• laut tidak selalu biru

632 18 0
                                    

Kala petang merajai tanah tempat kita berpijak, pandanganmu terarah menuju ombak yang bergulung. Entah apa yang kamu pikirkan, katamu aku harus menunggu lebih lama lagi jika ingin melihat bintang-bintang bersemayam di langit pekat.

Angin laut bagai ingin menghempas ragaku, aku memintamu untuk pindah ke tempat yang tertutup. Berjalan mendahuluimu, aku berhenti pada sebuah batu besar dan berpose disana lalu memaksamu mengambil potret diriku.

Kita berceloteh sambil mendengarkan lagu yang kamu putar dari ponselmu. Kamu menertawakan rambutku yang kusut masai dan dengan bibir mengerucut aku lalu mengeluarkan semua isi tasku untuk mencari kuncir rambutku.

Matamu menggerayangi satu persatu benda yang keluar dari dalam tasku dan dengan lancang tanganmu meraih sebuah kertas yang sebelumnya kulipat asal, lantas membaca kalimat-kalimat yang tertulis disana. Tidak memperdulikan cacianku, kamu terus membacanya dengan volume yang sengaja dikeraskan.

"Hidup itu bagai pesawat kertas, terbang tak tentu arah....." kamu mengalihkan pandanganmu ke arahku sambil menampilkan senyum mengejek. Lalu perlahan mataku mengabur, sosokmu hilang entah kemana. Suara derit pintu kamar mandi telah menyeretku kembali ke realita. Aku tidak berada di laut, aku meringkuk bagai janin di tempat tidurku. Dan aku tidak sedang bersamamu, aku sendirian.

Sekarang, biarlah aku mengutuki memoriku yang belakangan ini sedang gencar-gencarnya memuntahkan kenangan belasan purnama lalu, kala kita saling berbagi dunia.

Cilacap, 20052017

BaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang