[2]

49 12 12
                                    

Kantin merupakan surga firdaus bagi para makhluk-makhluk sekolah yang setiap harinya selalu dicekoki ilmu-ilmu kalkulus ataupun ilmu eksakta. Tempat ini selalu mereka nantikan tiap detiknya. Tak ada satupun manusia di muka bumi ini yang tidak menyukai kantin. Kalaupun ada, biasanya orang itu malas ke kantin, karena jarak antara kantin dan kelasnya seperti dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote.

Jam padat kantin biasanya berkisar pukul setengah sepuluh. Telat sepuluh menit, makanan yang diincar akan ludes tak tersisa. Makanya, murid-murid selalu bersaing untuk mendapatkan jajanan, takutnya sudah keduluan yang lain.

Tujuan Dandi mengajak Rafa untuk balapan ke kantin bukan itu. Hanya untuk bersenang-senang. Sekaligus menyegarkan fikiran setelah diberi kumpulan soal matematika.

"Mau beli apa lo, Fa?"

"Ada apa aja disini?"

Gerakang menggaruk-garuk dagu Dandi lakukan untuk memperlihatkan bahwa ia sedang berfikir. "Kalau ditanya apa aja, jawabannya banyak. Tapi kalo ditanya apa yang paling enak, jawabannya batagor Mang Juned!"

"Yaudah gue beli itu." Rafa tersenyum lalu mengikuti Dandi dari belakang untuk membeli batagor.

Hal yang pertama kali ia liat saat di kios 'Batagor Mang Juned' adalah antriannya yang super panjang bak Kereta Api Babaranjang. Panjangnya antrian membuat Rafa yakin bahwa batagor adalah primadona di sekolah ini. Rafa bingung, apa yang membuat batagor ini lebih laris daripada yang lainnya.

Antrian yang panjang ini menyebabkan hawa kantin sedikit memanas. Untungnya ada angin sepoi-sepoi yang mampir.

Rafa baru sadar bahwa ia kehilangan Dandi. Dandi meninggalkannya sendirian di antara antrian yang panjang. Dandi bingung bukan kepalang. Tak ada satupun yang ia kenal disini. Rafa bak seekor ikan teri diantara ikan-ikan salmon yang sedang berimigrasi.

"Wey Dandi, nyerobot mulu lu! Gue doain ntu batagor kaga berkah!"

"BODO AMAT!"

Rafa tergelak dengan suasana riuh didepannya. Dandi dilempari umpatan dan cemoohan dari manusia-manusia yang kelaparan tingkat dewa.

Dan bodohnya, Dandi tidak mengindahkannya. Sekedar minta maaf pun Dandi tidak rela. Baginya, menyerobot adalah hal yang tidak mempunyai konsekuensi apapun.

"Nih Fa, ayo cari meja," Dandi memberikan sepiring batagor penuh berlumuri bumbu kacang layaknya gunung berapi yang sedang mengeluarkan lava.

Rafa mengangguk setuju. Setelah itu mereka duduk, dan makan batagor dalam diam. Sebab kata Dandi, "Kalo lagi makan jangan ngomong, dosa. Nanti makanannya gak diterima Allah."

×

Hanya butuh beberapa menit saja bagi Rafa dan Dandi menuntaskan batagornya. Rafa telah menemukan apa yang spesial dari batagor tersebut hingga menjadi sebuah primadona dikalangan murid-murid. Jawabannya, karena bumbunya. Bagi Rafa, ia belum pernah merasakan bumbu batagor yang nikmatnya setara dengan rendang kesukaannya.

"Enak 'kan, Fa?"

"Banget, top banget dah batagornya. Gak salah bokap pilih ni sekolah buat gue, batagornya maknyus gila."

Mereka tertawa. Rafa merasa Dandi akan menjadi teman terdekatnya mulai dari sekarang.

"Fa. Mau gue kasih tau sesuatu gak?"

Rafa menyerngitkan dahinya. "Apaan?"

Dandi tersenyum miring, lalu mulai berbicara. "Ada lima macam murid di SMA Negeri Bogor yang harus lo ketahui," Dandi mengangkat lima jarinya kehadapan Rafa. Rafa memundurkan kepalanya takut terkena tangan lebar Dandi.

First Heartbreak's RafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang