Why?

4.3K 441 68
                                    

Dalam mempersiapkan pesta pernikahan, seluruh keluarga yang bersangkutan pasti akan ikut terkena imbasnya. Mulai dari mengukur pakaian, agar seluruh keluarga terlihat serasi dan seragam, hingga memdekorasi tempat pesta nya. Dan disinilah Jimin berada. Di salah satu gereja yang indah dipinggir kota. Mata coklat pria mungil itu menelusuri setiap hal yang berada di dalam gereja ini.

Ia berjalan perlahan, melewati karpet merah yang telah di pasang oleh orang lain untuk sang pengantin. Senyuman kecil terhias di wajahnya. Matanya berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata. Mau bagaimanapun, tempat ini merupakan tempat yang sangat dinanti-nantikan olehnya. Tempat yang telah dijanjikan oleh seseorang kepadanya. Bahwa ia akan ada berada di depan pastur, menunggunya, dan meraih tangannya. Mengucapkan kalimat sakral yang selalu diucapkan oleh orang-orang yang menikah di hadapan Tuhan.

Jimin tersenyum miris.

"Jimin-ah." Pria mungil itu terperanjat begitu mendengar suara berat menyapanya. Tubuhnya merasa kaku, tak berani berbalik dan tetap fokus memandang altar. Helaan nafas pun terdengar beberapa langkah di belakangnya. Membuat tubuh Jimin sedikit bergetar.

"Jimin-ah. Dengarkan aku. Kau mungkin tidak akan sudi untuk melihatku, sekarang. Tak apa. Aku pun merasa tak pantas." Kekehan kecil lepas dari mulut pria itu. Air mata Jimin mulai jatuh. Bibirnya bergetar. Tapi ia berusaha untuk tetap tenang. Ia tidak boleh terlihat lemah. Dengan seluruh kesadaran yang ada, Jimin menjawab. "Bicaralah, Namjoon-hyung."

Namjoon tersenyum. Sedikit ia merasa lega dapat mendengar suara itu. "Kau tau, ini mungkin terdengar jahat. Tapi aku tulus menyayangimu." Jimin menahan nafasnya. "Sebagaimana kakak yang menyayangi adiknya."

Jimin tersenyum pahit. "Lalu?" Pria yang lebih tua itu menatap sendu sang mantan. "Aku tak pernah berbohong ketika aku berkata jika aku menyayangimu, Jimin-ah. Tetapi bagaimanapun juga, aku sangat mencintai kakakmu itu. Sejak lama."

"Lalu mengapa-" "Karena kakakmu yang menginginkan aku denganmu."

Mata sipit pria mungil itu melebar. Kakaknya? Tapi untuk apa?

"Seokjin.. bercerita. Jika adiknya tak pernah bahagia. Tak pernah tersenyum dengan tulus. Adiknya selalu merasa tertekan karena orang-orang disekitarnya selalu membandingkan dirinya dengan kakaknya. Walaupun orang tua kalian tak ada masalah, tapi orang tua kalian tidak hal itu. Orang tua kalian sering berpergian. Seokjin bilang, jika ia sangat senang saat melihatmu tersenyum lebar di depannya karena melihatku. Maka dari itu ia-"

"Dia ingin aku terus tersenyum, walaupun akhirnya dia sendiri yang harus menahan sakit karena melihat kekasihnya bersama adiknya, begitu?" Jimin mengernyit saat merasakan sakit menghantam kepalanya. Namjoon menatap sedih punggung sempit Jimin. Tak mengetahui apa yang terjadi. Ia pun melanjutkan kata-katanya.

"Seokjin memintaku untuk membahagiakanmu. Awalnya begitu sulit, karena aku sangat mencintainya saat itu. Tapi disaat yang bersamaan akupun merasa sangat menyayangimu. Ingin terus menjaga senyuman yang kau berikan. Dan akupun jadi mengerti bagaimana perasaan Seokjin. Aku ingin-tunggu, kau baik-baik saja, Jimin-ah?"

Namjoon mendengar suara rintihan dari pria mungil itu. Tak mendapat jawaban, pria itu pun menghampiri Jimin. Di dapatinya Jimin yang sedang menutup kedua matanya, menahan rasa pening. Wajahnya begitu pias. Dengan sigap, Namjoon mengangkat tubuh Jimin dan membawanya ke mobil. Ia pun bergegas pergi dari gereja ini menuju rumah sakit.

Sepertinya ada yang tidak benar. Dari pagi, Jimin memang terlihat diam. Tapi ia tidak menyangka jika pria mungil itu akan sakit seperti ini

..........

Dengan kalut, Yoongi berjalan melewati lorong rumah sakit tanpa peduli dengan orang-orang yang takut karena aura gelapnya. Mata tajamnya meneliti setiap papan nomor ruangan. Hingga saat ia menemukan ruangan yang dimaksud, ia membuka pintu itu dengan keras. Orang yang berada di ruangan itu menatap kearah suara dengan bingung. Yoongi memilih untuk mengabaikan seluruh tatapan itu dan mengambil posisi disamping ranjang. Tangannya menjulur untuk menggenggam sang pasien yang masih tertidur.

"Apa yang terjadi padanya, Kim Namjoon-ssi?" tanyanya dengan suara rendah.

Namjoon mengusap tengkuknya dan menatap Yoongi bingung. Belum sempat menjawab, pintu ruang rawat pun terbuka. Namjoon dan Yoongi menatap sang dokter yang baru saja masuk.

"Dengan keluarga Park Jimin?" Yoongi berdiri tegak menatap sang dokter.

"Saya calon suami nya." Sang dokter mengernyit, heran. Kemudian ia pun mengangguk pelan.

"Baiklah, kalau begitu saya hanya ingin menyampaikan jika tuan Park hanya mengalami gejala anemia. Ditambah lambung yang kosong, ku rasa tuan Park sedang dilanda stress berkepanjangan. Dan itu mempengaruhi kinerja lambungnya." jelas sang dokter.

Tubuh Namjoon menegang. Dengan sangat pasti ia mengetahui permasalahan yang membuat pemuda itu sakit seperti sekarang. Dan semuanya bermula dari dirinya sendiri.

Sekilas, Namjoon menatap Yoongi yang sedang berbicara dengan dokter tersebut. Dalam hati ia mengagumi bagaimana antusiasnya pria tersebut hanya untuk mendengar informasi Jimin. Pandangannya menyiratkan ke-khawatiran yang mendalam. Mungkin selama ini Namjoon memang menyayangi Jimin. Tetapi Namjoon bersumpah, selama ini ia tidak pernah bersikap seperti itu. Dan itu membuat Namjoon--

Iri.

Saat dokter keluar dari ruangan, Namjoon melihat Yoongi kembali ke tempatnya semula. Matanya pun tak lepas dari sikap gentle pria tersebut seperti, bagaimana tangannya yang mengelus rambut merah muda Jimin dengan lembut. Dan bagaimana ia mengecup tangan Jimin dengan sangat hati-hati, seakan-akan pemuda itu akan hancur jika ia bersikap kasar.

Entah mengapa, hati Namjoon terasa sakit. Mengingat betapa buruknya sikap Namjoon selama ini terhadap pemuda itu. Jimin. Ia begitu mendambakan Namjoon. Pemuda itu begitu murni. Hingga Seokjin pun rela jika harus melepas cintanya demi sang adik.

Tapi dengan jahatnya Namjoon menepis itu semua dan tetap mempertahankan ego nya demi mendapatkan sang pujaan hatinya yang asli.

Dan kini Namjoon mempertanyakan keberadaan dan perasaannya.

Kenapa ia tidak bisa jatuh cinta pada pemuda itu?

......

Oke. PLOT BERUBAH, KAWAN. HAHAHAHAHA

Selamat menunggu. :)) karena sepertinya setelah ini saya akan mati karena sebuah matkul yang bernama thermodynamic II. Heuh

Doakan saya masih bertahan hidup ya gaes. :"

Last, Mind for Vote + Comment?

Hikaru^^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Silent MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang