Rak-rak tersebut sangat unik. Tingginya hingga sampai ke atap, sehingga jika kita ingin mengambil buku yang paling atas, kita harus menaiki sebuah tangga.

First Heartbreak's RafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang