The Meeting

9.8K 710 63
                                    

"Jimin-ah!" Pria mungil itu menoleh ke arah suara dengan senyuman manisnya. "Namjoon-hyung." Ia pun menghampiri laki-laki tersebut lalu mengecup bibir pria itu sekilas. "apa kau sudah lama, hyung?" Namjoon menggelengkan kepalanya sembari merangkul tubuh mungil tunangannya. "Tidak, sayang. ayo kita pulang." Jimin mengangguk dengan semangat.

Mereka pun berjalan bersama. Dan saat itu juga, Jimin melihat seseorang yang ia kenal, sedang dipeluk seseorang. Seorang pria yang tidak terlalu tinggi sepertinya dengan surai berwarna hitam legam dan tatapan yang tajam. Dan entah mengapa tatapan itu menarik atensi Park Jimin. Pandangan mereka pun bertemu, membuat Jimin terdiam sejenak.

Tanpa sadar, Namjoon telah membukakan pintu mobil untuknya. "Sayang? ada apa?" Jimin mengerjapkan matanya dan menggeleng kecil. "Ah, tidak. Tidak ada apa-apa." Ia tersenyum lembut sebelum masuk ke dalam mobil. Namjoon hanya mengedikkan bahunya, tidak peduli.

Setelah kedua sejoli itu pergi, pria yang ditatap oleh Jimin mendengus kecil. Membuat wanita yang berada di hadapannya mengernyitkan keningnya. "Yoongi-oppa, waeyo?"

Tanpa menjawab, pria bernama Yoongi itu menatap wanita itu dan tersenyum kecil. "Ayo kita pergi." Ia pun merangkul pinggang wanita itu dan berjalan menjauhi wilayah universitas.

Sepertinya takdir akan mempermainkan mereka.


.
.
.
Silent Marriage
Yoongi x Jimin
BTS are belongs to their company.
But this story is mine.
.
.
.
.

Hari Minggu. Dengan hujan deras dan segelas cokelat panas. Dan pastinya tanpa tugas. Bukankah itu hari yang indah? Park Jimin merebahkan tubuhnya di kursi santai dengan menghadap ke luar jendela. Menyesap pelan-pelan cokelat panasnya. Oh—sungguh ia akan sangat berterimakasih kepada Tuhan untuk hari ini. Jika saja sebuah panggilan tidak akan mengacaukan harinya.

"Jimin-ie sayang. ibu ingin meminta tolong padamu. Dan ini sangat penting."

Pria manis itu meneguk cokelat panasnya sebelum membalas perkataan ibunya. "Ada apa, bu?" Dan Jimin bersumpah ia mendengar suara gugup ibunya di seberang sana. Kenapa ibunya seperti takut? Ia sampai mengecek nama panggilan di ponselnya, memastikan jika yang menghubunginya memang sang ibu. "Ibu?"

"Sayang, sebenarnya malam ini ayahmu mendapat undangan untuk menghadiri ulang tahun perusahaan temannya. Tetapi kau tau-kan, ayah masih berada di Sidney untuk waktu yang lama. Dan ibu tidak mungkin menghadiri nya sendiri." Jimin menganggukkan kepalanya pelan. "Lalu?" "Hmm—bisakah kau pergi menggantikan ayah dan ibu, nak? Bersama dengan Namjoon?"

Jimin bergumam sejenak dan mengecek tanggal di kalender. Disana tertulis jika hari ini Namjoon mempunyai tugas di luar kota. Ia pun mendesah sebelum menjawab permintaan sang ibu. "Ibu. Hari ini Namjoon tidak bisa. Sepertinya aku tidak bi—" "Kau bisa datang sendiri, sayang." Jimin mengernyitkan dahinya. "ibu?"

"Ma-maksud ibu, kau kan masih muda. Jadi datang sendiri pun tidak masalah. Tolong ya, sayang? ibu tidak punya pilihan lain." Pria mungil itu menghela nafasnya dengan berat. "Baiklah, bu." Dan Jimin pun tersenyum lembut saat mendengar nada ceria dari ibu nya. "oh—sayangku. Ibu menyayangimu. Gunakanlah pakaian yang kau suka, ya. Tidak terlalu formal juga tak apa. Hubungi ibu jika ada sesuatu. Sampai nanti~"

Jimin tertawa kecil begitu ibunya memutus panggilan itu. Ibu nya sudah hidup setengah abad dan masih saja bersikap seperti anak kecil. Ya ampun, ia tak habis pikir mengapa ayahnya begitu tega meninggalkan sang ibu sendirian di rumah. Jimin kembali menyesap cokelat panasnya hingga habis kemudian bangkit untuk menyiapkan baju. Sampai ia tersadar sesuatu dan kembali menghubungi sang ibu. "Ibu, dimana tempat perayaannya?"

Silent MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang