18. Tahu Segalanya

45K 6.2K 383
                                    

Sore itu hari sangat cerah, membuat Laylaa mengurungkan niatnya untuk mengajak Ioan ke kota menggunakan kereta api. Sedangkan menggunakan mobil seperti ini saja, Ioan harus menggunakan kacamata gelapnya agar tidak terlihat mencolok, walau sepertinya itu percuma ketika dia membawa seorang lelaki penyebar feromon yang bahkan dapat terasa efeknya dari jarak seratus meter.

Orang-orang mungkin sebenarnya tidak mau peduli, tapi ketika melihat Laylaa keluar dari mobilnya yang ternyata menyupiri seorang lelaki super tampan yang kelihatan kikuk karena tersangkut di sabuk pengaman sementara pintu mobil telah terbuka, mau tidak mau mereka sepertinya merasa tertarik, terutama para manusia berjenis kelamin perempuan.

Laylaa yang berdiri menunggu Ioan hanya menggelengkan kepalanya. Dia tidak tahu apakah harus kesal atau tertawa. Ketika pergi tadi, Ioan dengan angkuh tidak mau dibantu oleh Laylaa untuk memasang sabuk pengamannya, dan meminta untuk menunjukkan cara memakainya. Lalu mengapa ketika membukanya lelaki itu malah tidak bisa?

Menghela napas sekali, gadis itu akhirnya menghampiri Ioan yang kini dahinya terlihat berkerut tepat ketika ponselnya berbunyi. Melihat nama yang tertera di layar ponsel itu, Laylaa mau tidak mau harus mengangkatnya sambil mendekat ke arah Ioan.

"Halo ... Vater?" sapa Laylaa.

Ioan ternyata cukup terkejut ketika Laylaa menunduk ke arahnya. Gadis itu melintangi tubuhnya dan meraih ke dalam mobil sambil mejepit ponsel di antara telinga dan bahu kanannya.

"Aku bisa melakukannya," kata Ioan.

"Apa? Bukan siapa-siapa. Hanya temanku." Laylaa melirik ke arah Ioan, mengarahkan satu jarinya ke bibir. "Ya, dia orang yang sama dengan yang dikatakan perempuan itu." Laylaa menjawab kesal. Gadis itu kemudian memutar bola matanya atas apa pun yang dikatakan orang di seberang.

"Laylaa ...,"

"Jangan dorong tubuhku Ioan, sedikit sulit meraihnya dengan posisi seperti ini." Laylaa mengomel. "Apa? Vater, tapi aku tidak suka acara seperti itu," keluhnya.

Sejenak tubuh Laylaa tidak bergerak, Ioan melihat gadis itu sedang fokus mendengarkan apa pun yang orang di seberang telepon itu tengah katakan, yang sebenarnya juga dapat didengar Ioan dengan jelas.

"Baiklah, Vater. Ya, aku akan mengajaknya juga," jawab Laylaa, terlihat sekali dia tengah menahan kekesalan. "Sampai jumpa. Aku juga sayang padamu." Laylaa kemudian melepaskan jepitan bahunya pada ponsel sambil mengeluh kesal.

Ioan memperhatikan ketika Laylaa kembali meraih ke samping tubuhnya, gadis itu menggumamkan sesuatu dengan lirih. Namun Ioan dengan jelas mendengar jika Laylaa tengah menyumpahi seorang perempuan berkepala ular dan kedua anak ularnya.

Mata Ioan tiba-tiba melirik ke arah leher Laylaa yang terpampang di depannya, terlihat begitu mengundang dengan aroma yang sangat manis. Tanpa sadar ia meneguk ludah. Sejak dulu, tidak pernah sekali pun Ioan merasa sangat berhasrat terhadap darah seseorang. Apa pun mantra yang digunakan Lobert untuk mengikat mereka, Ioan mengakui jika lelaki itu memang berhasil membuatnya terikat dengan Laylaa, karena ia sama sekali tidak tertarik lagi pada darah manusia lain.

Ioan menunduk, menyentuhkan bibirnya pada rahang Laylaa. Sangat tahu jika suhu tubuhnya yang dingin akan mengejutkan gadis itu.

Laylaa berjengit. "Jangan coba-coba untuk melecehkanku," ujarnya terkejut, namun tidak memaki Ioan seperti biasanya. "Ayo," katanya lagi sambil menarik diri.

***

Laylaa melirik Ioan yang berdiri di sampingnya, terlihat sekali lelaki itu ingin bertanya, namun entah kenapa Ioan sepertinya menahan diri. "Ada apa?" tanya Laylaa.

Va in Soarta ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang