"Berhenti meledekku seperti itu karena sebentar lagi aku pasti bertemu dengan ayahku!" Seru Jio yang membuat teman-temannya tertawa kencang, kesal dengan itu semua Jio melangkah pergi menjauh dari teman-temannya tersebut.
"Lihat saja nanti aku pasti akan bertemu dengan ayah," gumam Jio.
"Hey!" Jio memberhentikan langkahnya dan menoleh ke arah sumber suara, ternyata penjaga sekolah, ia melambaikan tangannya ke arahku mengisyaratkan agar aku mendekat.
"Ada apa?" Penjaga masuk ke dalam posnya dan tidak lama keluar lagi sambil membawa sesuatu.
"Kau Jio bukan? Ada yang menitipkan ini untukmu." Jio ragu-ragu menerimanya, sebuah foto. Jio tidak tau foto siapa itu dan tujuan seseorang yang dimaksud penjaga sekolah memberikan foto itu padanya.
"Pulanglah cepat, kelihatannya hujan akan turun sebentar lagi."
"Baiklah, terima kasih, pak." Jio berjalan pulang sambil memerhatikan orang yang ada di dalam foto di tangannya, seperti tidak asing bagi Jio.
"Wajahnya... mirip denganku."
"Hah, apa?! Mirip denganku?!" Jio mengubah jalannya menjadi lari, ia tidak berbelok untuk ke rumah tapi memilih untuk lurus menuju kafe ibunya. Kafe sedang sepi saat ini, baru saja tangannya menyentuh knop pintu kaca kafe, Jio melihat ibunya sedang mengobrol bersama seorang perempuan yang pernah menemui Jio waktu itu dari luar pintu. Ibunya tertunduk lemas, terlihat jelas air mata jatuh dari pelupuk matanya. Jio yang terkejut melihat ibunya menangis membatalkan niatnya untuk masuk ke dalam kafe, ia hanya melihat ibunya dari luar.
*
*
*
*
*"Aku yang menyebabkan semua itu, maka itu aku ke sini untuk meminta maaf yang sebesar-besarnya padamu, aku harap kau mau memaafkanku."
Byurin yang sudah terlanjur menangis tidak bisa membalas perkataan Nancy, perempuan di hadapannya. Nancy, perempuan yang beberapa Minggu lalu datang ke kafe ini, perempuan yang berdiam diri di kafe ini selama enam jam dan berhasil menghabiskan tiga cangkir espresso kembali lagi, bukan untuk menikmati espresso tapi untuk menceritakan hal yang membuat hatiku seperti ditusuk oleh puluhan pisau.
Ialah orang yang membuat Vernon, suami Byurin meninggalkan dirinya.
"Maafkan aku sudah memisahkanmu dengan Vernon."
Nancy, teman masa kecil Vernon pada saat itu menawarkan Vernon untuk menjadi suami palsunya dalam keadaan perusahaan yang baru saja mengalami kebangkrutan Vernon bersedia dan menerima tawaran itu dengan satu syarat ia harus meninggalkan istrinya, Byurin, dalam keadaan apapun. Di perjanjian hanya tertulis selama sepuluh bulan tapi siapa sangka semuanya berlanjut hingga saat ini, bukan lagi menjadi suami palsunya tapi Vernon benar-benar menjadi seorang suami untuk Nancy.
Ia begitu terlena karena Nancy memberikan perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya untuk Vernon. Tidak perlu waktu lama, Vernon sudah bergelimangan harta lagi, itulah yang membuat dirinya lupa dengan Byurin dan anaknya.
"Terserah dirimu ingin memaafkanku atau tidak tapi izinkan aku akan menebus semua kesalahanku padamu," pinta Nancy yang juga ikut menangis, ia menggenggam tangan Byurin erat, berharap Byurin meresponnya kali ini.
"Kembalikan Vernon padaku," ucap Byurin dengan suara tertahan dan sesenggukan yang disebabkan oleh tangisannya. Ia melepas genggaman tangan Nancy dengan kasar dan bangkit dari duduknya.
"Kau tau seberapa berat hidup yang aku jalani?! Aku harus mengurus sendiri anakku sejak lahir, kau pikir itu mudah?! Sendiri! Bekerja, mencari nafkah, banting tulang yang seharusnya itu dilakukan oleh seorang suami tapi semua itu aku lakukan sendiri?! Kau pikir itu mudah hah?!" ujar Byurin sambil menunjuk-nunjuk wajah Nancy, emosinya sudah memuncak, ia tidak ingin menahannya lagi, ia membiarkan semua meledak.
"Teganya dirimu merebut suami yang saat itu istrinya benar-benar sedang sangat membutuhkannya!"
"Kenapa harus Vernon? Kau tidak tau saat itu aku sedang mengandung sembilan bulan?! Apa? Apa karena Vernon teman masa kecilmu dan dengan seenaknya kau menawari hal bodoh itu padanya?! Apa tidak ada laki-laki lain? Ke mana laki-laki yang menghamilimu saat itu hah?! Apa kau memanfaatkan keterpurukan Vernon pada saat itu? Kau pikir itu hebat hah?!"
Nancy hanya tertunduk mendengar satu per satu kalimat yang keluar dari mulut Byurin, ia menerima itu karena memang ia pantas menerima itu.
"Kau tidak tau bagaimana sulitnya menyangkal saat anakku bertanya tentang ayahnya, meminta untuk bertemu dengan ayahnya, berkali-kali aku berbohong pada anakku sendiri," ucap Byurin dengan suara sedikit lebih pelan.
"Apa kau tidak punya belas kasihan? Dua belas tahun hidup anakku tidak pernah sekalipun bertemu ayahnya bahkan melihat wajahnya saja belum. Bayangkan semua itu terjadi pada anakmu!" Byurin akhirnya tumbang ke lantai dengan wajah yang benar-benar buruk karena air mata membasahi hampir seluruh wajahnya.
"Kembalikan Vernon padaku."
"A-aku akan mengembalikan Vernon padamu, maafkan aku."
"Keluar dari sini sekarang! Jangan pernah muncul lagi di kehidupanku juga di kehidupan keluargaku! Pergi! Jangan rusak kebahagiaanku lagi! Biar tuhan saja yang membalas semua perbuatanmu dengan hukuman yang setimpal! Bahkan aku berharap akan lebih berat dibanding cobaan yang aku hadapi selama ini."
Nancy bangkit dan berjalan guntai keluar dari kafe. Melihat perempuan yang pernah menemuinya keluar dari kafe Jio berlari menghampiri ibunya yang tidak henti-hentinya menangis.
Jio memeluk ibunya dengan erat, ia ikut meneteskan air mata, ia sudah mendengar semuanya karena pintu kafe terbuka sedikit tadi. Tidak lama kemudian mereka berdua merasakan seperti ada orang yang ikut berpelukan bersama mereka."Maafkan aku." Suara itu membuat Byurin lega sekaligus lemas, suara yang tidak asing baginya, suara yang sudah lama tidak ia dengar, suara yang ia rindukan selama ini membuat Byurin membiarkan dirinya jatuh ke dalam pelukan hangat milik Vernon, pelukan yang juga ia rindukan, pelukan yang tidak dimiliki orang lain. Byurin menyandarkan dirinya di dada bidang milik Vernon, tangisannya kembali pecah saat Vernon mengusap rambutnya lembut dan mengecup puncak kepala Byurin. Byurin ingin mengeluarkan semua yang ia tahan selama ini.
"Maafkan aku, Byurin. Maafkan ayah, Jio," Jio mendongak saat namanya dipanggil oleh laki-laki yang masih asing baginya.
"Ayah?" bisik Jio, Vernon mengangguk dan tersenyum.
"AYAH!" Jio melingkarkan tangannya di leher Vernon. Bahagia, sedih, bingung tercampur menjadi satu dalam dirinya.
"Maafkan aku. Tidak seharusnya aku meninggalkan kalian dulu. Aku suami dan ayah yang sangat jahat, aku bodoh, aku membiarkanmu berjuang sendiri. Aku sangat bodoh, membiarkanmu melewati kesulitan sendirian."
Dan pada akhirnya kesabaran dan ketabahan Byurin selama ini berbuah manis, keluarganya kembali utuh lagi sekarang. Penantian yang Byurin kira tiada akhir terputus sudah hari ini. Usaha dan kerja kerasnya selama ini terbalas dengan hadiah yang sangat istimewa. Dengan kembalinya Vernon maka ia harus menata kehidupan barunya lagi. Kebahagian yang tidak bisa terhitung nilainya ini akhirnya datang di kehidupan Byurin. Rencana tuhan memang sangat indah dan rapih.
"Aku harap setelah ini tidak ada lagi yang mengganggu kebahagiaan keluarga kecil kita dan kita akan hidup bahagia selamanya," ucap Byurin kemudian tidak sadarkan diri karena kelelahan dan terlalu lama menangis. Vernon semakin mendekap Byurin dengan pelukannya sebelum akhirnya ia membawanya ke rumah sakit.
Kunci kebahagiaan salah satunya adalah kesabaran. Dengan kesabaran semua yang diinginkan pasti akan tercapai walaupun harus merasakan dulu sakitnya tersandung tapi semua rasa sakit itu akan tergantikan oleh hasil dari kesabaran.
THE END.
Tunggu bonus chapter-nya ya~
Happy reading and happy fasting^^
KAMU SEDANG MEMBACA
[SEVENTEEN FANFICTION] The Day We Felt the Distance - Complete
FanfictionWhere did you go? Did you go far away because you didn't like me anymore? ©octorinav_ / 2017